Oleh: Luq Yana Chaerunnisa
pmiigusdur.com - Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) selalu diperingati setiap tanggal 8 Maret di seluruh dunia pada setiap tahunnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk merayakan keberhasilan perempuan dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial dan politik. Selain itu juga sebagai pengingat perjuangan kaum hawa untuk menyerukan kesetaraan gender.

Sejarah perayaan Hari Perempuan International berawal pada 8 Maret 1857 oleh wanita buruh tepatnya di Amerika Serikat. Dalam aksi demonstrasi perempuan buruh yang bekerja di pabrik tekstil mengalami tindakan yang semena-mena dan upah rendah yang menjadi alasan aksi tersebut. Namun setelah unjuk rasa itu dilakukan, belum ada dampak lanjutan yang signifikan.

Selang 50 tahun berlangsung, tepatnya pada tanggal 8 Maret 1907 sebanyak 15.000 perempuan kembali turun ke jalan di Kota New York untuk menuntut diberlakukannya 8 jam kerja, hak pilih dalam pemilu, serta pekerja anak. Pada tangggal 28 Februari 1909, para perempuan yang ikut andil dalam aksi tersebut mulai merayakan Hari Perempuan Nasional (NWD) yang dirayakan di seluruh wilayah di Amerika pada saat itu. Hingga tahun 1913, Perempuan di sana terus merayakan Hari Perempuan Nasional di hari Minggu terakhir setiap bulan Februari. Kemudian gerakan ini membentuk Socialist Party of America (SPA) atau Partai Sosialis Amerika di New York pada 8 Maret 1909 sekaligus menggelar aksi menuntut hak berpendapat dan berpolitik. Gerakan ini dimotori oleh Theresa Malkiel, seorang aktivis perempuan kelahiran Rusia yang bekerja sebagai buruh pabrik Garmen di New York sejak berusia 17 tahun.

Aksi dengan tujuan yang sama juga dilakukan oleh perempuan dari beberapa negara di Eropa pada 19 Maret 1909. Yakni memperjuangkan hak pilih untuk kaum perempuan. Dalam buku The Joy of Family Tradisions (2011), Jennifer Trainer Thompson mengatakan bahwa aksi-aksi ini melibatkan lebih dari satu juta orang dari seluruh dunia.

Musibah kebakaran di New York yang menewaskan 146 orang buruh perempuan pada bulan yang sama, sontak menjadi sorotan. Terlebih dengan kondisi dan perlakukan buruk yang dialami kaum buruh perempuan kala itu. Hal ini semakin menguatkan tekad bahwa perempuan sedunia harus bergerak bersama demi kesetaraan.

Pada tanggal 26-27 Agustus 1910, diselenggarakan Internasional Socialist Women’s Conferences atau Konferensi Perempuan Sosialis Internasional di Kopenhagen, Denmark. Konferensi itu dihadiri perwakilan dari puluhan negara di dunia.  Dalam konferensi tersebut, sosialis Jerman bernama Luise Zietz mengusulkan agar Hari Perempuan harus diperingati secara Internasional. Usulan ini disetujui sebagian besar peserta, namun belum diputuskan tanggal peringatannya.

Akhirnya, setelah terjadi perdebatan mengenai kapan tanggal yang tepat dijadikan sebagai Hari Perempuan Sedunia. Maka dihasilkan dua pilihan. Pertama, tanggal 8 Maret, sesuai dengan tanggal yang dilakukannya unjuk rasa kaum buruh perempuan di New York pada tahun 1857, 1907, dan 1909. Sedangkan opsi kedua, yaitu tanggal 19 Maret, yang didasarkan pada digelarnya aksi demonstrasi kaum perempuan secara serentak di beberapa negara di Eropa pada tanggal 19 Maret 1909. Selama proses menuju penetapan tanggal, 8 Maret maupun 19 Maret, para pendukung dari kedua pengusung, tetap konsisten bergerak menyuarakan hak-hak bagi perempuan.

Pada tanggal 19 Maret 1911, lebih dari sejuta orang di Eropa yang meliputi sejumlah negara Austria, Hungaria, Denmark, Jerman, dan Swiss, menggelar aksi demi mewujudkan hak politik, hak memilih, serta hak mendapat jabatan publik  bagi perempuan. Serta memprotes perlakukan diskriminatif, termasuk pelecehan seksual terhdap buruh perempuan di tempat kerja.

