Ilustrasi Syekh Abdul Qodir al-Jailani oleh: Da'i Tamam

Pernahkah Anda renungkan tentang apa yang harus dilakukan setiap Mu’min dalam segala situasi dan kondisi? Jika Anda seorang yang beriman berikut adalah nasehat dari Syekh Abdul Qodir al-Jilani (470-561 H).

Sang Sulthanul Auliya’ dalam kitab Futuhul Ghaib menerangkan tiga perkara yang wajib diperhatikan oleh setiap Mu’min di dalam seluruh keadaan. Dalam hal ini, perkara tersebut bisa dijadikan sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

Dalam kitabnya dituliskan: “Ada tiga perkara yang wajib diperhatikan oleh setiap Mu’min didalam seluruh keadaan.”

لا بد لكل مؤمن في سائر أحواله من ثلاثة أشياء : أمر يمتثله، ونهي يجتنبه، وقدر يرضى به، فأقل حالة المؤمن لا يخلو فيها من أحد هذه الأشياء الثلاثة، فينبغي له أن يلزم همها قلبه، وليحدث بها نفسه، ويؤاخذ الجوارح بها في سائر أحواله.

Pertama: Melaksanakan segala perintah Allah SWT., yaitu sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT., kita harus senantiasa mengingat-Nya dalam segala hal. Dalam hal ini, mengingat Allah SWT. dalam artian selalu beribadah dan menghambakan diri dalam segala situasi dan kondisi.

Ketika kita di hadapkan pada masalah yang besar, kita harus tetap sabar dan tetap melaksakan perintah Allah SWT., karena kita yakin bahwa masalah yang kita hadapi itu adalah bentuk ujian dari-Nya pada Hamba-Nya. Begitupun sebaliknya, jika kita diberi kesenangan oleh Allah SWT. kita harus senantiasa bersyukur dan ingat bahwa semua itu atas kuasa-Nya. Jadi sebagai seorang yang beriman, kita harus selalu melaksanakan perintah-Nya. Oleh karena itu, kita harus bisa membedakan antara Mu’min dan Muslim. Orang yang Mu’min sudah pasti Muslim, tapi orang yang Muslim belum tentu Mu’min.

Kedua, Menjauhkan diri dari segala yang haram, yaitu sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT. kita tidak hanya menjalankan perintahnya saja, tetapi juga harus menjahui semua larangan-Nya.

Seperti yang selalu Gus Baha ingatkan dalam ceramahnya, beliau sering mengatakan bahwa apapun yang kalian lakukan atau kerjakan yang terpenting tidak melakukan perbuatan haram, maka kerjakanlah. Meskipun mubah sekalipun, kalau kita cari sudut pandang yang berbeda, maka mubah bisa menjadi sunnah bahkan wajib.

Hukum asal tidur adalah mubah. Namun, ketika kita tidur untuk menjaga diri kita agar terhindar dari perbuatan maksiat, maka hukum tidur berubah menjadi wajib. Ketika hal itu bisa membantu menambah ketakwaan di jalan Allah, seperti kita tidur di siang hari untuk memperbanyak ibadah di malam hari, maka hukum tidur tersebut adalah sunnah.

Ketiga, Ridho dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah SWT. atau sering kita kenal dengan sebutan takdir, yaitu menerima segala yang ditetapkan oleh-Nya kepada kita. Dalam agama islam, takdir itu dibagi menjadi dua macam, yakni qada dan qadar. Seseorang yang mampu menerima takdirnya dengan ikhlas menandakan bahwa ia memiliki tingkat keimanan yang tinggi. Dalam keadaan apapun baik suka maupun duka, manusia harus menerima takdir. Sebab, takdir merupakan kehendak dari Allah SWT. yang tidak dapat diubah.

Dalam hal ini belajar menerima ketetapan Allah SWT. bukan langsung pada suatu hal yang besar, melainkan pada hal-hal kecil. Seseorang yang menerima takdir-Nya tidak akan pernah merasa susah dalam hidup, karena orang tersebut yakin bahwa semua hal yang menimpa pada dirinya itu atas kehendak Allah SWT.

Ketika ada orang yang mendzolimi atau berprilaku buruk kepada kita, kita harus terima dan tidak boleh membenci orang itu karena itu semua merupakan takdir Allah yang tidak bisa kita ubah. Jika kita membenci orang yang berperilaku buruk kepada kita itu artinya kita tidak menerima ketetapan Allah atas perilaku buruk orang tersebut.

Sudahkah kita beriman kepada Allah SWT. sesuai apa yang disampaikan Syekh abdul Qodir al-jailani atau malah keimanan kita sekedar percaya kepada Allah SWT. tanpa mendalami apa itu takwa dan apa sebenarnya qada dan qadar-Nya?

Semoga saja kita menjadi lebih baik dan selalu mendapatkan ridho-Nya.

Sumber: Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Fatuhul Ghaib, Risalah 1, Al- Maqolatul Ula, Fima Labudda Likuli Mu’minin. (Jakarta: Qaf Media Kreatif 2018).

Penulis: Ahmad Muzni Muis  

Editor: Agustin