Oleh : Moh. Aji Firman

Bulan september menjadi saksi pilu dalam sejarah Indonesia. Sejak tahun 1965 hingga sekarang terjadi berbagai peristiwa yang menjadikan catatan hitam bagi sejarah Bangsa Indonesia. Berbagai kasus penculikan, pembunuhan, hingga pembantaian banyak ditemui. Padahal sudah sangat jelas bahwasannya kasus-kasus tersebut merupakan sebuah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), namun hingga kini kasus itu tidak menemukan titik terang siapa pelaku dan apa motif dibalik itu semuanya.

  • Pembunuhan enam Jendral

Malam 30 September 1965 menjadi peristiwa pilu dimana enam perwira tinggi Militer Indonesia diculik secara misterius. Selang beberapa hari Soeharto memerintahkan anggotanya untuk mencari keberadaan para Jendral yang diculik. Penyisiran tersebut membuahkan hasil dimana keenam Jendral ditemukan tak bernyawa lagi di Lubang Buaya, sebuah sumur sempit yang memiliki kedalaman sekitar 8 meter. Enam Jendral itu adalah Letjend Ahmad Yani, Mayjend Suprapto, Mayjend S. Parman, Mayjend Haryono M.T, Brigjend D.I Pandjaitan, dan Brigjend Sutojo Siswominahardjo.

  • Peristiwa Semanggi II

Pada tanggal 24 September 1999 terjadi sebuah aksi gerakan Mahasiswa. Aksi ini adalah aksi lanjutan yang digelar pada November 1998. Ribuan mahasiswa turun ke jalan untuk menolak Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan menuntut pencabutan dwi fungsi ABRI. Yun Hap seorang Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia tewas tertembak dibagian punggung kiri oleh peluru panas aparat tentara. Selain Yun Hap ada sekitar 11 orang lainnya meninggal dunia dan 217 orang luka-luka. Namun hingga sekarang kasus Semanggi II masih belum jelas penangannya.

  • Terbunuhnya Munir said Thalib

Munir Said Thalib atau yang akrab dengan sapaan Munir, lahir di Malang pada tanggal 8 desember 1956. Munir merupakan seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sejak kuliah di fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Ketertarikannya dalam menggeluti bidang advokasi hukum sangat tinggi. Maka dari itu dirinya aktif diberbagai organisasi yang berbasis hukum.

Pada tanggal 7 September 2004 Munir melakukan perjalanan ke Amsterdam menggunakan pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-974 untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas Uctrecht di Amsterdam, Belanda. Didalam pesawat Munir mengalami sakit perut sehingga mengharuskan dirinya bolak-balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk memeriksa kondisi Munir namun sebelum sampai mendarat ke Bandara Munir telah dipastikan meninggal dunia.

Pada tanggal 12 Oktober 2004 setelah dilakukannya otopsi terhahadap mayat Munir, polisi Belanda mengeluarkan kabar bahwa ditemukannya senyawa arsenikum didalam tubuh Munir. Yang kemudian kabar tersebut juga dibenarkan oleh polisi Indonesia. Sesaat setelah itu, pada tanggal 20 desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot penerbangan pesawat Garuda divonis 14 tahun penjara karena telah menambahkan senyawa arsenik pada makanan Munir.

  • Terbunuhnya Salim Kancil

Salim Kancil adalah seorang seorang pejuang keadilan didesanya, Desa Selok Awar-Awar, kecamatan Pasirian, kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Perjuangannya dimulai ketika lahan sawah miliknya dihancurkan oleh sekelompok orang untuk dijadikan lokasi penambangan pasir. Salim dan sebelas orang warga lainnya kemudian membentuk forum komunikasi masyarakat peduli desa Selok Awar-Awar. Forum yang diketuai oleh Salim menggugat perihal penambangan pasir yang mengakitbatkan rusaknya lingkungan didesa Selok Awar-Awar.  Mereka mulai aktif melakukan gerakan advokasi dengan cara surat-menyurat kepada pemerintah setempat dari mulai desa sampai kabupaten.

