Review Diskusi Lingkungan bersama DR. Rusmadi (Dosen UIN Walisongo dan Aktivis Lingkungan)
NDP (Nilai Dasar Pergerakan) PMII, kalau di dalam agama
Islam ibarat adalah rukun Islam. Jika NDP dilaksanakan dengan baik dan benar,
maka ke PMIIan kader juga sesuai dengan jalurnya yang benar. Trilogi NDP merupakan 3 nilai yang tidak
dapat dipisahkan, karena ketigannya saling berkaitan. Kita tidak bisa mnegambil
satu nilai saja dalam aktualisasi gerakan. NDP bisa dikembangkan lebih jauh .
Misal, Hablum Minallah bisa diejawantahkan lagi kedalam bentuk
pengamlan nilai-nilai keagamaan teologis yang dinamis. Teologi dinamis penting
dikembangkan di dunia gerakan mahasiswa. Teologi dinamis tidak lagi membahas
persoalan profan transenden. Orientasi telogi kita perlu ditarik dari teologi
langit menuju teologi bumi. Kita butuh
pemahaman ulang NDP point Hablum Minallah.
Hablum minan nas sejauh ini berkembang sangat
signifikan. Jika dahulu masih ada bias gender, politik berdasar warna kulit.
Tetapi sekarang, masalah-masalah di atas sudah bisa dihapuskan. Selama ini kita kurang
dalam mengeksplorasi point hablum minal alam. Yang kita bincangkan masih soal
hablum minallah. Kita masih terjebak utnuk membaca peta gerakan islam
transnasional yang radikal. Kita masih
merasa wacana keagamaan sangat penting untuk dibincangkan, dibandingkan dengan
masalah kerusakan alam (lingkungan).
Lingkungan jangan diartikan sebagai SDA (Sumber Daya Alam).
SDA dekat dengan paradigma ekonomis. Artinya SDA dimaknai sebagai sesuatu yang
bisa dieksploitasi demi keuntungan material.
Terjadi eksploitasi, perusakan lingkungan bisa jadi karena anggapan
manusia selama ini bahwa lingkungan adalah Sumber daya alam.
Kerusakan lingkungan bukan hanya persoalan teknis, semisal
penebangan pohon, pencemaran air, pembuangan sambah secara sembarangan. Ada
pandangan hidup/filosofis soal lingkungan yang keliru. Kerusakan lingkungan
juga merupakan persoalan etis, soal cara orang berinteraksi dengan alam. Cara menyelesaikan permasalahan lingkungan
tidak hanya penangan perusakn teknis. Yang perlu kita lakukan adalam merubah
secara radikal cara berpikir kita. Sesuai dengan teori behaviorisme, jika orang
memiliki cara berfikir benar, dia memiliki sikap yang benar dan berakhir dengan
perilaku yang benar pula. Semua saling berurutan.
Pada mulanya orang sering melihat manusia sebagai pusat
kehidupan. Nalar antroposentris menjadikan manusia sebagai pusat ekosistem.
Diluar itu, makhluk yang lain dianggap tidak memiliki nilai apapun. Makhluk
yang lain bebas untuk dieksploitasi. Manusai berhak mengeksplotasi alam secara
besar-besaran atas nama penguasa di alam semesta.
1.
Agama monotheis
Agama-agama monotheis adalah pelopor munculnya nalar
antroposentris. Misal dalam teks suci agama Kristen, manusia diciptakan
sesuai dengan citra Allah. Manusia mempunyai keutamaan lebih dari
sekedar makhluk yang lain. Manusia dekat dengan tuhan sebagai makluk utama yang
dimuliakan. Kemudian dalam Islam ada ayat yang menyatakan manusia sebagai khalifah fil ardhi (wakil
Allah). Bumi diciptakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan khalifah (manusia)
di bumi.
Dalam ajaran agama monotheis, hewan dan tumbuhan tidak
pernah dianggap memiliki etika. Hindu
merupakan agama yang ramah lingkungan. Agama sebagai pengetahuan etis harusnya
ramah terhadap alam.
2.
Filsafat modernisme
Filsafat modern mengajari kita tentang cogito ergo sum
“saya berfikir maka saya ada”. Siapa yang berfikir dia yang ada, manusia adalah
satu-satunya makhluk yang berfikir. Thesis ini menihilkan makhluk yang lain. Immanuel
kant mengeluarakan thesis “siapa yang memiliki kebebasan adalah yang bermoral”.
Hanya manusia yang bebas, hewan dan tumbuhan tidak. Thomas Aquinas, Auguste
Comte, teologis, metafisik dan berakhir pada positifistik. Yang tidak rasional
berarti tidak positfistik. Kesemuannya menegaskan bahwa manusia adalah pusat
ekosistem, karena manusia berfikir, bebas dan positifistik.
