Doc. Internet |
Selamat datang kembali di Negara Indonesia, dan semoga ibadah haji yang sudah terlaksana diterima oleh Tuhan dan menjadi haji yang mabrur. Kalimat itu yang mungkin paling tepat untuk sekarang, setelah kloter pertama kepulangan jema'ah haji mendarat di Indonesia (kamis, 7 september 2017) pukul 09.41 WIB di bandara Adi Soemarmo.
Setelah kloter pertama tiba di
Indonesia, selanjutnya tinggal menunggu kloter-kloter yang pasti akan menyusul.
Tentunya, akan tiba Pak
dan Bu haji baru atau pak
atau bu haji lama yang kembali melaksanakan ibadah haji. Merekalah orang-orang
beruntung yang dapat merasakan nikmatnya beribadah haji di tanah suci.
Ibadah haji merupakan ibadah yang wajib
dilakukan (bila mampu) dan termasuk salah satu dari rukun islam yang harus
dilaksanakan. Oleh karena itu, setiap umat islam di seluruh dunia tak
terkecuali di Indonesia berbondong-bondong untuk melaksanakan ibadah haji.
Karena jumlah calon jama'ah haji setiap
tahun membludak, maka pemerintah setempat memberikan kuota jema'ah haji untuk
setiap negara. Agar nantinya semua umat Islam
di seluruh dunia memiliki kesempatan untuk beribadah di tanah suci.
Pada tahun 2017 Indonesia menjadi negara
yang mendapat kuota jema'ah haji terbanyak di antara negara lain di dunia. pada
tahun ini Indonesia mengirim 221.000 jemaah haji, dengan rincian 204.000 orang
haji reguler dan 17.000 haji khusus.
Pakistan, India, Bangladesh, dan Mesir adalah negara-negara yang mendapat kuota
jemaah haji paling banyak
setelah Indonesia.
Karena jumlah umat muslim yang akan
berangkat haji sangat banyak, hal itu berdampak pada antrian keberangkatan
menuju tanah suci, tentunya akan mengalami sedikit hambatan pada masalah waktu
pemberangkatan. Terlebih Indonesia, yang memiliki penduduk muslim terbanyak di
dunia.
Indonesia yang mayoritas penduduknya
muslim dan terbanyak di dunia tentu banyak masalah dalam pemberangkatan. Tak
main-main, waktu tunggu untuk berangkat haji adalah 11 sampai 29 tahun dari
pendaftaran.
Berdasarkan data dari kementrian agama,
hingga Februari 2017 Provinsi Sulawesi Utara memiliki jangka waktu paling
pendek, yakni 11 tahun, Provinsi Jawa Barat, Bengkulu, Kalimantan Barat dan
Maluku memiliki masa tunggu 14 tahun, Provinsi Kalimatan Selatan memiliki jarak
waktu 28 tahun, dan terakhir adalah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki jangka
waktu tunggu paling lama, yakni 29 tahun.
Daftar tunggu tersebut sudah disesuaikan
dengan pengembalian kuota calon haji Indonesia dan penambahan kuota sebesar
10.000 orang setelah renovasi Masjidil Haram, yang sebelumnya dipotong 20%
untuk kuota jemaah
haji Indonesia.
Biaya
Ibadah Haji
Masalah biaya juga bisa menjadi
penghalang untuk pergi ke tanah suci. Apalagi Indonesia yang statusnya masih
negara berkembang. Tentu kesejahteraan rakyatnya belum semua mapan dan belum
tentu sanggup untuk membayar ongkos berangkat haji dan merasakan nikmatnya
beribadah di tanah suci.
Pada tahun 2017 biaya berangkat haji
yang disepakati antara pemerintah dan DPR sebesar Rp 34.890.312 atau sekitar
2.617 dolar. Tidak terlalu jauh lonjakannya dengan biaya haji tahun 2016, tahun
lalu ongkos naik haji Rp 34.641.304 atau senilai 2.585 dolar.
