pmiigusdur.com - Semarang yang dikenal sebagai kota sejarah telah mencatatkan diri dalam menyumbangkan tokoh-tokoh nasional bangsa. Mulai dari Dr. Kariadi yang kemudian menjadi nama Rumah Sakit di Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ yang kemudian mendirikan kampus ministri UNIKA Semarang dan tokoh-tokoh lain yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Dalam perjuangan tersebut tidak selalu memperdulikan aspek agama, akan tetapi berangkat dari rasa keterjajahan panjang. Sehingga seluruh elemen yang berasal dari agama masing-masing bersatu melawan setiap penjajahan yang ada di Nusantara.

Mengenal sejarah nasionalisme para tokoh bangsa, khususnya di kota Semarang. Rasanya kurang lengkap jika belum mengenal sosok Kiai Sholeh Darat, dengan tanpa mengesampingkan peran tokoh-tokoh yang lain tentunya. Hal ini penting untuk diketahui generasi sekarang agar nilai dan perjuangan beliau-beliau bisa dilestarikan.

Kiai Soleh Darat mempunyai nama lengkap KH. Muhammad Sholeh bin Umar as-Samarani. Beliau merupakan putra dari Kiai Umar, yang merupakan ulama pejuang kemerdekaan sekaligus penasehat Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa. Nama asli kiai Sholeh Darat adalah Muhammad Sholeh, sesuai dengan pemberian kedua orang tuanya. Akan tetapi, setiap beliau mengarang kitab namanya ditulis sebagai Muhammad Sholeh bin Umar as-Samarani. Hlm. 44

Menurut John Locke, sebagai pencetus teori empirisme menganggap bahwa sumber pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi. Jika hal yang diutarakannya kita korelasikan dengan bacaan yang ada di buku ini, mungkin pendapat John Locke menemukan relevansinya. Dalam perjalanan hidup kiai Sholeh Darat, sebagian besar jiwa nasionalisme dan spirit ilmu pengetahuannya terbentuk dari lingkungan di mana ia tumbuh dan berkembang. Yang tentunya juga didapatkan dari pengalaman secara indrawi lantaran beliau lahir di era pergolakan nusantara di bawah jajahan VOC yang menimbulkan pecahnya perang Jawa di berbagai wilayah Nusantara kala itu. Hlm. 36-51

Berbicara tentang nasionalisme biasanya berawal dari sikap seseorang untuk mempertahankan wilayah yang ditempatinya --yang disebut negara—untuk tetap berdaulat, adil dan makmur. Maka, lahirnya sikap nasionalisme tentu berawal dari adanya sekelompok orang yang menjajah wilayah negara, yang menjadi sebab ketidakadilan, kesengsaraan, dan ketertindasan.

Saat kepulanganya dari Makkah ke Melayu Darat, Semarang. Kondisi saat itu pemerintahan kolonial mengalami kekuatan yang meningkat, dan sebaliknya kondisi masyarakat mengalami situasi keterjajahan yang semakin memprihatinkan. Hal ini terjadi sepanjang abad ke-19 dan mencapai puncaknya pada seperempat akhir abad ke-19, ketika berlangsung proses birokratisasi pemerintahan Hindia Belanda. Hlm 74

Pada saat itu negara tidak sedang mengalami keterjajahan secara revolusioner yang mengharuskan berperang angkat senjata, melainkan proses keterjajahan yang sistematis melalui peraturan negara kolonial yang dibuat oleh Belanda. Maka kemudian mulailah perlawanan yang dilakukan oleh Kiai Sholeh Darat untuk membebaskan bangsanya dari keterjajahan. Dengan cara mempertajam pemikiran dan pengetahuan generasi bangsa tentang agama Islam dan nasionalisme melalui lembaga pendidikan yang bernama Pesantren Darat. Hlm 78

