Doc. Rayon

ISLAM NUSANTARA
(Episode 2)

Islam sebagai suatu ajaran tentu bersumberkan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. As-Sunah ada yang petunjuknya qat’iy ada pula  yang dzanny. Setiap perbuatan, perkataan rasulullah yang wajib diikuti hanyalah apabila ia keluar dari  beliau dalam tugasnya sebagai Rasulullah dan hal itu dimaksudkan untuk membentuk atau menetapkan hukum secara umum dan sebagai tuntunan. Kenapa demikian? Rasulullah saw. adalah merupakan seorang manusia pilihan diluar manusia biasa yang ditugasi oleh Allah menjadi rasul, dengan tanpa menghilangkan sifat kemanusiaannya, sejalan dengan firman Allah dalam Q.S al-Kahfi, 18: 110 “ Katakanlah, sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia  seperti kamu yang diwahyukan kepadaku.”

Dalam pada itu hal-hal yang keluar dari Rasulullah saw yang bersifat naluri kemanusiaan, seperti berdiri, duduk, berjalan, tidur, makan, minum adalah bukan syari’at karena bukanlah bersumber kepada risalahnya, tetapi sumbernya adalah kemanusiaannya.( lihat Abdul Wahab Khallaf, usul fikih) Hanya saja perlu dipilah ada suatu perbuatan yang bersifat kemanusiaan keluar dari beliau dan ada dalil yang menunjukkan bahwa yang dimasudkan dari perbuatan itu adalah sebagai hukum atau syari’at, seperti tidur berbaring sebelum salat subuh, sebelum makan membaca basmalah dan sebagainya. (lihat Shalih al-Munajjid, Cara Nabi Memperlakukan Orang di Berbagai Level Sosial) Sebaliknya kalau makan dengan 3 jari, berjenggot, memakai surban dan sebagainya hanyalah berkaitan dengan tradisi. Karena itu kalau hal ini diniyati ikuti rasulullah adalah baik dan terpuji, tetapi bagi orang yang tidak ikuti demikan bukan berarti tidak ikuti sunnah, karena itu tidak ada cela dan tidak pula ada  jeleknya, apalagi bid’ah.

Kedzanniyan isi atau sifat dugaan isi hadis itu bisa jadi lantaran status hadis mutawatir, Mashur dan ahad, atau sahih, hasan dan dhaif, juga bisa lantaran kontesk yang berbeda. Misalnya makan 3 jari karena yang dimakan adalah kurma, sementara kita makan nasi, bahkan nasi bubur. Zakat fitrah itu aslinya adalah kurma , gandun, susu kental(keju) atau kismis. Di nusantara adanya beras dan jagung, jadilah zakatnya pakai beras, atau jagung, yang kemudian akhir-akhir ini berkembang pula zakat fitrah pakai uang. Inialh fikih Nsantara yang tidak beda sama sekali dengan hakikat ajaran dan hukum Islam, yaitu orang muslim wajib mengeluakan zakat fitrah.

Di sisi lain, Rasulullah hidup bukan di tanah kosong yang belum ada penghuninya, melainkan hidup di tengah-tengah bangsa arab yang tentu sudah ada hukum dan budayanya. Dalam pada itu apa yang disampaikan rasulullah  dalam bentuk  hadisi tidak semuanya bersifat universal dan menyeluruh untuk semua manusia, tetapi ada juga yang bersifat regional dan lokal, terbatas untuk orang arab, seperti contoh-contoh  hadis berikut;

Universal
من لم يَرحم لا يُرحم          
         ( Bukhari-Muslim an Abi Ghurairah)

Pada suatu ketika Nabi mencium cucunya Hasan bin Ali , Al-Aqra bin Habis al-Tamimi , berkata : Ya Rasulullah saya  mempunyai  anak 10 orang belum ada satupun yang aku cium.”  Sambil memperhatikan Aqra nabi lalu bersabda seperti di atas. Dalam hadis ini nabi tidak marah-marah kepada Aqra, tapi cukup diingatkan bahwa orang yang tidak menyayangi orang lain, ia pun tidak akan mendapatkan kasih sayang.