Aliran kedua ada neo-antroposentris. Aliran baru tapi masih
menjadikan manusia sebagai pusat, tapi alam dianggap sebagai sesuatu yang
bernilai. Jika alam tidak dapat memberikan manfaat, maka tidak bernilai. Nilai
yang melekat sekedar instrumental .
Aliran filsafat lingkungan:
·
Shallow ecology (Neo
Antroposetris)
Manusia tetap menjadi pusat ekosistem dan kehidupan, tetapi
mulai ada kepedulian terhadap makhluk hidup yang lain selama memberikan manfaat
bagi manusia.
·
Intermediate ecology
(Biosentrism)
Dalam tingkatan menengah ini muncul aliran filsafat
Biosentrisme. Aliran ini menggeser manusia sebagai pusat ekosistem dan
kehidupan. Semua makhuk hidup (unsur biotik) adalah pusat ekosistem. Artinya
setiap makhluk hidup sama derajatnya dan harus saling menghargai. Manusia harus
menyejajarkan diri dengan hewan dan tumbuhan.
·
Deep ecology (Ecosentrism)
Dalam tingkatan yang teratas ini, muncul aliran Ecosentrism
yang berpandangan bahwa baik makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup
(abiotik) adalah pusat kehidupan. Semua yang ada di alam semesta adalah sama
dan sejajar.
etika yang harus ditumbuhkan manusia untuk menjaga
kelestarian lingkungan:
A. Etika Kedhaifan (merasa lemah)
A. Etika Kedhaifan (merasa lemah)
Rasa bahwa manusia sebagai makhluk itu lemah, bukan yang
sempurna, punya hak berkuasa. Etka ini menjadikan kita sejajar dengan makhluk
lain seperti kecoa, semut. Manusia tidak lebih mulia dari tikus di got. Setiap
bagian dari ekosistem memiliki fungsi masing-masing.
B. Etika kepedulian
Dalam etika ini, kita harus merasa saling peduli. Etika ini
menjembatani etika hak dan kewajiban. Karena
hak dan kewajiban tidak mungkin menyelesaikan keseluruhan masalah. Nilai dasar
Pergerakan harus diarahan pada deep ecology agar tidak antroposentris.
Ecofeminisme
Bagaimana kita melakukan kepedulian terhadap lingkungan
dengan pendekatan keperempuan yang diejawantahkan melalui sifat dan sikap
perempuan yang lembut, peduli, mengasuh.Tidak mungkin ada eksploitasi terhadap
alam jika kita lembut, mengasuh. Dalam term yang lain, feminisme adalah tindak
lanjut geraka kesetaraan gender. Gerakan dalam rangka mengangkat positioning
perempuan.
Kalau kita menganggap etika perempuan dipakai untuk peduli
terhadap lingkungan akan menambah beban pada perempuan. Tanggung jawab akan
memperlemah perempuan. Ecofeminisme bisa kontradikftif dengan gerakan
kesetaraan gender. Perempuan adalah kelompok yang rentan terhadap kerusakan
lingkungan. Perempuan yang mendapatkan dampak pertama kali dari kerusakan
lingkungan.
Teosentrisme (Ecotheology)
Merupakan pengembangan lebih lanjut dari tantangan para
pakar lingkungan pada kaum agamawan. Khalifah
Fil Ardh diartikan sebagai robbul alamin. Tuhan dan abdullah
sama-sama harus robbul alamin. Umat beragama ditantang untuk menjaga
keseimbangan alam semesta.
Karena manusia merasa lebih penting dari makhluk lain, maka
nalar destrukftif manusia kian menggila. Seluruh manusia dapat dicukupi
kebutuhannya oleh bumi, kecuali bagi orang yang rakus. Bumi ini tidak akan
cukup untuk memuaskan satu orang manusia yang rakus dan serakah.
Buku-buku IPA yang antroposentris merupakan warisan dari
orde baru yang menganut paham developmentalisme yang tak melihat keberlanjutan.
Mazhab pembangunan menafikan kelestarian karena berorientasi pada materi
oriented. Pola ajar pendidikan di semua level pendidikan juga masih kurang
ramah lingkungan.(PW.01.14.006.Lz)
1 Komentar
Seperti artikel yang saya tulis tentang kelestarian lingkungan. Mari dukung Greenpack sebagai kemasan makanan ramah lingkungan yang aman untuk makanan serta dapat didaur ulang. Anda bisa mengetahui lebih lanjut tentang Greenpack di sini : http://www.greenpack.co.id/
BalasHapus