Pesantren ini merupakan pesantren tingkat lanjut “Pascasarjana”. Jadi santri-santri yang belajar di sana sudah belajar tentang agama Islam sebelumnya. Di antara para santri Kiai Sholeh Darat ialah: Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Mahfudz Tremas, KH. Dahlan Tremas, KH. Amir Pekalongan, KH. Idris Solo, KH. Umar Solo, KH. Sya’ban Semarang, KH. Abdul Hamid Kendal, KH. Tohir Mangkang, KH. Sahal Kauman Semarang, KH. Dimyati Tremas, KH. Siraj Rembang, KH. Munawwir krapyak Jogja, KH. Dalhar Muntilan, KH. Mudzakir Sayung Demak, KH. Ihsan Jampes. Dan kiai-kiai lainya yang tersebar diseluruh Jawa. Hlm 81

Selain menjadi pusat kaderisasi ulama, pesantren ini juga menjadi tempat penggemblengan para pejuang NKRI. Tidak heran jika pesantren ini selalu diawasi Belanda. Hlm 2. Kala itu strategi yang dipakai oleh Kiai Sholeh darat dalam menggembleng santri-santrinya yang kelak menjadi pimpinan pergerakan revosulioner era kemerdekaan adalah dengan menggunakan pendekatan tasawuf. Menurut beliau, hal ini harus ditanamkan. Karena sebelum masyarakat menghendaki kemerdekaan secara fisik dari penjajah, terlebih dahulu yang dilakukan adalah memerdekaan rohaninya. Hlm 103.

Kemudian langkah perlawanan secara kultural dalam bidang pedidikan santri, dapat dijumpai dari berbagai karya beliau. Dijelaskan mulai bab 2 sampai bab 3 dalam buku ini, yang mengajari nasionalisme dalam bungkus agama seperti: haram hukumnya menyerupai penjajah, strategi arab pegon untuk mengarang kitab dan mengajarakan agama Islam supaya mudah dipahami sekaligus menyelipkan nilai-nilai nasionalisme yang tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Hal ini dilakukan agar dapat mengelabuhi kolonial Belanda, karena pada waktu itu dilarang menerjemahkan teks-teks Arab kedalam bahasa Jawa.  

Strategi Kiai Sholeh darat ini sangatlah rasional, mengingat di era tersebut masyarakat Jawa masih sangat terbelakang secara ilmu pengetahuan. Seumpama pilihanya adalah angkat senjata, sama halnya dengan bunuh diri.  Kala itu merupakan era penyadaran nasionalisme atau era ideologisasi, kemudian langkah praksisnya adalah ketika murid beliau seperti mbah Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa resolusi jihad.

Demikianlah Kiai Sholeh Darat dalam mengajarkan Nasionalisme serta perlawanan kultural terhadap kolonialisme Belanda. Sangat sarat akan tradisi keilmuan, karena beliau memadukan keagamaan dengan kebangsaan. Buku ini menjadi penting untuk kita dalam memahami nasionalisme secara substansial, yaitu tidak hanya sekadar anti asing saja. Akan tetapi lebih kepada sikap melawan terhadap segala bentuk penjajahan, baik pelakunya asing ataupun oligarki yang ada di negeri sendiri. 

Kemudian karena jauhnya kapasitas penulis resensi dari kata layak apalagi ahli. Di sini penulis hanya menyampaikan perihal kepenulisan yang terdapat percetakan yang ngeblur pada halaman 157, sehingga ini merupakan kekurangan dari buku tersebut. Selain itu terdapat beberapa keterangan yang perlu divalidasi lebih lanjut tentang kebenaran dan pendalaman sejarah atas peristiwa-peristiwa yang berlangsung di era Kiai Sholeh Darat Tersebut. Wallahu a’lam.

Judul
Kiai Sholeh Darat dan Dinamika Politik di Nusantara
Penulis
Taufiq Hakim
Penerbit
Institute of Nation Development Studies
Cetakan
Pertama, Tahun 2016
Tebal
242 Halaman
ISBN
978-602-74816-8-8
Peresensi
Ahmad Sajidin


Editor: Eykaz - Pertama terbit di Nu Jateng