oleh: M. Husni  Mushonifin 
Saya di hinggapi rasa penasaran sekaligus bersalah sehingga untuk menebusnya saya harus menulis tulisan ini. Kemaren sore ketika diskusi tentang pemikiran gusdur ada satu topik yang saya rasa belum selesai di bicarakan, yaitu tentang TOLERANSI.  Saya akui, saya tidak bisa memberikan penjelasan yang memadai. Dari diskusi itu saya mencoba membaca-baca lagi topik tentang toleransi kemudian hasilnya saya tuluskan disini. Semoga  memberikan pemahaman baru.
Di tulisan ini saya tidak akan panjang lebar menjelaskan secara teoritis. Cukup kita sama-sama membayangkan dan menghayati keberagaman suku, adat, ras, dan agama (SARA) yang ada di indonesia. Nah dari keberagaman itu pasti ada satu-dua hal yang saling bertentangan. Contoh saja, dalam agama islam mengharamkan memakan babi tapi di etnis tionghoa babi malah di halalkan. Di papua merayakan pesta adat dan keagamaan pasti ada minuman-minuman kerasnya, sementara di jawa tidak boleh ada minuman keras, dan perbedaan yang lain-lain lagi.
Masalahnya ketika kita kurang jeli dalam melihat perbedaan ini yang terjadi pasti saling menyalahkan. Apalagi ketika muncul kelompok.-kelompok yang kurang dewasa dalam  merespon perbedaan biasanya mengusulkan penyeragaman dengan membuat peraturan-peraturan. Sering misalnya kelompok mayoritas memaksakan peraturan yang mengharuskan  minoritas di beri aturan-aturan yang sama dengan mayoritas. Atau kelompok islam mengusulkan peraturan-peraturan syari’ah untuk mencegah minuman keras, pacaran dan rok mini. Jika seperti ini yang terjadi pasti minoritas akan merasa di tindas bahkan merasa tidak di manusiakan.
Maka, dalam menjalankan  roda negara yang di penuhi keragaman semacam  itu perlu di landasi dengan sikap toleran. Apa itu toleran?
Akar kata toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang artinya menahan atau memikul. Bisa di artikan toleran berarti saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak di sukai, atau memberi tempat kepada orang lain walaupun keduanya tidak sependapat. Dengan begitu berarti ada kerelaan memberi tempat kepada orang lain yang berbeda. Namun kemudian  tidak hanya selesai dengan memberi tempat saja, tapi harus di barengi dengan menghargai dan menjunjung perbedaan  itu dengan penuh kehormatan. Dengan kata lain toleransi adalah sikap lapang dada terhadap perbedaan  prinsip kelompok ataupun orang lain tanpa harus mengorbankan  prinsip dan pendirian diri sendiri.
Di masa kini, makna toleransi berubah menjadi alat adaptasi atau  kemampuan hidup dengan hal-hal yang berbeda atau tidak di senangi. Toleransi adalah  sifat yang harus di miliki oleh manusia modern yang akan dengan cepat dan silih berganti bertemu dengan manusia dan kelompok yang berbeda. Apalagi di era industri informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Intensitas pertemuan tidak hanya di dunia nyata tapi di dunia maya.
Di era seperti sekarang ini kita dengan mudah berinteraksi dengan orang asing. Terkadang kita masih memandang yang berbeda dari orang asing adalah negatif, atau karena kita kurang terbiasa dengan hal yang berbeda, kita menjadi kikuk karena persepsi yang  sudah terlanjur negatif. Di sinilah masalah toleransi muncul terhadap objek yang di pandang negatif.
Subjek dapat memilih sikap yang akan di ambilnya, jika subjek menuruti persepsi emosionalnya bahwa objek adalah negatif maka subjek akan  intoleran, akan mengadakan perlawanan dan sikap ini akan memicu konflik. Intoleransi dapat  menyebabkan tindakan semacam pelecehan, penghinaan, kekerasan fisik, dan bisa meluas  sehingga memunculkan diskriminasi dan hate crime atau kejahatan yang di dasarkan karena rasa benci terhadap objek yang berbeda.
Lain ceritanya ketika subjek mengambil sikap toleran dengan tidak menuruti persepsi negatifnya. Subjek bisa menahan persepsi negatifnya dengan menanggung, menghormati, serta menerima objek dengan segala perbedaan. Sikap ini di dasari tanggungjawab moral dan pemahaman subjek akan tradisi, adat, budaya, dan hak-hak yang melekat pada diri objek.
Toleransi bebrbeda dengan sikap membiarkan secara pasif. Karena ketika subjek membiarkan dengan passif berarti sebetulnya tidak perduli sama sekali dengan keberadaan objek. Jangankan  mendapatkan persepsi yang  negatif, persepsi positifpun tidak..
Secara mekanik, sikap toleran biasanya justeru muncul karena ada persepsi negatif  terlebih dahulu.  Namun kemudian subjek mengambil sikap untuk menerima sebagai cara menghindari konsekwensi  negatif  yang muncul dari persepsinya.
Keadaan semacam  ini menjadikan toleransi sebagai sebuah sikap kebajikkan. Tapi sikap toleransi yang berangkat dari persepsi negatif tersebut masih dalam level terrendah. Level tertinggi toleransi adalah kita siap dengan perbedaan-perbedaan yang tidak terpikirkan sekalipun.
Jika toleransi di jalankan dengan benar pasti keharmonisan akan  terwujud. Toleransi adalah sebuah kebajikkan yang mendukung pluralitas, karena tujuannya bukan menyeragamkan, bukan juga menyatakan relatif kepada setiap perbedaan. Melainkan untuk menciptakan keadaan hidup dengan perbedaan yang aman. Ini yang di cita-citakan oleh gusdur.
Gusdur berkali-kali di tuduh murtad karena mendapat penghormatan dengan tradisi agama lain. Tapi toh dia bisa menjelaskan bahwa beliau masih tetap iman kepada islamnya. Seringkali sikap gusdur itu sulit di tangkap oleh orang awam.

Jawaban dari pertanyaan kenapa gusdur seperti ini kenapa gusdur seperti itu. Tanyalah kepada orang yang tahu tentang gusdur. Jika jawabannya kurang memuaskan solusinya sederhana saja, serahkan kepada yang maha tahu. Toh dalam ketauhidan, yang maha tahu adalah maha segala-galanya. Kalau kita iman dengan tauhid kita, berarti kita juga meyakini bahwa apa yang kita ketahui hanya secuil, hanya persepsi sempit saja. Dalam ketauhidan, manusia tidak boleh menilai dan menghakimi manusia lainnya. Selama yang di lakukan gusdur tidak mengeliminasi nilai-nilai kemanusiaan berarti kita tidak boleh menilai apapun tentang beliau. Justeru sebaliknya, karena yang di lakukan gusdur semuanya demi nilai-nilai kemanusiaan maka kita wajib mendukungnya.

*)Penulis adalah Pengelola Penerbitan Gubug Saloka dan Aktif di Lentera Budaya Cakra Semarang TV