Oleh: Fajar "Solo" Siddiq*
 
Anak jalanan merupakan anak yang dianggap kurang beruntung dan terlantar yang menanti upaya semua pihak agar dapat berkembang secara wajar. Anak jalanan menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan tempat-tempah kumuh lainnya.

Anak adalah sebagai generasi penerus pewaris cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Anak mempunyai hak dan kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi, salah satunya adalah factor pendidikan dan lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup mereka.

Krisis ekonomi adalah salah satu pemicu utama terjadinya bencana yang mengakibatkan banyak orang tua dan keluarga mengalami penurunan dan daya beli, pemutusan hubungan kerja sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan akan hak-hak anaknya. Berkaitan dengan itu jumlah anak putus sekolah, terlantar, dan marginalisasi semakin bertambah, selain itu akibat yang ditimbulkan adalah keterpaksaan banyak anak-anak yang harus membantu orang tuanya karena kebutuhan ekonomi yang harus terpenuhi untuk kelangsungan hidup mereka.

Disisi lain banyak anak yang tumbuh di lingkungan tidak kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, diakibatkan situasi perkotaan yang begitu dinamis dan tidak memberi ruang gerak kepada masyarakat marginal dan hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik yang tak dapat dielakan, konflik yang dapat dilihat seperti perkelahian antar kelompok dan tidak jarang anak terlibat didalamnya.

Keberadaan anak jalanan sejatinya bukan lagi pemandangan yang  aneh di dataran kota-kota besar. Dalam hal ini siapa yang salah? Apakan ini kesalahan individual mereka? Ini menjadi sebuah pertanyaan besar, seharusnya anak jalanan menjadi urusan Negara. Di berbagai daerah memang sudah cukup banyak memberikan pendampingan seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang memberikan pendampingan seperti mengajari mereka membaca dan banyak mengajari keterampilan lainnya dengan tujuan agar nantinya anak-anak ini siap untuk terjun dalam dunia kerja dengan modal keterampilan yang dimiliki. Namun ada yang berhasil namun banyak juga yang gagal, karena merea tak ingin terikat dan sudah merasa enak hidup bebas tanpa aturan.

Pemerintah dalam hal ini tutup mata dan tutup telinga tentang permasalahan anak jalanan. Mereka lebih disibukkan dengan masalah politik serta masalah masalah yang timbul akibat ulah mereka sendiri, padahal dalam UUD 1945 pasal 34 berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”.

Akibat pemeritah tidak menjalankan amanat UUD 1945 dengan sungguh-sungguh, banyak dari anak anak jalanan yang menjadi korban kejahatan. Lihat saja kasus pedofil, human traficking, mutilasi dan lain sebagainya. Tragis memang, tapi inilah sebuah realita. Selain itu acap kali anak-anak jalanan di manfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, degan kepentingan pihak tersebut dengan membisniskan mereka untuk memenuhi kesejahteraan pihak tersebut.

Andai saja pemerintah lebih peka dalam mengurusi masalah-masalah anak jalanan, mungkin kasus ini tidak akan terjadi. Namun semua sudah menjadi kebiasaan, sebab pemerintah lebih asyik mengurusi masalah partai politik yang mungkin tak pernah habis. Selain itu andai saja pemerintah membuka lapangan pekerjaan baru yang lebih banyak di pedesaan bukan tersentralisasi di perkotaan, maka angka kemiskinan mungkin bisa ditekan dan anak jalanan akan lebih aman dan terbebas dari eksploitasi yang mencekam mereka.

Dalam kasus seperti ini perlu adanya solusi yang harus dibangun agar anak-anak jalanan bisa hidup dengan layak dan tidak menggagu keindahan kota, yaitu dengan alternative model penanganan sebagai berikut:

  1. Family base, yaitu model memberdayakan keluarga anak jalanan melalui beberapa metode yaitu pemberian modal usaha, pemberian makanan, dan memberikan penyuluhan tentah keberfungsian keluarga.

I 2. Institutional base, yaitu model model pemberdayaan melalui lembaga lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin hubungan kerja melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintah maupun lembaga masyarakat.

3 3. Multi-system base, yaitu model pemberdayaan melalui jaringan system yang ada mulai dari anak jalanan itu sendiri, keluarga anak jalanan, masyarakat, para pemerhati anak, akademisi, aparat penegak hukum serga instansi terkait lainnya.



*Aktif di Lembaga Pengembangan Studi Advokasi dan Perempuan (LPSAP)