Ilustrasi Halal bi Halal: mansajululum.ponpes.id

Kemarin dipertengahan bulan Ramadan sempat viral acara Buka Bersama (Bukber) dengan lanyard pekerjaan atau penghargaan yang dimiliki dan dibanggakan. Walaupun itu hanya sebatas untuk candaan, kita dapat mencari alternatif lain yang lebih menekankan pada esensi kebersamaan tanpa harus menyelipkan unsur-unsur tersebut. Pada hakikatnya, acara Bukber seharusnya hanya menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama, bermuwajahah dengan kawan lama, tanpa adanya motif gaya-gayaan atau riya'.

Setelah melihat realitas sosial tersebut, kita perlu khawatir akan terjadi pergeseran esensi bukber yang sebenarnya. Tujuan awalnya yang ingin mempererat tali silaturahmi antar sesama, justru bergeser menjadi ajang pameran sosial. Pada dasarnya, bersosial itu bukanlah tentang menunjukan siapa diri kita, melainkan untuk mengasah rasa sensitif terhadap lingkungan sekitar.

Saat momen lebaran tiba, biasanya akan diikuti dengan acara Halal bi Halal, sebuah tradisi yang umum dilakukan masyarakat. Di sini, seluruh keluarga besar berkumpul dari berbagai perbedaan, termasuk strata sosial yang berbeda-beda. Namun, kita berharap bahwa momentum Halal bi Halal ini tidak dijadikan sebagai ajang untuk pamer sugih-sugihan (menonjolkan status sosial kekayaan) atau riya’ antar keluarga, karena esensi sesungguhnya dari momen Halal bi Halal adalah sebagai kesempatan untuk saling memaafkan dan mempererat tali silaturahmi antar sesama.

Meski demikian, perlu juga kita sadari bahwa tradisi-tradisi seperti buka bersama dan Halal bi Halal bukanlah segalanya. Momen-momen tersebut adalah bagian dari kehidupan sosial yang seharusnya memperkuat hubungan sesama manusia dan meningkatkan rasa kebersamaan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk senantiasa menjaga esensi dari tradisi-tradisi tersebut agar tidak terjebak dalam sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman.


Penulis: Notula Mas Mentri

Editor: Agustin