Membongkar
Diversitas SARA
Agama lahir ke dunia
disampaikan oleh seorang Rasul. Penjagaan akan kemurnian dan keaslian ajarannya
dapat dipertahankan selama Rasul tersebut masih hidup. Akan tetapi, ketika
agama berkembang dengan pesat setelah melewati proses waktu yang cukup lama,
penyimpangan akan ajaran merupakan kenyataan yang tak terhindarkan. Demikian
menimbulkan adanya benturan serta perpecahan antar golongan yang mengaku
memiliki paham masing-masing yang dianggap paling benar. Pada kenyataannya muncullah
perdebatan sengit hingga perang senjata.
Di Indonesia, dalam beberapa dekade
terakhir telah terjadi banyak konflik berbau Suku, Agama, Ras, dan
antargolongan (SARA). Indonesia sebagai sebuah bangsa tentu saja terbawa oleh
konflik-konflik yang terjadi ke arah degradasi. Secara umum degradasi yang
dimaksud adalah memudarnya atau lunturnya sebuah ideologi bangsa yang menjadi
pengayom serta arah hidup rakyat yang ada dalam negara ini. Ideologi Pancasila
dibentuk oleh rakyat Indonesia di antaranya atas dasar keberagaman suku, agama,
dan ras. Dimana hal-hal ini tertuang dalam seluruh pasal yang ada dalam
Pancasila. Salah satu peranan Pancasila yang menonjol sejak permulaan
penyelenggaraan negara Republik Indonesia adalah fungsinya dalam mempersatukan seluruh
rakyat Indonesia menjadi Bangsa yang berkepribadian dan percaya pada diri
sendiri.
Seperti kita ketahui, kondisi
masyarakat sejak permulaan hidup kenegaraan adalah serba majemuk. Masyarakat
Indonesia bersifat multi etnis, multi religius dan multi ideologis. Kemajemukan
tersebut menunjukkan adanya berbagai unsur yang saling berinteraksi. Berbagai
unsur dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat merupakan benih-benih yang dapat
memperkaya khasanah budaya untuk membangun bangsa yang kuat, namun sebaliknya
dapat pula memperlemah kekuatan bangsa dengan berbagai konflik-konflik yang
sering terjadi.
Jika kita menghadapi
hal seperti demikian, menjadikan kita ingat pada sosok Gus Dur. Perkawanannya
mengatasi batas-batas ideologi, profesi dan geografi. Kepribadiannya
multidimensi, disertai kepiawaian politik yang selalu menjadi inspirasi dan
solusi. Dari itu, dibutuhkan sosok pemimpin sejati yaitu selalu memayungi dan
mengayomi semua orang dan golongan tanpa melihat perbedaan ras, agama, kepercayaan dan profesi. Pemimpin yang mampu melindungi
dan mengayomi hak-hak minoritas dari kesewenang-wenangan mayoritas di
Indonesia. Demikian juga terhadap orang-orang kecil dan mereka yang teraniaya
pada konflik terdahulu seperti dalam kasus Monitor,
penganut Konghucu, Ahmadiyah, Inul Daratista, dan masih banyak lagi.
Peran serta civil society yang baik, juga dapat menciptakan kerukunan antarumat
beragama dan Islam terlaksana. Sebagai negara yang plural, warga Indonesia
harus bisa menempatkan identitas keragamannya dengan tepat bukan lantas
memerangi yang lemah dan yang termarjinalkan. Perlu adanya ketegasan tekad untuk
tetap melanjutkan kerjasama yang konstruktif sebagai anak bangsa, dari para
pemuka agama hingga ke lapisan umat paling bawah. Tekad kerjasama ini harus
melibatkan seluruh elemen dan komponen umat beragama yang ada di tanah air.
0 Komentar