Oleh: Bima Sakti

Jalanan itu menjadi saksi bisu, diatasnya terekam jejak para pemuda yang menyuarakan aspirasi dan dengan lantangnya menentang tirani. Kekuasaan bukanlah segala-galanya, dan Penguasa bukanlah Tuhan yang Maha Benar dalam mengambil setiap Keputusan. Pramoedya Ananta Toer pernah menyatakan “Kita ajari Penguasa dengan Perlawanan dan Kita Ajarkan Pemuda dengan Organisasi”. Sejarah telah mencatat bahwa Mahasiswa telah memberikan berbagai kontribusinya demi terciptanya kedaulatan bangsa serta menjadi penyeimbang dari arah gerakan pemerintah dalam setiap zamannya.
Penulis ingin menampilkan salah satu tokoh gerakan mahasiswa Era Pra Kemerdekaan, yang saat itu kuliah di Sekolah Tinggi Teknik Bandung yang sekarang bernama Institut Teknologi Bandung (ITB). Dialah Soekarno, dimasa kuliah beliau tidak jauh berbeda dengan kondisi yang dialami mahasiswa saat ini, banyak tugas dan juga sama-sama merasakan hegemoni kampus terhadap dirinya, bahwa kampus tidak mengajarkan sama sekali pergerakan ataupun perlawanan terhadap penguasa tiran namun hanya bagaimana caranya mendapat nilai bagus dan bekerja. Tidak puas dengan kondisi demikian Soekarno di malam hari selalu mengikuti berbagai kegiatan diskusi dan bertemu orang-orang besar seperti Douwes Dekker yang dikala itu mengkritik mahasiswa zaman itu, bahwa mahasiswa saat itu hanya memikirkan kuliah dan kuliah saja namun tidak memikirkan kebebasan negeri.
Kemudian Soekarno muda bertemu dengan Tjipto Mangunkusumo yang mengenalkan Nasionalisme. Umur 16 Tahun Soekarno sudah aktif pergerakan pemuda. Pada umur 18 tahun beliau menginisiasi berdirinya Perserikatan Nasional Indonesia (PNI), apakah kampus tidak memperingatkannnya? Tetntu saja iya. Prof Klopper, Rektor Sekolah Tinggi Teknik Bandung waktu itu pernah meminta janji pada bung Karno Muda untuk tidak mengikuti kembali gerakan politik “Nak, bisakah kau berjanji padaku untuk kuliah saja dan tidak berpolitik”, beliau hanya menjawab “saya tidak akan absen lagi dalam setiap mata kuliah bapak.” hanya itu yang beliau sampaikan.
Ketika Mahasiswa, Soekarno total melawan Penindasan dan Imperialisme. Selain itu juga ada Kelompok Studi yang dimotori oleh Soetomo yang dibentuk di surabaya sebagai gerakan mahasiswa yang menetang pemerintah kolonial.
Pasca Kemerdekaan, era gerakan mahasiswa angkatan 66, ada  salah satu tokoh gerakan mahasiswa, Soe Hok Gie namanya, yang kuliah di Universitas Indonesia Fakultas Sastra Jurusan Sejarah, dia seorang pemuda idealis, selalu mengikuti gagasannya dan tidak pernah takut untuk mengkritik siapapun meski nyawa taruhannya. Saat mahasiswa ia sangat gemar menulis. Dia dikenal berbagai kalangan karena tulisannya keras mengkritik pemerintah. Kala itu kondisi gejolak politik tanah air yang kacau membuat gerakan mahasiswa muncul ke permukaan, dengan wadah organisasi pergerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang dikomandoi oleh Zamroni Ketua Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonnesia (PB PMII) periode 1967-1974 dan didalamnya tergabung berbagai elemen gerakan seperti PMII, HMI, PMKRI dan organ lainnya, mahasiswa bersatu satu suara turunkan Bung Karno.
Namun pada saat itu gerakan mahasiswa di boncengi oleh kepentingan Militer yang ingin membuat gerakan baru di Tanah Air, terjadi peristiwa G 30 S cengan terbunuhnya 7 jendral tinggi yang tersangkanya ditujukan kepada PKI yang kemudian menjadi bumbu meledaknya gerakan mahasiswa yang terprovokasi orde baru.
Salah satu tuntuntan mahasiswa kala itu agar pemerintah membubarkan PKI. Akibat dari tuntutan itu muncullah Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) yang ditandatangani bung karno, banyak polemik tentang surat ini, ada yang mengatakan surat ini tentang pengamanan jalannya pemerintahan, ada juga yang menyatakan surat ini terkait pemindahan kekuasaan dari orde lama ke orde baru, sampai saat ini kebenaran isi surat ini tidak jelas. Pada akhirnya Bung Karno lengser digantikan oleh Soeharto yang berkuasa 32 tahun lamanya.