Kementerian Agama juga menetapkan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Khusus atau dikenal sebagai Haji Plus tahun
1438 H-2017 M paling sedikit sebesar USD 8000 atau Rp 106.984.000, Penetapan
itu tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 76/2017 tertanggal 9 Februari
2017.
Sistem Kapitalis nampaknya sudah
merambah ke semua bidang, termasuk di bidang ibadah haji. Sepertinya tak salah
jika dikatakan ibadah haji hanya untuk orang-orang yang berduit atau bermodal
besar dan rakyat biasa dilarang melaksanakan ibadah haji.
Mungkin juga berlebihan jika dikatakan
seperti itu, meskipun tidak semua seperti itu.
Tapi berdasarkan data antrian dan biaya ibadah haji secara tersirat menunjukkan
suatu sisi lain dari pelaksanaan ibadah haji. Harus mengantri 11-29 tahun untuk
rakyat biasa yang tak mampu membayar sekitar 106 jt untuk haji plus.
Rakyat biasa tak seberuntung orang-orang
bermodal besar untuk berhaji. Konglomerat-konglomerat itu hanya perlu
mendaftar, pulang untuk istirahat dan mempersiapkan barang bawaan, tidur
sejenak dan keesokan harinya sudah tiba waktu untuk berangkat haji. Semudah dan
secepat itu untuk bisa beribadah jika punya kantong tebal.
Sedangkan untuk rakyat yang kurang
memiliki modal, mereka harus menunggu 11-29 tahun untuk beribadah kepada Tuhannya. Tak sedikit
dari mereka yang harus pulang ke Rahmatullah sebelum
melaksanakan rukun iman yang kelima, meski
mereka sudah mendaftar.
Sistem seperti ini nampaknya didukung
oleh semua element yang berkepentingan untuk menguntungkan dirinya sendiri.
Mulai dari birokrasi dan pihak yang bersangkutan seakan mendukung sistem
kapitalis tersebut. Akhirnya menjadi sebuah siklus yang terus berputar dan mungkin
akan menjadi tradisi.
Gelar Haji Dan
Pengkastaan Kelas
Selamat untuk orang-orang yang telah
melaksanakan ibadah haji. Tentu sangat indah hidup ini jika telah melaksanakan
seluruh rukun Islam,
dan nampaknya sempurnalah keislaman seseorang ketika sudah berhaji.
Pak haji dan Bu haji telah kembali ke
tempat dan lingkungannya masing-masing setelah berhaji. Sapaan baru akan
muncul, yang sebelumnya tak ada embel-embelnya, sekarang sudah ada tambahan
huruf H di depan dan panggilan pak haji dan bu haji pun akan melekat.
Di sebagian wilayah, gelar Pak dan Bu haji masih menjadi
sesuatu yang elite. Mereka sangat disegani, dihormati, dan di lebih-lebihkan.
Hal itu secara tidak langsung menandakan adanya sekat yang memisahkan antara
seseorang yang sudah haji, seseorang yang belum haji, dan seseorang yang sudah
mendaftar tapi belum berangkat haji.
Awalnya
gelar haji digunakan oleh pihak kolonial Belanda
untuk membatasi gerak gerik umat muslim untuk berdakwah. Karena banyak tokoh
yang sepulang haji membawa perubahan. Contohnya Darwis yang setelah pulang haji
mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari yang setelah haji mendirikan Nahdlatul ‘Ulama, Samanhudi yang
setelah haji mendirikan Sarekat
Dagang Islam, dan Cokroaminoto
yang setelah berhaji mendirikan Sarekat
Islam.
Tapi
seiring perkembangan zaman, gelar haji nampaknya memunculkan kasta tersendiri
dalam masyarakat. Seseorang yang sudah haji dianggap seseorang yang maha
sempurna. Padahal dalam Islam yang membedakan seseorang dengan yang lain di
mata Tuhan adalah tingkat ketaqwaannya. Bukan hanya sekedar formalitas bahwa
yang sudah haji adalah orang yang memiliki ketaqwaan lebih sempurna dibanding
yang lain.
Penulis : Muhammad Luthfi Hakim
0 Komentar