Hari kedua (19/01) dalam perjalanan ekspedisi Nusantara. Udara dingin Pemalang menusuk tulang. Pagi hari kami awali dengan memasak untuk sarapan pagi para Tim Ekspedisi Nusantara. Asap mulai mengepul dari pawon, maklum saja kebanyakan warga dukuh genting masih setia menggunakan kompor tradisional ini untuk memasak. Setelah sarapan tersedia dan kami santap untuk bahan bakar tenaga, kami bersiap untuk melaksanakan tugas masing-masing. Kami memutuskan membagi tugas untuk hari kedua ini. Sahabat  Zakaria Ahmad dan khoirul Hanis bertugas untuk pergi ke dukuh Sakatapa dengan harapan dapat juga membantu mengajar  TPQ di dukuh terpencil tersebut. Rombongan kedua adalah para ladies (Zilda,Nayroh, Rizka, dan Dina) yang bersiap untuk pergi ke kebun cabai untuk mengirim makanan. Sahabat Aqib Misbahul Munir bertugas untuk mengabadikan momen bersama  para gadis. Terakhir adalah Sahabat Ahmad Amirudin dan Fajar yang  menyelesaikan tugas jurnalistiknya di tempat persinggahan.

Kebun Cabai

Sekitar pukul 08.00 WIB  kami berangkat dengan berjalan kaki melewati sungai yang mengalir di sepanjang jalan menuju ke sawah. Tiba-tiba kami menemui  pemandangan menarik yang membuat kami sempat memejamkan mata, yakni beberapa orang masih terlihat buang hajat di kali kecil sepanjang jalan sungai tersebut. Lalu kami lanjutkan perjalanan menuju sawah dengan medan yang menantang. Pematang sawah yang semalaman diguyur hujan membuat tanahnya menjadi licin dan becek. Setelah sekitar seperempat jam, sampailah kami dihamparan kebun cabai. Terlihat dua orang pekerja sedang memanen cabai. Setelah selesai kami mengirim makanan untuk mereka, kami tertarik untuk ikut  membantu memetiknya. Melihat cabai merah yang begitu panjang dan segar, kami merasa cukup heran sekaligus kagum. Muncul fikiran bahwa kebanyakan masyarakat yang menanam cabai, mungkin inilah yang menyebabkan warga dusun Genting sangat gemar dengan masakan pedas.

Tak terasa waktu berjalan, matahari sudah semakin tinggi. Kami memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan ke sungai terdekat. Setelah sampai di sungai, kami sejenak untuk melepaskan lelah dengan menikmati gemericik arus sungai yang sangat meneduhkan hati dan fikiran. Bahkan sahabati Rizka dan saya memutuskan untuk lebih lama tinggal di sungai karena terpukau dengan keindahan sungai dan kejernihan airnya yang sama sekali belum tercemar. Setelah sampai ke rumah sahabati Zilda kami kembali  bersiap untuk masak makan siang.

                                                                                                          

Kontributor                  : Nay El-Jafrany
Editor                          : Yulizar Farid Firdaus