Di era orba juga terjadi banyak perlawanan akibat pengekangan yang dilakukan pemerintah orba. Di zaman terjadi malapetaka limabelas januari (MALARI). Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Mahasiswa berrencana melakukan demonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma tempat turunnya PM Tanaka. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos pangkalan udara.
 Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, Perdana Menteri Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara. Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan. Usai terjadi demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan, Jakarta berasap. Dari peristiwa ini, terlahir seorang sosok aktivis mahasiswa yang menjadi simbol Malari hingga saat ini, Hariman Siregar namanya. Dia adalah Ketua Dewan Mahasiswa UI saat itu. Hariman bersama rekan-rekan mahasiswa lainnya dituding menjadi otak pelaku kerusuhan tersebut. Hariman Siregar menolak jika disebut sebagai penyebab dalam kerusuhan tersebut.
Era 1998, Sebuah Momentum gerakan mahasiswa terjadi, mereka menuntut Turunkan Soeharto, gerakan 1998 memang telah banyak memakan korban, mulai dari tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa universitas trisakti jakarta yakni Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie yang tertembak di bagian-bagian vital. Di jembatan semanggi terjadi penembakan ratusan mahasiswa yang sedang berdemonstrasi di jalanan oleh militer. Berbagai penculikan tokoh-tokoh gerakanpun terjadi, sungguh kenangan yang tidak akan bisa dilupakan dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia.
Dari awal tahun 1998 sampai turunnya soeharto dan kemudian digantikan BJ Habibie, mahasiswa tak henti-hentinya mengkritik pemerintah karena dinilai masih menjadi antek-antek orba. Bagaimana dengan era reformasi?
Tidak jelasnya musuh bersama gerakan mahasiswa saat ini menjadi sebuah kendala dalam bersatunya gerakan mahasiswa, ditambah dari berbagai kepentingan setiap organisasi, mulai dari kepentingan ideologis bahkan politis. Pada Saat ini Kampus ingin menghegemoni mahasiswa untuk hanya berpikir kuliah, namun tidak diajarkan pentingnya berorganisasi dan kegiatan selain di dalam kelas.
Zaman semakin modern, kemajuan di bidang teknologi sangat pesat sehingga melenakan mahasiswa untuk serba “kekinian”, kebutuhan yang dulunya tersier sekarang menjadi primer. Kampus hanya memproduksi mahasiswa pragmatis yang hanya berpikir kuliah cepat lulus dan mendapat pekerjaan. Akibatnya banyak mahasiswa hanya berlomba cepat lulus namun tak pernah merasakan atmosfer kegiatan di luar kelas untuk bergerak dan berorganisasi, sehingga mental mereka tak terasah agar peka dengan kondisi sosial. Mereka menjadi individualis, mereka sibuk mengurus diri mereka sendiri.
Hedonisme membuat pemuda sekarang berlomba-lomba mengejar gengsi, faktor lain yang membuat pemuda zaman sekarang tidak memiliki semangat revolusioner adalah film-film yang banyak menceritakan cinta-cinta picisan, dan sedikit yang mengupas tentang perjuangan atau pergerakan serta sejarah bangsa.
Mahasiswa sekarang terlena oleh gemerlapnya dunia, mungkin itu kalimat yang harus diungkapkan oleh penulis kepad seluruh pemuda bangsa Indonesia saat ini hingga mereka lupa terhadap realita sosial yang ada. Memang jika kita simpulkan banyak sekali faktor yang mempengarushi perilaku pemuda saat ini sehingga mereka menjadi alay dan manja.
Pragmatisme dam Hedonisme adalah musuh besar mahasiswa saat ini, langkah yang harus kita lakukan pada saat ini sebagai kaum intelektual adalah mengingatkan dan menggugah rasa kepedulian serta nalar kritis mahasiswa yang lenyap akibat zona nyaman yang mereka hinggapi saat ini. Kita gelorakan kembali study club, kelompok-kelompok diskusi yang membahas terkait narasi-narasi besar untuk membangkitkan semangat gelora mahasiswa/i untuk menggugah pemikiran yang materialis dan keduniawian, tidak hanya melulu terkait dengan diskusi. Setelah itu kita torehkan gagasan kita dengan aksi, tidak hanya demo aksi itu, tulisan-tulisan yang menggugah semangat untuk bergerak dan menyadarkan bahwa kondisi bangsa dan negara yang sedang dalam keadaan yang berbahaya. Belajar diorganisasi menjadi salah satu gerakan untuk menggugah semangat kepedulian terhadap sesama manusia. Semoga gerakan mahasiswa untuk menjadi pionir dan penyeimbang kekuasaan pemerintah serta autokritik pemerintah agar menjadi lebih baik lagi. Gerakan mahasiswa harus diisi kaum muda yang revolusioner, untuk hal itu para pemuda yang duduk dibangku kuliah ini harus memiliki pemikiran, semangat, mental, jiwa sosial serta kepedulian tinggi terhadap nasib bangsa kedepan, hidup mahasiswa!