Pmiigusdur.com- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Abdurrahman Wahid Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo adakan kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) 2025 yang berlangsung di SMP 5 Hasanuddin Mangkang, Sabtu (13/09/2025).
Rangkaian MAPABA PMII Rayon Abdurrahman Wahid 2025 kembali menghadirkan materi penting yang disampaikan oleh Nita Yuli Astuti dengan topik “Studi Gender: Keadilan dan Kesetaraan Gender.” Materi ini menjadi sorotan karena menyentuh isu aktual yang masih sering dihadapi mahasiswa maupun masyarakat luas.
Dalam pemaparannya, Nita menekankan bahwa gender bukan sekadar perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, tetapi sebuah konstruksi sosial-budaya yang menentukan peran, fungsi, serta tanggung jawab di masyarakat.
"Gender bukan sekadar perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, tetapi sebuah konstruksi sosial-budaya yang menentukan peran, fungsi, serta tanggung jawab di masyarakat," jelasnya.
Ia juga menguraikan bahwa masih banyak stereotipe yang melekat, misalnya perempuan dianggap lemah atau emosional, sementara laki-laki selalu diasosiasikan dengan kekuatan dan rasionalitas.
"Masih banyak stereotipe yang melekat, misalnya perempuan dianggap lemah atau emosional, sementara laki-laki selalu diasosiasikan dengan kekuatan dan rasionalitas," ungkapnya.
Menurut Nita sebagai mahasiswa penting untuk memahami perbedaan antara keadilan gender dan kesetaraan gender.
"Kesetaraan gender berarti laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan serta hak yang sama di berbagai bidang, seperti pendidikan, pekerjaan, dan politik," ujarnya.
Sementara itu, lanjutnya, keadilan gender menekankan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing, seperti adanya cuti melahirkan bagi perempuan dan cuti ayah bagi laki-laki.
"Keadilan gender menekankan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing, seperti adanya cuti melahirkan bagi perempuan dan cuti ayah bagi laki-laki," tambahnya.
Nita juga menyinggung berbagai bentuk ketidakadilan gender yang masih sering terjadi, seperti dipinggirkan, subordinasi, stereotipe negatif, beban ganda, hingga kekerasan berbasis gender. Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama, terutama oleh generasi muda.
"Bentuk ketidakadilan gender yang masih sering terjadi, seperti dipinggirkan, subordinasi, stereotipe negatif, beban ganda, hingga kekerasan berbasis gender. Hal tersebut menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama, terutama oleh generasi muda," tuturnya.
Lebih jauh, materi ini dikaitkan dengan spirit kaderisasi PMII. Nita menegaskan bahwa kader PMII harus kritis terhadap ketidakadilan, menegakkan nilai kesetaraan, bergerak dengan paradigma Islam Rahmatan lil ‘Alamin, serta mengintegrasikan perjuangan gender dalam gerakan sosial.
Dengan adanya materi ini, MAPABA PMII Rayon Abdurrahman Wahid 2025 tidak hanya menjadi ajang pengenalan organisasi, tetapi juga ruang intelektual yang menghubungkan nilai keislaman dengan isu sosial kontemporer. Harapannya, peserta mampu menjadi kader yang peka terhadap persoalan gender, memperjuangkan keadilan, sekaligus membawa semangat perubahan di kampus maupun masyarakat.
Reporter : Adelia
Editor : Aidil
0 Komentar