pmiigusdur.com - Indonesia lahir dari berbagai suku,
etnis, budaya dan agama yang berbeda-beda. Heterogenitas Indonesia menjadi
sebuah kebanggaan sekaligus menjadi ancaman untuk kesatuan. Saya katakan ini
sebagai sebuah kebanggaan, karena Indonesia merupakan salah satu Negara
kepulauan yang memiliki budaya dan etnis yang beragam di dunia. Semisal
perbedaan budaya dan suku tersebut berada dalam satu tempat, mungkin perbedaan
tersebut tidak terlalu berarti karena akan mudah dalam mengontrolnya. Tetapi di
Indonesia, perbedaan yang terletak dalam beragam pulau bisa melebur menjadi
satu.
Selain itu perbedaan juga memiliki
potensi yang sangat besar untuk meruntuhkan persatuan bangsa dan Negara, ketika
perbedaan tersebut masih menjadi sebuah paradigma dalam bernegara dan berbangsa.
Dalam bukunya “Menyongsong Yang Lain
Membela Pluralisme”, Milad Hanna mengatakan
negara yang memiliki keragaman etnik, agama dan aliran, selalu akan muncul
persaingan internal antar individu ataupun masyarakat seputar afiliasi agama dan bangsa.
Dan jelas dalam teori tersebut, bahwa Indonesia yang memiliki keberagaman tersebut
sangat berpotensi dalam menimbulkan konflik.
Sampai saat ini, kekerasan yang berbasis
perbedaan agama, etnis, maupun golongan masih mendominasi permasalahan yang ada
di bangsa ini. Kasus teranyar yang selesai diperbincangkan di ruang publik,
yaitu kasus konflik antar golongan di sampang Madura. Dan ketika kita mau
membuka memori kita, sederet peristiwa kekerasan yang berbasis perbedaan juga
sudah banyak mewarnai di Negara yang memiliki falsafah bhineka tunggal ika ini. Inilah ironi dan realitas yang perlu
disikapi oleh seluruh elemen bangsa, dan terpenting bagi mahasiswa yang masih
tersemat dalam pundaknya sebagai agen
perubahan sosial, untuk merubah pikiran dan paradigma masyarakat.
Urgensi Pancasila
Indonesia yang saat ini sudah
berumur 67 tahun lamanya, masih kokoh berdiri diatas kaki-kaki perbedaan, ini
merupakan buah dari adanya pancasila yang menjadi landasan Negara. Pancasila
dijadikan alat pemersatu bangsa, yang mana ini merupakan hasil dari pemikiran founding father bangsa dalam konsensus
dan perdebatan panjang yang hasilnya adalah lima dasar Negara yang dinamakan
dengan pancasila. Secara yuridis pancasila memiliki lima butir dasar yaitu ketuhanan
yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila ini harusnya bisa menjadi landasan hidup
masyarakat Indonesia, tidak hanya dijadikan pajangan ataupun sebatas pelajaran
di sekolah. Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pancasila, karena di
dalamnya mencakup seluruh dimensi yang ada dalam Negara Indonesia yang meliputi
aspek agama, aspek kebebasan, aspek persatuan, maupun aspek pemerintahan dan
cita-cita dibentuknya sebuah Negara.
Kompleksitas yang ada di Negara ini
menjadi sebuah latar belakang lahirnya pancasila sebagai dasar Negara yang
harus dipatuhi dan dihayati oleh segenap unsur bangsa. Kalau ini masih di
hayati dan di taati oleh segenap masyarakat, saya yakin tidak akan ada afiliasi
selain berafiliasi berdasarkan pancasila. Karena ketika ada afiliasi yang
berdasar etnis maupun agama, inilah awal dari adanya sebuah kehancuran suatu
Negara. Karena dalam afiliasi yang terbentuk dari masing-masing golongan akan
berpotensi untuk menceraikan diri.
Tetapi realitasnya nilai-nilai luhur
yang termaktub dalam pancasila tersebut ternyata tidak berjalan beriringan
dengan apa yang menjadi rutinitas masyarakat. Salah satu bentuknya yaitu saat
ini marak sekali konflik yang diakibatkan perbedaan golongan. Dan lebih tragis
lagi, itu juga terjadi di lembaga pendidikan yang konon menjadi tempat untuk
memperbaiki akhlak supaya menjadi manusia beradab. Tetapi justru anarkisme
pelajar yang saat ini marak diperbincangkan, menjadi sebuah evaluasi bagi
bangsa ini, bahwa elemen terkecil dalam lembaga pendidikan pun belum mampu
menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Pengamalan Pancasila
Aktualisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan,
dalam arti betul-betul terjadi dalam kenyataan yang terwujud dalam pengamalan hidup. Pengamalan pancasila ada dua macam yaitu pertama, pengamalan
subjektif pancasila, yaitu pelaksanaan pancasila sebagai filsafat hidup bangsa
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Yang kedua pengamalan objektif pancasila, yaitu
pelaksanaan pancasila dalam kenegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Jadi dalam pengamalan pancasila secara subjektif itu harus dipahami secara
mendalam oleh seluruh masyarakat Indonesia, semisal dengan mengamalkan nilai
ketuhanan, kehidupan rakyat harus didasari dengan keyakinan terhadap tuhan,
apapun agamanya yang pasti menganut salah satu agama. Begitupun dalam
pengamalan yang dilakukan oleh pemerintah, dalam memimpin Negara harus sesuai
dengan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sehingga tercipta
keadilan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia.
Pancasila tetaplah menjadi teks mati yang tak berarti
ketika kita sebagai elemen bangsa tidak memaknai dan menghayatinya dalam
kehidupan sehari-hari. Ketika pancasila sudah menjadi pandangan hidup, konflik berbasis
perbedaan akan sedikit demi sedikit teredam dan disinilah makna pancasila
muncul. Dan Indonesia akan menjadi Negara kesatuan yang memiliki pondasi yang kokoh.
0 Komentar