Freepik.com.

Pmiigusdur.com - 
Bulan September sering kali dipandang sebagai bulan yang penuh duka. Istilah September Hitam muncul karena banyak peristiwa tragis dan berdarah yang terjadi di bulan ini, baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga pengingat bahwa kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia selalu meninggalkan luka panjang.

Dalam sejarah dunia, dikenal peristiwa di Yordania pada tahun 1970 yang juga disebut Black September. Saat itu terjadi konflik antara pemerintah Yordania dengan organisasi Palestina yang menewaskan ribuan orang. Dua tahun kemudian, tragedi Olimpiade München 1972 kembali mencoreng bulan September. Atlet Israel yang sedang bertanding menjadi korban penyanderaan yang berakhir dengan kematian. Dari dua peristiwa ini terlihat bahwa politik dan perebutan kekuasaan yang tidak terkendali dapat berujung pada hilangnya nyawa manusia.

Sementara itu, di Indonesia, September juga menyimpan kisah pilu. Salah satu yang paling sering disebut adalah Tragedi Tanjung Priok pada 12 September 1984. Ratusan orang menjadi korban ketika aparat keamanan menembaki warga yang melakukan aksi protes. Beberapa tahun kemudian, tragedi lain kembali terjadi, seperti Trisakti dan Semanggi pada akhir 1990-an. Mahasiswa yang seharusnya menjadi harapan bangsa justru menjadi korban penembakan ketika memperjuangkan demokrasi. Semua ini menunjukkan bahwa suara rakyat sering kali tidak didengar dengan baik, melainkan dibalas dengan kekerasan.

Mengingat September Hitam sangat penting, bukan hanya sebagai bentuk belasungkawa, tetapi juga sebagai upaya menghidupkan ingatan kolektif. Ingatan itu harus dijaga agar generasi muda tidak melupakan sejarah dan tidak mengulang kesalahan yang sama. Korban yang gugur memang tidak bisa kembali, tetapi perjuangan mereka dapat menjadi energi moral bagi masyarakat untuk terus menjaga demokrasi dan hak asasi manusia.

Sebagai bagian dari generasi penerus, mahasiswa memiliki tanggung jawab besar untuk belajar dari peristiwa ini. Sejarah kelam di bulan September mengajarkan bahwa kebebasan tidak pernah diberikan secara cuma-cuma. Ada pengorbanan besar yang telah terjadi, dan tugas generasi saat ini adalah merawat hasil perjuangan itu. Sikap kritis, keberanian untuk bersuara, serta kebijaksanaan dalam bertindak harus dijaga agar suara rakyat tidak lagi dibungkam dengan cara-cara represif.

Akhirnya, September Hitam merupakan pengingat bersama. Pengingat bahwa setiap bangsa yang melupakan sejarah berpotensi jatuh ke lubang yang sama. Kekerasan tidak boleh menjadi bahasa utama negara terhadap rakyatnya. Sebaliknya, ruang dialog, keadilan, dan kemanusiaan harus terus diperjuangkan. Hanya dengan itulah bangsa ini dapat benar-benar berdiri di atas pondasi yang kuat.

Penulis: Myla

Editor: Lala