Kalian pasti pernah mendengar istilah “Etika Politik”, dalam hal ini ada pemahaman secara konteks terlebih dahulu yakni “etika dan moral secara umum”. Berbicara tentang “etika dan moral” setidaknya terdiri dari tiga hal, yaitu: pertama, etika dan moral individual yang lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip integrasi pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi yang bermoral. Kedua, etika moral sosial yang mengacu pada kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang bersifat ganda, yaitu sebagai makhluk individual dan sosial. Ketiga, etika Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan hubungan antara manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas.

Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum, keberadaan etika dan moral politik merupakan produk dari “keputusan politik” dari politik hukum sebuah rezim yang sedang berkuasa, sehingga tidak bisa dihindarkan dalam proses penegakan hukum secara implisit campur tangan rezim yang berkuasa. Apalagi sistem Pemerintahan Indonesia dalam konteks trias politica penerapannya tidaklah murni, dimana antara Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif keberadaannya tidak berdiri sendiri. Indonesia menjalankan konsep trias politica dalam bentuk sparation of powers (pemisahan kekuasaan) bukan division of power (pembagian kekuasaan) dimana tampak dalam proses pembuatan undang-undang, peran pemerintah begitu dominan menentukan diberlakukannya hukum dan undang-undang di negeri ini.

Kenyataan ini sebenarnya dapat menimbulkan ketidak puasan rakyat dalam proses penegakan hukum di Indonesia, apalagi di sisi lain para politikus di negeri ini kurang memahami dan menghormati “etika politik” saat mereka menjalankan proses demokrasi yang selalu cenderung melanggar hukum dan aturan main yang mereka sepakati sendiri, sehingga tidak berlebihan banyak yang mempertanyakan moral politik dari para politikus bangsa ini. Ekses dari ketidakpuasan rakyat di dalam praktik demokrasi dan penegakan hukum yang terjadi selama ini telah memunculkan fenomena distrust dan disintegrasi bangsa yang pada gilirannya mengancam keutuhan NKRI. Tidaklah heran sejak tahun 2001, MPR-RI mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Lahirnya TAP ini, dipengaruhi oleh lemahnya pemahaman terhadap etika berbangsa, bernegara, dan beragama. Munculnya kekhawatiran para wakil rakyat di MPR tersebut terungkap sejak terjadinya krisis multidimensi yang memunculkan ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa, dan terjadinya kemunduran pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini.

Bangsa Indonesia dewasa ini menghadapi krisis multidimensi, politik, hukum, sosial budaya, pertahanan keamanan (HANKAM), bahkan moral masyarakat, sehingga mengakibatkan krisis kepercayaan. Tampaknya masalah besar tersebut belum dapat diatasi oleh para penyelenggara negara; termasuk elite politik, baik di suprastruktur maupun infrastruktur yang akibatnya mengganggu stabilitas sosial budaya yang sedang dikembangkan dalam rangka pembangunan nasional.

Di dalam kancah perpolitikan, baik di tingkat nasional maupun daerah, semakin merajalela praktik-praktik yang kurang bermoral. Di tengah-tengah kehidupan kita terjadi pertarungan kepentingan antar pribadi dan kelompok yang sangat kuat sehingga tidak lagi mengindahkan siapa kawan siapa lawan, termasuk saudaranya sendiri. Keadaan ini diperparah oleh kasus-kasus yang belakangan membawa para politikus elit, seperti Menteri, Gubernur, Bupati, dan Walikota ke jeruji-jeruji besi satu persatu. Itu semua menandakan kebejatan dan kehinaan moral suatu bangsa. Tidak ada lagi kesadaran untuk membentuk peradaban secara sehat dan berwibawa. Kini, masyarakat kita mengalami krisis identitas diri. Masyarakat sungguh memerlukan kepemimpinaan yang dipegang pribadi-pribadi yang bertanggungjawab, yang memegang amanat berlandaskan pada dasar-dasar keagamaan. Artinya, para elit politik perlu meneladani praktik-praktik para Nabi dan Rasul dalam menjalankan amanah dari masyarakat, berdaulat, adil, dan jujur untuk kesejahteraan masyarakat.

Ini pun terjadi saat Tuhan hidup, bagaimana apabila Tuhan Mati?”
Alangkah malangnya bangsa ini karena perilaku elite politiknya yang tidak menjunjung tinggi nilai kejujuran, keamanah­an, dan keberwibawaan. Mereka kebanyakan tidak lagi berpihak kepada rakyat, tetapi hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok yang pada prinsipnya merugikan masyarakat secara keseluruhan. Bangsa ini mengalami krisis kejujuran, krisis kesadaran kolektif untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat destruktif yang merugikan kepentingan bersama. Kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) semakin berkembang, kepastian hukum semakin tidak jelas, pengangguran, kemiskinan belum diatasi secara optimal. Akibatnya, rakyat bingung dan mempertanyakan tentang kemampuan elit politik dalam menyelesaikan masalah bangsa. Di samping itu, keadaan ini mengakibatkan terjadinya frustasi sosial, yang mengarah kepada kehidupan yang anarkis, konflik sosial, penjarahan, kebebasan tanpa batas, keberingasan yang bertentangan dengan adat istiadat nenek moyang bangsa kita yang terkenal sopan, lemah lembut, dan penuh toleransi.

Jadi etika politik pada gilirannya punya kontribusi yang kuat bagi baik-tidaknya proses penegakan hukum di negeri ini, apalagi moral para Penegak Hukum yang sudah terlanjur bobrok, maka tidak dapat dipungkiri lengkaplah sudah runyamnya penegakan hukum di negeri tercinta Indonesia.
 

Maka sebelum terlanjur parah dan tidak tertolong lagi, mau tidak mau kita semua harus segera membangun moral bangsa ini, sepeti halnya dengan cara memberikan rakyat contoh dan suri teladan yang baik dari para penguasa, para politikus, para tokoh masyarakat dan agama, membangun sistem pendidikan dengan mengedepankan pendidikan akhlak dan kepribadian yang menjadi aspek lulus tidaknya para siswa dan mahasiswa. Tanpa budaya etika dan moral yang dimiliki generasi penerus bangsa, pada gilirannya Indonesia pasti akan hancur sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat, bahkan rakyat akan merasakan nasibnya akan jauh lebih buruk daripada saat-saat rakyat Indonesia dijajah oleh Belanda dahulu.

Oleh: M. Arif Hidayatullah (Mahasiswa TM Semester II)