Ilustrasi penyakit jantung koroner

Puasa merupakan ibadah yang wajib dilakukan umat Islam selama bulan Ramadan. Namun,  puasa dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi pasien jantung. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui kriteria pasien jantung  boleh atau dilarang berpuasa.

Puasa dapat mempengaruhi kesehatan jantung karena berbagai faktor, antara lain: Perubahan pola makan, peningkatan risiko dehidrasi, perubahan aktivitas fisik, dan efek psikologis. Selain itu, kita juga harus mempertimbangkan efek minum obat jantung saat berpuasa. Jenis penyakit jantung yang diperbolehkan untuk berpuasa adalah pada pasien jantung kategori ringan, yaitu termasuk hipertensi terkontrol, angina stabil, gagal jantung dengan LVEF > 35%, implantasi alat pacu jantung, penyakit katup jantung ringan atau sedang,  SVT, fibrilasi atrium, dan aritmia ventrikel berat.

Puasa diperbolehkan jika pasien tidak menderita penyakit jantung koroner berat yang bisa membahayakan nyawa pasien. Pasien berisiko tinggi terkena penyakit jantung, seperti hipertensi yang tidak terkontrol, sindrom koroner akut/infark miokard. Puasa bagi pasien penyakit jantung perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.

Pasien dengan risiko penyakit jantung rendah atau sedang boleh berpuasa, sedangkan pasien dengan risiko penyakit jantung tinggi sebaiknya tidak berpuasa. Penderita jantung koroner boleh melakukan puasa apabila pasien tersebut belum memasuki fase penyakit jantung berat. Dikarenakan apabila dipaksakan puasa bisa memperparah kondisi pasien dan bisa menyebabkan kematian.

Prinsip berpuasa pada pasien jantung koroner intinya boleh dilakukan asalkan pada penderita jantung koroner ringan seperti Angina stabil, Hipertensi terkontrol, AMI, dan lain-lain. Sedangkan pada pasien jantung koroner kategori berat seperti pasien gagal jantung berat, hipertensi pulmonal, dan penyakit komplikasi tidak diperbolehkan.

Hal yang harus diperhatikan selama berpuasa pada penderita jantung koroner apabila ditemukan tanda – tanda: Pusing, Nyeri dada, Sesak nafas, Jantung berdebar dan pingsan maka puasa harus segara dihentikan dan dibatalkan.


Penulis: Prima Trisna Aji (Dosen Spesialis Medikal Bedah dari Indonesia, S3 PhD Lincoln College University Malaysia)

Editor: Agstn