Pada tanggal 9 September 2015 forum yang digagas oleh Salim mendapatkan undangan untuk audiensi dengan pemerintah. Memang benar, undangan audiensi tersebut  membuahkan hasil, yakni; menghasilkan surat pernyataan bahwa pemerintah desa akan menghentikan penambangan pasir. Namun tidak selesai sampai disini saja,  pada hari yang sama Salim dan warga mendapatkan ancaman pembunuhan.

Akhirnya pada tanggal 26 September 2015 Salim dan warga melakukan aksi damai menolak penambangan pasir, selebaran aksi damai dibaca oleh seseorang dan satu jam setelahnya Salim didatangi oleh sekelompok orang dirumahnya dan diseret ke Balai desa serta mendapatkan penganiayaan hingga meninggal dunia.

  • Aksi Mahasiswa menolak Rancangan Undang-undang

Dalam detik-detik akhir masa jabatannya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan beberapa Undang-undang (UU), diantaranya adalah UU KPK dan RKUHP. Namun Undang-undang tersebut menjadi hal yang kontroversi karena banyak mendapatkan kritik dari para Mahasiswa dan akademisi.

Melalui kajian-kajian dipojok kampus, Mahasiswa mulai mengkaji dan merancang aksi untuk menuntut DPR RI agar membatalkan pengesahan RUU yang kontroversional tersebut. Hingga pada tanggal 23 September 2019, Mahasiswa dari berbagai kampus mulai turun kejalan melakukan aksi menolak RUU KPK dan RKUHP. Selain didepan Gedung DPR RI, berbagai aksi pun digelar oleh mahasiswa dikantor DPRD setempat. Diantaranya yaitu Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya, Sulawesi Selatan dan kota besar lainnya.

Hingga detik ini tanggal 30 September 2019 tercatat korban aksi demonstrasi ada tiga orang Mahasiswa meninggal dunia dan ratusan mahasiswa terluka. Dua orang Mahsiswa itu adalah Randi, seorang Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Haluoleo Kendari ditembak peluru panas oleh aparat keamanan yang menjaga aksi demonstrasi di Kendari, Sulawesi Utara. Sementara La Ode Yusuf Kardawi mengalami kritis beberapa hari akibat dihantam kepalanya oleh aparat. Selain dari Mahasiswa, demonstrasi juga diikuti oleh beberapa kelompok pelajar STM dan SMK. Dari barisan pelajar juga ada korban meninggal dunia yaitu Bagus Putra Mahendra siswa SMA Al Juhad Tanjung Priuk, Jakarta Utara meninggal dunia karena tertabrak oleh truk kontainer didepan gedung DPR RI.

Demikianlah sejarah mencatat, September dari waktu ke waktu menjadi catatan hitam bagi sejarah Bangsa Indonesia. Bangsa yang dikenal dengan rasa toleransinya yang sangat tinggi namun berbagai perpecahan, pelanggaran HAM, dan tindak kriminal lainnya terjadi setiap tahunnya. Adanya lembaga yang diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan yang seharusnya diisi oleh aktivis dan akademisi kini hanya menjadi sarang tikus-tikus kantor.

Tentu kita berharap berbagai permasalahan segera diusut dan pelakunya dihukum sesuai prosedur yang ada. Sudah seharusnya sebagai mahasiswa terus menjadi garda terdepan untuk  menyuarakan keadilan dan kebenaran yang ada. Karena sesakit apapun kebenaran harus tetap disuarakan dengan lantang. Panjang umur Pergerakan, panjang umur perlawanan.

 

Hidup Mahasiswa!

Hidup Rakyat Indonesia!

 

Penulis adalah Pengurus PMII Rayon Abdurrahman Wahid yang belum ngapa-ngapain tapi sudah di demisionerkan.

Ilustrasi : Nazih