"Hai Sayang, udah makan belum nih?" Ucap suara dari telepon android yang digenggam Joni.
"Bonjour... belum nih, Say" Jawab Joni dengan sok-sokan memakai bahasa Prancis di awalnya.
"Besokkan UAS-nya makul dosen killer nih, udah belajar belum?" Suara itu bertanya lagi dengan nada sangat ceria.
"Heu.. belum sempet juga nih." Jawab Joni dengan nada datar.
Joni terkenal pintar di kelasnya, meskipun begitu, ia jarang sekali menyentuh buku-buku yang disarankan oleh dosen.

"Kalo mandi udah belum, Say?"
"Belum juga Say, hehe" Jawab Joni dengan sedikit tertawa.
"Berarti belum salat magrib juga ya?" 
"Iya, belum sayang."
"Emang kamu lagi ngapain sih sayang? Kamu gak kenapa-kenapa kan?" Kini suara dari telpon berganti dengan nada kesal.
"Aku lagi mikir, Sayang, btw, dari pada belajar mending kita kencan aja yuk." ajak Joni dengan serius.

Akhirnya Joni berhasil mengajak Riana pacar kesayangannya kencan di suatu kafe yang biasa dipakai diskusi oleh para aktivis kampus.

"Joni Sayang, kok kamu ngelamun sih?" tanya Riana dengan manja sambil berusaha bersandar di bahunya.
"Aku masih mikir Say, Hobiku kan berpikir hehe." Jawab Joni setelah disadarkan dari lamunannya, ia membiarkan Riana bersandar di bahunya. "Sayang, Mau tau gak, apa yang aku pikirkan?"

Perempuan cantik itu mengangguk dan sekarang berganti posisi duduk menghadap Joni.

"Aku sebenarnya mau ngucapin terimakasih ke kamu, kamu selalu mengingatkan banyak hal ke aku. Meski awalnya aku pikir itu hanya sekadar basa-basi, tapi ternyata setelah aku pikir matang-matang kamu selalu mengingatkanku akan hal-hal yang besar. Makasih sayang." Ucap Joni yang justru membuat Riana bingung.

"Kamu bingung yah? Jadi gini, saat kamu tanya aku udah makan belum, aku teringat banyak orang-orang di luaran sana yang sulit untuk hanya mencari sesuap nasi. Sedangkan aku di sini setiap hari bisa makan dengan mudahnya."

"Saat kamu ngingetin aku mandi, aku teringat bencana banjir dan bencana lainnya yang melanda banyak tempat di penghujung tahun ini. Banyak orang-orang yang tidak bisa duduk aman di dalam rumahnya, apalagi mandi, rumahnya saja kadang bisa  terbawa oleh banjir."

"Saat kamu ngigetin aku belajar untuk UAS, aku teringat banyak anak yang tidak bisa merasakan pendidikan formal seperti kita, mereka yang terkadang lebih pintar dan lebih jujur dari pada kita atau orang-orang diparlemen sana. Mereka yang menjadikan pendidikan seperti perusahaan yang orientasinya uang sehingga membuat orang-orang miskin sulit mengaksesnya, dan terjadilah pembodohan massal. Maka aku berpikir apa guna aku belajar, bila hanya sekedar untuk nilai. Apa guna aku baca buku, kalau nuraniku membisu dan mulutku bungkam melulu."

"Lalu tiba-tiba kau menegurku tentang salat, di situlah aku mulai berpikir untuk berbuat sesuatu. Bahwasannya salat itu bukan hanya sekadar ibadah formal dengan rukun-rukun dan syarat-syarat tertentu saja. Tetapi sangat jauh lebih dalam esensinya."

"Ketika aku salat berarti aku harus siap membela orang-orang yang lemah, kata almarhum Ustaz Munir. Hokage ke empat Negeri ini juga pernah berkata bahwa Tuhan tidak perlu dibela, tapi belalah mereka yang diperlakukan tidak adil. Berarti aku harus membela orang-orang tersebut. Aku harus ada di pihak mereka, berusaha mengembalikan dan mempertahankan hak-hak mereka, jika tidak sebagai seorang terpelajar setidak-tidaknya sebagai manusia. Itulah salatku." Jelas Joni menjelaskan maksudnya panjang kali lebar.

"Mendengar bicaramu aku semakin sayang denganmu, Jon. Aku jadi teringat ucapan temanku, yang melabelkan dirinya sebagai Berandal Bermoral. Bahwasannya hidup bukan hanya tentang lahir, tumbuh, dewasa, menua, lalu mati. Tanpa pernah berpikir seberapa banyak karya dan manfaat yang kita berikan setelah pergi." 

Bumiayu, 1 Januari 2020.
Karya penulis Novel Berandal Bermoral

Editor: Iftahfia
Ilustrasi: az-ad