Temporal
اذا جاء احدكم الجمعة فليغتسل          
( Bukhari-Muslim  an Ibnu Umar)
Hadis ini bermakna temporal dan lokal. Karena pada waktu  itu  banyak pekerja kasar dan memakai wol kasar, lalu ketika datang ke  Masjid jum’atan, sementara  cuaca sedang panas.  bau keringat sangat menggangu Nabi,  maka  beliau kemudian  bersabda  hadis di atas. Hadis ini bukan bermaksud mewajibkab mandi jumat, tetapi bagi orang yang kotor dan berbau agar tahu DIRI untuk mewajibkan dirinya mandi agar orang lain tidak terganggu bau yang tidak enak.  Fikih Mafhum aulawinya adalah seharusnya  masjid selalu bersih dan berbau wangi.

Lokal
لا يزال هذا الامر فى قريش ما بقى منهم اثنان
( HR. Bukharii Musllim dn lainnya dar Abdullah bin Umar)
Dalam urusan (beragama, bermasyarakat dan bernegara) ini, orang Quraisy yang menjadi pemimpin selama masih ada, walaupun hanya tinggal 2 orang.

الاءمّة من قريش .....  (HR.  Ahmad dari Anas ibn Malik)  

Berlaku lokal sebab ada  hadis lain dari Anas bin Malik  yang berbunyi :

اسمعوا وا طيعوا   وان استعمل عليكم عبد حبسىّ  كانّ راسه زبيبة                                                                    
Dengarkanlah dan patuhilah kamu sekalian ( kepada pejabat yang saya angkat) walaupun pejabat yang saya anggkat untuk mengurus kepentingan kamu sekalian itu adalah hamba sahaya dari Habsyi yang ( rambut) di kepalanya menyerupai gandum.( Bukhari-Muslim). Di lain hal, yang ada suku Qurasy itu hanya di Arab, di Indonesdia yang ada suku kraes bukan Qurasy. Suku Qurasy hanya bagian kecil dari suku-suku yang ada di  dunia pada umumnya.

Ada juga hadis yang harus dipahami secara kontekstual, seperti:

لان يمتلئ جوف احدكم قبحا خير لهم من ان يمتلئ شعرا
( Lebih baik perutmu diisi  nanah dari pada diisi syair ( Bukhari an ibn Umar dan  Muslim dari said ibn waqas)
Ketika perjalanan nabi sampai ke kota Arj 78 mil dari Madinah, di kota itu tempat pertemuan  budaya dari berbagai penjuru, tiba-tiba nabi disuguhi syair yang isinya  tidak senonoh, maka nabi bersabda seperti hadis di atas.
Di kesempatan lain dengan  kondisi yang  berbeda dan syairnya pun berisi petuah kebaikan, maka   nabi  bersabda :
  انّ من الشعر حكمة, ; Sesungguhnya  sebagian syair itu mengandung hikmah (kebaikan)
  (  Bukhari Abi ibn Ka’ab,)   (lihat Suhudi Ismail, Kontekstualisasi Hadis)

  Kalau begitu hadis pertama dipahami temporal, jadi syair yang dilarang karena  isinya kotor, jorok   dan mungkar. Abu Nawas ( Nuwas) adalah satrawan dan shufi yang mampu merobah 13.000 syair jahiiyah yang kotor dan mungkar mejadi syair yang islami yang enak diresapi seperti : ilahi lastu lil Firdausi ahla…………………..dan Astagfirullahal adzim rabbal baraya……dst.
Contoh lain misalnya hadis:

من قال لا اله الا الله دخل الجنة  
 “ Barang siapa membaca la ila illallah  masuk surge.”
Kalau hanya sekedar membaca La ilaha Illallah masuk surga, Lalu apa gunanya salat, zakat, puasa, haji dan amal-amal lainnya? Maka Umar bin Khattab tidak mau atau melarang sahabat lain untuk meriwayatkan hadis ini, karena bisa saja orang tidak mau beramal cukup baca kalimat ini.

Memaknai secara tekstual inilah yang sekarang sering diviralkan oleh orang-orang yang tidak paham ilmu/ belum lama ngajinya, akibatnya dhallu fa adhallu !
(Bersambung)

Ditulis oleh : Dr. H. Saifudin Zuhri, M.Ag