Oleh: Almaidah
"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya". R.A Kartini

pmiigusdur.com - Seorang perempuan yang sangat masyhur dengan nama Raden Ajeng Kartini atau kita menyapanya: Kartini, merupakan tokoh yang kita kenal sebagai pelopor emansipasi perempuan di Indonesia. Ia lahir pada tanggal, 21 April 1879 di Mayong, Jepara, Hindia Belanda (baca: Indonesia). Itu hanya sedikit dari sejarah kehidupan tentang kartini dan surat-suratnya yang sudah banyak dibukukan.

Mengapa hanya Kartini?

Seperti yang kita lakukan setiap tahunnya, peringatan Hari Kartini jatuh pada tanggal kelahiraanya yaitu, 21 April. Hari lahirnya pun diperingati sebagai Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN). Pahlawan perempuan itu memang pantas mendapatkan kehormatan yang luar biasa. Lalu, mengapa hanya Kartini saja? Mengapa tak semua pahlawan perempuan diperingati sebagai PHBN? Bukankah mereka semua berjasa?

Semua pahlawan perempuan berjasa untuk negeri dan kaumnya, sebut saja Cut Nyak Dien. Ia adalah pahlawan perempuan yang terjun langsung dalam peperangan. Ia adalah perempuan. Ia juga mempunyai andil yang besar terhadap kemerdekaan negeri ini. Lalu apa yang dilakukan Kartini?

Kartini memang tidak turut serta dalam peperangan. Bahkan gadis itu hidup dalam pingitan, terpenjara dalam dinding yang tebal dan tinggi. Ia keturunan seorang bangsawan, anak dari seorang bupati. Betapa hati dan pikirannya tercabik-cabik, gadis muda dan cerdas itu harus terhalang tembok yang penuh feodalisme. Namun, itu semua tak menyurutkan semangat Kartini. Suaranya terdengar hingga seluruh Hindia Belanda.

Pada masa kolonial, jerat feodalisme sangatlah kuat. Hingga Kartini menganggap bahwa hal ini tak masuk akal. Perempuan hanya mempunyai peran yang tiada arti: Masak, Macak, dan Manak (Masak, Bersolek, dan Melahirkan). Masak, perempuan hanya boleh melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan dapur saja. Macak, selain pekerjaan dapur perempuan dituntut selalu cantik sebagai pemuas para lelaki. Manak, perempuan diibaratkan hanya mesin produksi keturunan. Selain itu, perbudakan dan pernikahan dini menjadi hal yang lumrah pada masa itu.

Pada masa pingitan ia habiskan untuk membaca, salah satu buku yang menjadi kecintaannya adalah buku milik Multatuli berjudul: Max Havelaar. Kartini mengalami pergulatan batin yang luar biasa. Ia menulis apa yang ia dan rakyatnya rasakan. Ia tak kuasa melihat penderitaan kaum perempuan. Ia mengrimkan surat-suratnya pada sahabatnya, yaitu: Nyonya Abendanon.

Melalui tulisannya lah, ia menuangkan segala pikiran dan hatinya terhadap kondisi sosial yang dihadapi bangsanya. Bangsa yang hidup dalam tatanan feodalisme. Kartini adalah pelopor bagi kaum perempuan. Ia bercita-cita untuk kaum perempuan yang cerdas dan berani. Perempuan harus mendapatkan pendidikan yang layak. Kartini membuka pikiran para perempuan pribumi bahwa peran perempuan setara dengan laki-laki. Perempuan adalah mulia dan berharga. Berkat tulisannya lah, Kartini menjadi seorang pelopor gerakan feminisme di Indonesia. Bahkan, karyanya abadi hingga sekarang.

Memperingati dan Peringatan Hari Kartini

Di Indonesia terdapat beragam kegiatan untuk memeriahkan Hari Kartini. Misalnya lomba memasak, mengenakan kebaya, maupun kontes kecantikan. Hal itu menjadi lumrah di negeri ini, sebagian besar kegiatannya hanya melulu tentang peran domestik dan lebih menonjolkan sisi kecantikan saja.

Ironisnya, lembaga pendidikan seolah-olah ikut mengamininya. Perayaan Hari Kartini hanya soal busana dan kecantikan saja. Padahal, lembaga pendidikan merupakan wadah yang dicita-citakan Kartini pada masa itu, agar perempuan pribumi berpikir modern tanpa feodalisme yang bertahun-tahun mengakar di negrinya.

Perayaan semacam itu, memadamkan semangat Kartini dalam memperjuangkan hak perempuan. Bahwa perempuan tak hanya mempunyai peran domestik saja. Perempuan berhak mewujudkan mimpinya. Semangat dan perjuangan Kartini-lah yang seharusnya dirayakan. Jika hari ini perempuan sudah bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, apakah masalah perempuan sudah selesai? Apa yang seharusnya Kartini masa kini lakukan?

Budaya patriarki yang merupakan bagian dari feodalisme masih mengakar kuat. Selain budaya patriarki, perempuan kini dihadapkan dengan budaya konsumtif dan hedonis. Hal ini seharusnya menjadi refleksi kita bersama. Agar cita-cita yang diidam-idamkan Kartini tak pernah surut. Parahnya, perempuan dari masa kolonial hingga kini masih saja tak punya ruang aman. Entah itu di lembaga pendidikan, tempat kerja, dan tempat umum. Mereka selalu mempunyai potensi untuk dilecehkan bahkan diperkosa.


Hal ini seolah-olah menjadi peringatan, agar perempuan mempunyai rasa nyaman di manapun ia berada tanpa merasa takut. Banyak sekali permasalahan bagi kaum perempuan ini. Hari Kartini adalah memperingati semangat perjuangan Kartini dan peringatan agar masalah bagi kaum perempuan dapat segera terselesaikan. Perjuangan Kartini dahulu dan sekarang mungkin berbeda. Tetapi Semangat Kartini akan tetap abadi dalam hati dan pikiran.



Penulis adalah pengurus LPSAP 2019/2020 PMII Rayon Abdurrahman Wahid
Editor: eykaz
Ilustrasi: komunikasi.um.ac.id