pmiigusdur.com  - Sudah tidak asing lagi di telinga kita ketika mendengar kata belajar. Apalagi bagi kita yang sudah mengenyam pendidikan baik formal maupun nonformal selama belasan tahun. Belajar adalah proses untuk memahami dan mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui. Belajar wajib kita lakukan dari mulai usia dini hingga kita tua nanti, karena dengan belajar kita bisa memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Selain itu Tuhan memberikan manusia akal tidak lain adalah untuk berfikir.
Dewasa ini ada dua pandangan dalam menentukan tujuan belajar. Pandangan pertama menganggap bahwa tujuan belajar itu untuk memperoleh nilai setinggi mungkin. Sedangkan sebagian lain memandang bahwa tujuan belajar adalah memperoleh ilmu sebanyak mungkin.
Orang-orang yang menjadikan nilai sebagai tolak ukur sebuah kepandaian, maka orang-orang tersebut hanya memandang bahwa belajar bukan untuk memperoleh ilmu atau memperdalam pengetahuan, tetapi mereka memandang bahwa nilai itu segalanya. Ini terjadi karena sebagaian masyarakat kita, pendidik kita, pemerintah kita, menjadikan nilai dalam ha ini ijazah sebagai ukuran kepandaian terhadap seseorang. Seperti, berlakunya nilai ijazah untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Selain itu, nilai ijazah juga menjadi pertimbangan bagi pemimpin perusahaan dalam menerima pegawai yang melamar. Pemerintah pun seakan berpandangan sama, terbukti bahwa mereka menjadikan hasil ujian nasional sebagai satu-satunya kriteria siswa berhasil dalam belajar. Mengejar nilai yang tinggi itu memang penting agar tidak tergerus dalam kehidupan terutama di masyarakat kita. Nilai menjadi sesuatu yang kongkret untuk mengukur kemampuan seseorang, tanpa adanya nilai, ukuran kemampuan seseorang tidak dapat diukur secara pasti. Bagaimana mengetahui seseorang mampu menuju jenjang yang tinggi jika tidak ada ukuran yang konkret. Hasil pengetahuan yang didapat dapat di lihat dari seberapa besar nilai yang didapat. Inilah yang menjadi alasan bahwa nilailah yang menentukan masa depan kehidupan.
Esensi belajar saat ini semakin bergeser, dan tidak lagi menjadi ghiroh untuk para siswa. Contoh sederhana, kita melihat di kampus kita bahwa sebagian mahasiswa hanya berpikir pragmatis. Mereka memikirkan bagaimana memperoleh IPK setinggi-tingginya dengan cara-cara yang tidak menjadi tujuan belajar. Seperti memenuhi persyaratan dosen dengan mengutamakan kehadiran atau menyontek demi nilai yang memuaskan. Padahal kita mengetahui bahwa kehadiran ataupun menyontek bukan hal yang dapat menjadikan tujuan dalam belajar, yaitu memperoleh pengetahuan. 
Memang dengan menyontek seseorang dapat meraih nilai tertinggi namun tidak memperoleh ilmu. Pada kenyataannya ketika mahasiswa terjun ke masyarakat, yang berguna adalah mereka berilmu tinggi, bukan mereka yang ber-IP tinggi. Intinya, manfaat nilai itu berjangka pendek, sedangkan manfaat ilmu itu berjangka panjang.
Kedua pandangan yang telah dipaparkan, menjadikan tanda tanya besar bagi kita, bagaimana sikap kita dalam memaknai tujuan belajar. Apakah kita harus memaknai bahwa tujuan belajar itu nilai yang tinggi, agar kita tidak terlindas oleh aturan yang sudah berjalan dalam masyarakat, ataukah kita harus memaknai bahwa ada nilai yang lebih hakiki dalam belajar yaitu ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat.