Enam puluh delapan tahun sudah Indonesia, bumi pertiwi yang kita cintai ini merdeka. Namun, sampai saat ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini masih jauh dari sejahtera, adil dan makmur. Bahkan ideologi dan konstitusinya terlupakan.

Padahal, para pendiri bangsa memperjuangkan NKRI ini, dengan seluruh tumpah darahnya. Ironinya lagi, kemiskinan, pengangguran, penindasan, konflik antar kelompok, dan merebaknya aksi teror mengancam keberadaan negara kesatuan republik itu sendiri.

Mirisnya lagi, Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang merupakan warisan luhur pendiri bangsa, kini dianggap basi dan tidak relevan lagi. Tidak lagi dihayati dan dipraktekkan, dihafalkan anak SD pun tidak, apalagi dijalankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kejahatan Kemakmuran
Lihat saja, sampai sekarang ini kebebasan dan keadilan yang seyogyanya menjadi manifestasi dari kemerdekaan misalnya, masih saja dihadang dengan berbagai ancaman. Usaha penegak hukum yang terseok-seok karena kentalnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Semangat nasionalisme yang memudar, dan konflik horizontal masih muncul disana-sini.

Penegakan demokrasi yang tak kunjung usai, menyebabkan korupsi, kestabilan ekonomi, kemiskinan, pengelolaan energi, sistem pendidikan, pengangguran, tingginya harga pangan, bencana alam, kelaparan dan krisis pangan serta krisis kepemimpinan menjamur di negara kita ini.

Kita selalu menyebut Indonesia sebagai negara berkembang, namun sampai sekarang perkembangannya selalu terseok-seok, entah kapan benar-benar Sang Garuda mampu mengepakkan sayapnya. Kita pernah menjadi macan Asia, tapi itu dulu, ketika kita menghalalkan segala cara, meraih pembangunan dengan meninggalkan aspek-aspek lingkungan dan kemanusiaan. Ketika kebebasan kita dibatasi oleh diktator dan kesejahteraan hanya tampak sebagai kulit, sedang di dalam tak lain dan tak bukan hanyalah kebobrokan.

Ironinya, negara kita adalah negara yang kaya, berbagai hasil bumi dan alam melimpah, namun kemiskinan masih saja tinggi. Banyaknya rakyat yang hidup di bawah garis kesejahteraan, melengkapi deretan-deretan masalah bangsa Indonesia. Uang rakyat yang seharusnya untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, masuk ke saku orang-orang tak bertanggung jawab.

Di sisi lain, banyak orang memamerkan kekayaannya yang justru ditonton jutaan orang yang mengais rezeki untuk bertahan hidup. Jelas sekali bahwa di dalam UUD 1945 termaktub pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, "Bumi, air, ruang angkasa dan keayaan alam yang terkandung di dalamnya diperuntuhkan seluruhnya untuk kesejahteraan rakyat". Serta dalam pasal 34 yang berbunyi, "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara". Namun, sampai saat ini rakyat telah dihianati.

Kemanusiaan dan hak asasi terus saja digaungkan dalam retorika bernegara. Yang ada hanya penghormatan terhadap kehidupan, menguap disiram kekerasan dan kemunduran bangsa yang merembet luas menyebabkan kemiskinan melanda delapan puluh tiga juta lebih rakyat indonesia.

Dan anehnya lagi, perkumpulan, menyampaikan pendapat serta berdialektika dilarang. Padahal, telah jelas dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi, "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh undang – undang".

Masalah terbaru yang dihadapi bangsa ini adalah kekerasan dan penistaan atas nama agama yang merebak bagai teror yang memicu manusia berkonfik, berperilaku anarki, menggilas perikemanusiaan, acap kali kemiskinanlah yang dijadikan kambing hitam. Padahal, praktek monopoli dan penyerotan aset-aset negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta tidak meratanya kemakmuran dan krisis kepemimpinanlah yang membuat puluhan ribu masyarakat perbatasan pindah ke negara lain, yang setiap hari menjadi tontonan.

Komitmen Kebangsaan
Sejatinya keadilan bagi seluruh rakyat dan jaminan hidup yang layak adalah tanggung jawab pemerintah, karena amanat UUD 1945. Tidak hanya itu, amanat mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan kesejahteraan umum lagi-lagi dihianati dan dikangkangi pemerintah yang tidak memihak rakyat. Undang-undang tidak hanya sebatas tulisan, tetapi seharusnya menjadi landasan dan untuk dipraktekan, bukan hanya magic dan kosmetika negara semata.

Oleh karena itu, pemerintah harus mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan sosial, memajukan stabilitas ekonomi, serta menghilangkan pengangguran dan eksploitasi manusia. Dalam memajukan inklusi sosial dan efisiensi ekonomi guna kesehjateraan dan kemakmuran manusia, maka pemerintah harus berlandaskan pancasila dan UUD 1945. Bukan sekedar di ketahui tapi harus dihayati dan diimplementasikan, bukan dilupakan. Serta tidak membumihanguskan ideologi lain. Seyogianya kita sebagai generasi penerus bangsa, jangan pernah letih dan lelah untuk mencintai Indonesia, negara tercinta, bumi pertiwi ini.

Oleh: Ashroful Arif