Potret pemateri memaparkan materi diskusi di Tugu Muda, Semarang Sabtu (27/09/2025). (Dok. Lala).

Pmiigusdur.com — Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Abdurrahman Wahid menyelenggarakan Diskusi September Hitam di Tugu Muda Semarang, Sabtu (27/09/2025). Acara ini menghadirkan pemateri Nurcholis serta diikuti oleh puluhan mahasiswa dan masyarakat yang peduli terhadap isu hak asasi manusia.

Nurcholis mengawali diakusinya dengan menyebut tragedi penculikan enam jenderal pada 1965 sebagai luka nasional yang belum sepenuhnya memperoleh keadilan. Ia juga menyoroti peristiwa Tanjung Priuk, konflik antara masyarakat muslim dan rezim Orde Baru, yang menurutnya masih menyisakan luka kolektif.

“Komnas HAM hingga kini tidak memberi dampak berarti,” ujarnya dengan nada tegas. 

Menurut Nurcholis, lembaga tersebut belum menjalankan fungsi pendampingan terhadap korban secara serius.

"Lembaga tersebut belum menjalankan fungsi pendampingan terhadap korban secara serius," tuturnya.

Ia menambahkan bahwa sikap pasif Komnas memicu keraguan publik terhadap independensi dan keberpihakannya.

"Sikap pasif Komnas memicu keraguan publik terhadap independensi dan keberpihakannya," tambahnya.

Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta mengajukan sebuah pertanyaan.

"Lebih penting mana antara revolusi moral dengan revolusi negara? tanyanya.

Nurcholis menjawab bahwa revolusi moral adalah fondasi yang harus ditumbuhkan lebih awal sebelum seseorang mengemban jabatan publik. 

"Revolusi moral adalah fondasi yang harus ditumbuhkan lebih awal sebelum seseorang mengemban jabatan publik," katanya.

Ia menegaskan bahwa tanpa landasan moral yang kuat, revolusi negara hanya akan menjadi pergantian kekuasaan kosong.

"Tanpa landasan moral yang kuat, revolusi negara hanya akan menjadi pergantian kekuasaan kosong," ucapnya.

Peserta lainnya pun turut bertanya.

“Apakah rezim sekarang akan flashback ke era Soeharto?”.

Nurcholis menjawab, mengacu pada latar belakang presiden yang dianggap militeristik dan memiliki catatan kelam terkait HAM, bahwa ada kemungkinan rezim sekarang akan mengulang pola lama.

"Ada kemungkinan rezim sekarang akan mengulang pola lama," jawabnya.

Ia mengingatkan bahwa sejarah harus dijadikan cermin agar pelanggaran masa lalu tidak terulang.

"Sejarah harus dijadikan cermin agar pelanggaran masa lalu tidak terulang," pesannya.

Diskusi ini menegaskan bahwa tanpa keberanian institusi dan partisipasi aktif masyarakat, luka-luka sejarah dapat terus membayangi perjalanan demokrasi bangsa.

Reporter: Deka

Editor: Lala