Semarang, pmiigusdur.com - Minggu (04/05) PMII Abdurrahman Wahid bekerja sama dengan The Institute of Culture and Education Studies (ICES) Semarang dan BEM Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN WALISONGO Semarang mengadakan aksi simpatik di Jalan Pemuda, tepatnya di depan Gerbang Kampus UNDIP Peleburan.

Kekerasan pelajar, baik dalam forum maupun di luar forum sampai saat ini masih menjadi fenomena yang meresahkan masyarakat umumnya dan orang tua pada khususnya. Yang pada akhirnya banyak pelajar yang stres bahkan enggan untuk bersekolah kembali akibat dari kekerasan dalam pendidikan tersebut.
Tindakan kekerasan atau bullying yang terjadi tidak hanya dalam bentuk fisik saja, namun ada juga yang dalam bentuk psikis. Tindakan kekerasan fisik dapat diidentifikasi melalui pukulan, tamparan, tendangan bahkan penyiksaan menggunakan benda-benda tajam yang berakibat cacat dan harus ditanggung selama seumur hidup. Tindakan kekerasan psikis dapat berupa penghinaan, pelecehan atau ejekan yang membuat pelajar mersa minder dan enggan untuk bersekolah kembali.

Oleh karena itu, sebagai mahasiswa yang tanggap dan perduli terhadap dunia pendidikan khususnya mahasiswa yang tergabung dalam PMII Rayon Abdurrahman Wahid Komisariat Walisongo dan BEM Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Walisongo bersama The Institute of Culture and Education Studies (ICES) Semarang WALISONGO Semarang untuk menggelar aksi simpatik bertajuk “Stop Kekerasan Dalam Pendidikan” disela-sela semangat memperingati Hari Pendidikan Nasional ini.

Awalnya aksi simpatik ini akan diisi dengan teatrikal yang mengupas isu tersebut. Namun, karena adanya suatu kendala pada sebagian personilnya, maka aksi simpatik ini langsung dengan cara membagikan rilis dan stiker serta mengajak masyarakat Semarang untuk tanda tangan di MMT yang sudah disediakan sebagai wujud dukungan “Stop Kekerasan dalam Pendidikan”. Walaupun tanpa adanya teatrikal di awal aksi ini, namun mendapat respon sangat baik oleh warga daerah semarang khususnya.

“Saya setuju bahwa dunia pendidikan harus bersih dari kekerasan”, ujar salah satu ibu-ibu yang berhasil diwawancarai.

Selain itu, bukti respon dari warga yaitu dengan berhasil terkumpulnya ratusan tanda tangan sebagai bentuk rasa empati terhadap dunia pendidikan sekarang ini.

PMII bukan hanya dikenal sebagai orang-orang pemberontak dan anarkis saja, namun bisa menyentuh perhatian masyarakat dengan cara simpatik. “Karena warga sudah jenuh dengan adanya tindakan anarkis. Sering-sering saja kita melakukan aksi simpatik yang lebih direspon positif oleh masyarakat”. ujar Eko Supraptio, Direktur ICES saat evaluasi.


Laporan : Ulfiyah