Ilustrasi Pendidikan kritis Mansour Faqih oleh: Dai

A

A.    Latar Belakang Kehidupan Mansour Faqih

Mansour Faqih lahir pada tanggal 10 Oktober 1953, di Ngawi, Bojonegoro, Jawa Timur. Dia adalah anak pertama dari sembilan saudara yang semuanya adalah laki-laki. Orang tua Mansour Faqih adalah Mansur bin Yahya dan Siti Maryam binti Imam Fakih. Mansour Faqih menikah dengan Nena Lam'anah dan memiliki dua anak, Farabi Faqih dan Fariz Faqih.

Kehidupan Mansour Faqih yang tergolong sederhana dijelaskan dalam Obituari untuk Mansour karya Puthet Ea. Namun, komitmennya terhadap pemberdayaan tidak boleh remehkan. Bahkan, penggemar film The Burning Season dan Apocalypse Now dalam hal ini sangat ragu-ragu dalam menggunakan istilah "penyandang cacat" atau tidak mampu. Dia menggunakan different ability atau disingkat diffable, untuk kemampuan yang berbeda. Dia selalu memiliki sikap positif dan melihat perbedaan sebagai bagian penting dari setiap hak-hak manusia.

Mansour Faqih banyak mengikuti organisasi kelompok marginal. Kehidupan pribadi dan kemajuan intelektual Mansour, bersama dengan jejaring sosial yang mendukung mereka, telah memberinya nickname "khalayak luas". Karir Mansour Faqih dimulai ketika ia lulus sebagai sarjana di Fakultas Ushuluddin IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah di Jakarta pada awal 1970. Ketika teman-temannya memasuki bidang politik,  Mansour memutuskan untuk memusatkan pemikirannya di seluruh proses pendidikan, mulai mengikuti rasionalisme Islam, dan berpartisipasi aktif dalam Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (LP3S).

Pikiran dari Mansour Faqih dianggap mewakili pemikiran Karl Marx. Namun, Mansour sering memperkenalkan Marxisme sebagai kritik terhadap Marxisme tradisional lebih sesuai dengan kritik Antonio Gramsci terhadap gagas hegemonik yang ia gunakan. Kemudian, Paulo Freire; seorang pelopor dalam pendidikan kaum tertindas, Jurgen Habermas; salah seorang penganut Kritisisme Mazhab Frankfurt, serta Michel Foucault; seorang pendukung terkemuka posmodernisme yang menghindari nilai-nilai tradisional seperti realisme dan pemahaman, berkontribusi pada perkembangan ini.

Buku-buku Mansour Fakih yang disebutkan di sini termasuk, antara lain: Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial; Pergolakan Ideologi LSM di Indonesia; An Analysis of Gender and Social Transformation (Analisis Gender dan Transformasi Sosial); Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi; dan Jalan Lain: Manifesto Intelektual Organik. Banyak karya Mansour yang masih tersedia, yang dapat ditemukan di buku-buku seperti buku karya William F. Oneill’s “Ideologi-ideologi Pendidikan”,  yang memiliki subtitle “ideologi Dalam Pendidikan”. Ada juga buku oleh Francis Wahono dengan judul "Komodifikasi Pendidikan Sebagai Ancaman Kemanusiaan" menjadi pengantar buku Francis Wahono (Kapitalisme Pendidikan Antara Kompetisi dan Keadilan).

 

B.     Pendidikan Kritis Mansour Faqih

Mansour Faqih menegaskan bahwa paradigma pendidikan kritis adalah salah satu yang mendorong pendidikan untuk terlibat dalam refleksi kritis pada ideologi dominan yang mengarah pada transformasi sosial. Kritik Mansour Faqih terhadap teori pendidikan kritis adalah hasil dari keterlibatan Mansour dengan ide-ide Paulo Freire. Roem Topatimasang dan Toto Rahadjo, yang bersama-sama menulis "Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis," menyediakan paradigma alternatif pendidikan. Buku yang terinspirasi oleh gagasan memfasilitasi pembelajaran kolaboratif melalui pendidikan partisipatif.

Menurut situasi saat ini, peran utama pendidikan dalam mencapai transformasi sosial adalah untuk memajukan kesadaran. Menurut Mansour Faqih, pendidikan adalah proses yang mengembangkan keterampilan intelektual dalam memunculkan kesadaran kelas dan kesadaran kritis. Secara umum, proses pendidikan, baik formal maupun informal, memiliki motivasi yang kuat untuk membenarkan sistem dan struktur sosial yang ada, serta proses perubahan sosial yang lebih kuat.

Menurut Mansour Faqih, tujuan pendidikan kritis adalah untuk membantu orang-orang yang dehumanisasi sebagai akibat dari sistem dan struktur yang tidak sehat kembali ke kehidupan normal. Berdasarkan masalah tersebut, Mansour mencoba menawarkan konsep kurikulum berpikir kritis. Konsep yang melatih siswa untuk mengidentifikasi "ketidakadilan" dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian melakukan analisis tentang bagaimana mentransformasikannya.

Selain fokus pada tujuan pendidikan, pada hakekatnya juga menangani tujuan hak asasi manusia. Karena manusia hanya menggunakan pendidikan sebagai alat untuk mengelola kehidupan sehari-hari mereka, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Menurut Mansour Faqih, yang menawarkan umpan balik kritis, setiap jenis pendidikan harus mampu menciptakan ruang di mana kritik terhadap sistem sosial dan struktur organisasi yang mengarah pada sistem yang lebih efektif dapat dilakukan. Dengan kata lain, pendidikan adalah bentuk pekerjaan yang paling umum dilakukan oleh setiap orang, tetapi eksekusi yang tepat membutuhkan sistem yang sehat. Sebagai hasilnya, menurut Mansour Faqih, tujuan pendidikan adalah untuk membuat orang menjadi pemikir kritis yang dapat menyebabkan transformasi sosial. Tujuan pendidikan kritis adalah untuk menanamkan pemikiran kritis pada orang sehingga mereka menyadari perubahan apa pun yang terjadi di lingkungan mereka, apakah mereka berada di bidang hubungan sosial, politik, budaya, ekonomi, pendidikan, atau agama. Untuk mengubah situasi di atas, harus ada beberapa jenis latihan pemikiran kritis yang hanya dapat dilakukan oleh masyarakat dalam arti yang sesungguhnya dan terfokus ketat. Jadi masyarakat akan memiliki keterampilan berpikir kritis jika mereka sudah melakukan upaya serius untuk memahami realitas mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Oleh karena itu, inti dari proses pendidikan kritis ini yaitu adanya penekanan terhadap peningkatan kesadaran. Dalam keadaan ini, diharapkan bahwa tujuan pendidikan akan berhasil dicapai. 

 

Penulis: Naila Silmi Kaffah

Editor: Agustin