Beberapa dasawarsa terakhir, kita
sering menjumpai apa yang biasa diistilahkan dengan radikal, fundamental,
ekstrim dan terorisme oleh masyarakat dunia terhadap ialam. Utamanya ini
terjadi setelah peristiwa 11 september. Dimana umat Islam dituduh sebagai agama
yang mengajarkan kekerasan. Hanya karena umat Islam dituduh sebagai pelaku
peristiwa 11 September tersebut. Lalu muncullah ‘Islamphobia’ di barat, yang
mana masyarakat barat phobia terhadap Islam. Lalu, akhir-akhir ini kita
disodorkan dengan sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai Islamic
state of Irak and Suriah (ISIS). Mereka mengaku dirinya Muslim, tetapi
menurut sebagian kelompok Muslim yang lain mereka bukanlah Muslim yang
sebenarnya. Sebab utama adalah perilaku mereka yang sangat tidak
merepresentasikan ajaran Islam yang rahmatan Lil Al-Amin yang menjunjung tinggi
kedamaian, kebhinekaan dan toleransi.
Tentu faktor yang melahirkan
kelompok ini variatif, mungkin salah satunya dapat dilihat dari perspektif
epistemologi. Epistomolgi adalah salah satu bagian dari filsafat ilmu yang
membahas nalar atau bangunan fikir seseorang. Tentu, kelompok radikal juga
punya bangunan fikir yang khas dibandingkan dengan kelompok lain sehingga
aktualisasi pemikiran maupun gerakan juga khas. Kekhasan itu bisa kita lihat
dari aktivitasnya yang begitu radikal dalam berbagai segi kehidupan, terutama
dalam beragama. Kita tahu kelompok tersebut sangat gencar dengan slogan "la
hukma illa Allah" atau “la Dina illa bissyaif" sehingga
kemudian cara beragama mereka sangat mengerikan kalau dilihat dalam perspektif maqashidussyariah.
Bagi mereka, kelompok di luar lingkarannya adalah halal darahnya. Dan wajib
diperangi dengan pedang. Inilah bentuk paling ekstrim dari kelompok radikal.
Fenomena beragama sebagaimana
tersebut jika dilihat dari bangunan epistemologi, bahwa mereka adalah kalangan
yang mempunyai kesadaran nostalgik, dimana mereka berpikir bahwa kejayaan dan
kemajuan Islam hanya akan terwujud jika kembali pada sistem masa lalu. Karena
itu, jika mereka bangunan pikir semacam itu, maka kemudian acuan yang dipakai
adalah peradaban bangsa arab-islam yang itu merupakan impor jika kemudian
digunakan di Indonesia. Padahal kita perlu tahu, menurut Abed Al Jabiri, bahwa
corak pikir orang arab, pertama eksklusif dalam berteologi (aqidah),
fanatis atau kesukuan (qabilah) dan konsumtif (ghanimah). Tiga
ciri Pikir bangsa Arab itulah yang kemudian menurut Dr. Fakhruddin Faiz menjadi
faktor pemicu konflik antar bangsa Arab sampai sekarang.
Lebih dari itu, kesadaran nostalgik tadi
diiringi dengan keinginan untuk kembali pada Al Quran dan hadist karena
dianggap umat Islam kebanyakan telah jauh dari ajaran Al quran dan hadist yang
sesungguhnya. Mereka menganggap yang lain (kelompok mujaddid, madzhabiyyun dan
kalangan liberal) telah melenceng. Menurut kelompok radikal bahwa dalam
beragama umat muslim harus langsung kembali pada quran hadist. Kelompok radikal
ini memang kembali pada Al Quran dan hadist, tetapi sangat tekstualis. Mereka
tidak memperhatikan konteks. Apabila menemui sebuah teks, maka akan
ditafisirkan sebagaimana dzahirnya.
Bangunan pikir yang demikianlah yang
mendasari cara beragama mereka. Padahal, kalau kita telaah lebih dalam,
benarkah kelompok di luar lingkaran mereka keluar dari rel Islam? Apakah benar
mereka tidak kembali pada Al quran dan hadist dalam menghadapi segala realitas
kehidupan? Menurut Dr. Fahruddin Faiz bahwa semua kelompok tersebut kembali
pada Al Quran hadist, tetapi dengan epistemologi yang berbeda. Namun, yang
menjadi problem bagi masyarakat adalah kelompok radikal yang belum bisa
membedakan mana Al Quran-hadist dan mana pemikiran Al Quran-Hadist, mana agama
dan mana pemikiran agama. Sehingga, melahirkan paham hitam putih, dimana mereka
menganggap cara beragama merekalah yang paling benar dan yang lain salah. Maka
dari itu, perlu kiranya kita sebagai umat Islam dapat memahami dengan jernih
garis demarkasi keduanya, agar tidak terjebak ekstrimisme dalam beragama.
Gus Ma'ruf
Sahabat PMII Abdurrahman Wahid Angkatan 2013
dan Presiden BEM FITK UIN WS periode 2016
0 Komentar