Selain itu, para pendukung 8 Maret juga terus bergerak menyuarakan pendapat di muka umum setiap tanggal itu. Walaupun belum disahkan sebagai hari Perempuan sedunia, namun Amerika Serikat selalu merayakan Hari Perempuan Nasional setiap tahunnya di tanggal itu.

Pada hari Minggu terakhir, tanggal 23 Februari 1917, dalam kalender Julian yang digunakan di Rusia kala itu, sama dengan kalender Gregorian yang jatuh pada tanggal 8 Maret. Para perempuan Rusia melakukan aksi demonstrasi  dengan gerakan yang bertajuk “Roti dan Perdamaian” sebagai bentuk respon terhadap tewasnya 2 juta tentara Rusia di medan perang. Walaupun usaha para perempuan Rusia ini mendapat kecaman dari pemimpin politik namun aksi demonstrasi ini tetap dilakukan oleh mereka, hingga 4 hari kemudain Tsar Rusia memberikan hak memilih untuk para perempuan.

Selama beberapa dekade, hari perayaan perempuan selalu diperingati dan dirayakan oleh lintas negara. Selama beberapa dekade tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah menggelar konferensi untuk mengkoordinasi upaya-upaya internasional demi memperbaiki hak-hak perempuan dan partisipasi dalam proses sosial, politik, maupun ekonomi. Hingga akhirnya pada tanggal 8 Maret 1975, PBB mulai memperingatinya walaupun belum ditetapkan secara resmi. Kemudian pada tanggal 8 Maret 1977, International Women’s Day atau Hari Perempuan Sedunia ditetapkan dan terus diperingati sampai saat ini di seluruh dunia.

Dalam sebuah artikel Women and Youth Development Institute of Indonesia menyebutkan bahwa di beberapa negara seperti Afghanistan, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Burkina Faso, Kamboja, Kuba, Laos, Mongolia, Vietnam kemudian China (hanya untuk perempuan saja) dan beberapa negara lainnya telah resmi menjadikan International Women’s Day sebagai hari libur nasional. Secara Tradisional, mereka menganggap bahwa hal ini dilakukan sebagai sebuah bentuk penghormatan terhadap ibu, pacar, kolega, dan semacamnya dengan memberikan sebuah bunga dan hadiah-hadiah sederhana. Kemudian ada juga yang menyamakannya sebagai Hari Ibu, di mana anak memberi hadiah sederhana kepada ibu dan nenek mereka.

Direktur eksekutif UN Women, Phumile Mlambo-Ngcuka mengatakan bahwa "International Women’s Day ini tidak hanya untuk perempuan, tetapi untuk semua orang”. Karena setiap individu bertanggung jawab terhadap pikiran dan tindakan yang dilakukannya setiap hari. Semua orang memiliki kesempatan untk merefleksikan perlawanan terhadap stereotip, bias, perspektif yang keliru, serta menyuarakan pencapaiannya dalam berbagai bidang.

Walaupun sekarang sudah banyak “role model” perempuan dalam setiap aspek kehidupan, ada yang jadi astronot, perdana menteri, juga banyak hak-hak perempuan yang  telah diatur dalam perundang-undangan, sehingga orang-orang akan berpikir bahwa perempuan telah mendapatkan kesetaraan yang sebenarnya. Hal itu tentu sebuah perubahan yang baik. Namun tak dapat dipungkiri ketika masih ada perempuan yang masih hidup di bawah standar, gaji yang lebih rendah, mendapatkan perlakuan yang buruk dari tempat ia bekerja, kemudian juga tidak sedikit kasus-kasus kekerasan dan ketidaksetaraan yang masih ada sampai sekarang. Maka dari itu, semangat memperjuangkan keadilan tak hanya dilakukan saat event-event besar saja, namun setiap harinya jadikanlah sebagai Hari Perempuan Internasional agar semangat memperjuangkan kesetaraan dan keadilan akan selalu terjaga. Seperti apa yang dikatakan oleh Gus Dur bahwa memperjuangkan hak-hak wanita adalah pekerjaan yang masih berat di masa kini, hingga wajiblah kita bersikap sabar dan bertindak hati-hati dalam hal ini.


Editor: Eykaz
Ilustrasi: pmiigusdur.com