Doc. Internet
Oleh: Azad

Sebuah keniscayaan jika semua manusia mendambakan kehidupan memuaskan, demikian sebab sifat hewani manusia. Alam raya ini tidak terhitung berapa jumlah manusia yang mengadu nasib di atasnya, karena kelahiran dan kematian selalu silih berganti. Ramainya manusia muncul dan berkumpul menjadi keresahan manusia satu dengan yang lain dalam memposisikan diri dalam hidup yang serba tercukupi. Pada akhirnya, berlaku hukum Iex naturalis, pada dasarnya manusia adalah serigala bagi manusia lain. Manusia saling memukul dan membunuh hingga memunculkan satu atau kelompok terkuat yang akan memegang kendali komoditas kehidupan.

Sifat hewani pada diri manusia itulah dari zaman ke zaman selalu menyertai dengan teknis yang berbeda-beda. Seperti ujar tokoh sosialis Karl Marx, bahwa motor utama penggerak sejarah adalah pertentangan klas yang nyata (Matter). Akibat dari pertetangan klas dari zaman feodal yaitu majikan dengan budaknya, bangsawan dengan petani, hingga saat ini pertentangan klas antara borjuis dengan proletar, maka seiring berjalannya waktu kita mengenal konsepsi Negara. Anggapan kuat yang tertanam dalam benak masyarakat, dikatakan bahwa negara adalah sebuah lembaga netral yang tidak berpihak, mengabdi pada kepentingan umum, dan berdiri diatas semua golongan. Kehadiran negara digadang-gadang mampu menjadi jawaban untuk mendamaikan klas yang bertentangan. Namun, bagaimana yang akan terjadi jika justru adanya negara dimamfaatkan kaum borjuasi untuk berkuasa?.

Pada umumnya negara akan mengadopsi sebuah sistem politik yang nantinya dipatuhi masyarakat yang hidup di dalamnya. Dari sekian banyak variasi sistem politik yang kita temui di penjuru dunia, kesemuanya biasanya merujuk pada dua sistem besar yaitu demokrasi dan otoriter. Pertanyaannya adalah, dari kedua sistem tersebut manakah yang terbebas dari kepentingan borjuisasi?.

Pertama, kita akan sedikit mengulas dasar-dasar pengertian negara bersistem politik demokrasi dan otoriter. Negara dengan sistem politik demokrasi kedaulatan rakyat harus lebih kuat dari negara. Rakyat mendapat kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul. Menurut Jhon Locke, negara pun tidak boleh merampas tiga hak alamiah manusia yakni hak kemerdekaan, hak atas hidup, dan hak kepemilikan pribadi. Sistem politik ini bisa terwujud dengan cara seperti pendapat Therborn, menurutnya ada tiga faktor yang mendasari terciptanya sistem politik demokratis, yakni (1) adanya mobilisasi nasional dari rakyat jelata. (2) munculnya kekuatan klas buruh dan pemilik tanah klas menengah kecil di pedesaan. (3) terjadinya perpecahan dikalangan klas penguasa.

Kemudian, negara dengan sistem politik otoriter, peran negara lebih kuat daripada rakyat. Karena rakyat dipandang membawa banyak sekali kepentingan yang sukar diselaraskan, yang mana mayoritas agar tidak menindas minoritas. Maka untuk menghindari pertikaian negara harus memiliki kekuasaan mutlak dalam mengambil tindakan. Menurut Thomas Hobbes Individu memiliki kecenderungan keras untuk bertindak atas dasar kepentingan pribadi yang akan menyebabkan kebebasan individu lain terbatasi. Maka negara harus berperan mencegah hal ini dengan mengorganisir warganya. Dengan demikian kesamaan warga negara dalam kebebasan akan terjamin. Salah satu variasi dari sistem ini adalah Komunisme, bagi Marx kaum borjuis tidak akan mau disetarakan klas sosialnya dengan kaum proletar. Maka kaum proletarlah yang mampu merealisasikan sistem ini. Kaum proletar harus memimpin negara untuk menumpas eksploitasi kaum cukong (Pemodal) dengan kekuasaan yang dimiliki hingga tercipta masyarakat tanpa kelas. Dengan sistem politik otoriterlah negara komunis akan terwujud dan melindungi warga negara yang kebebasannya dirampas oleh individu lainnya.

Kedua, kedua simtem tersebut yang telah dipaparkan diatas sama-sama memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk kesejahteraan manusia. Namun, keduanya tidak bisa lepas dari kecacatan yang menyertai. Mari kita sedikit telaah bagaimana keduanya menjalankan sistemnya. Sisi negatif dari sistem politik demokrasi adalah terlalu melegitimasi kepemilikan pribadi yang tanpa ada batasan. Karena negara melindungi kepemilikan pribadi, maka warga negara akan bersaing mengumpulkan komoditas untuk dimiliki. Rakyat akan cenderung mencemaskan perihal kebutuhan ekonomi pasar daripada permasalahan sosial. Bukankah akan sangat mungkin kapitalisme akan bertengger di negara yang haus akan perekonomian pasar. Terlebih untuk menguasai negara demokratis, yang perlu dilakukan adalah menyediakan modal sebanyak-banyaknya, lalu menciptakan sosok pemimpin negara yang nantinya akan melegitimasi kepentingannya. Bagaimana caranya? Di negara ini, pemilihan kepala negara akan diselenggarakan dalam kurun waktu beberapa tahun. Jika tingkat kesadaran warga kelas bawah rendah, maka kaum cukong akan dengan mudahnya memenangkan pemilu yang diselenggarakan dengan kekuatan modal yang ia miliki. Mereka memiliki kekuatan memanipulasi media nasional, iming-iming harta dan lain sebagainya. “Loh kan dalam negara demokratis pemimpin hanya bertahan beberapa saat, jika memang terbukti memihak kaum cukong ya nggak usah dipilih pada pemilu berikutnya?” Memang demikian fungsi demokrasi yaitu memungkinkah munculnya pemimpin yang lebih baik lagi. Tapi sekali lagi perlu diingatkan jika tingkat kesadaran warga kelas bawah rendah, maka pemimpin yang muncul akan kembali menjadi boneka borjuasi. Bahkan dari beberapa pemimpin yang bersaing bisa saja kesemuanya hanya permainan seremonial kaum cukong. Sekalipun saat borjuis dalam keadaan lemah seperti halnya di negara Bonarparte yang ketika itu kaum bawah yang telah terorganisir dengan baik terjadi konflik dengan kaum borjuis, maka negara akan mengambil kebijakan yang akan menguntungkan kaum bawah, karena kapitalisme belum cukup kuat melawan kaum proletar yang sudah terorganisir. Negara menjadi lebih demokratis sesuai keinginan kaum tertindas. Tidak lain yang menjadi pemain dalam pengambilan kebijakan negara adalah borjuasi itu sendiri, guna kepentingan jangka panjangnya.

Bagaimana dengan sistem otoriter, khususnya komunisme? Secara kasat mata memang sepertinya kapitalisme sulit tumbuh subur di negara bersistem politik komunisme, karena jika rakyat bawah sudah mengambil kendali pemimpin negara/presiden, kaum borjuis akan lumpuh dengan perintahnya. Tapi nyatanya yang terjadi tidaklah demikian, yang silih berganti hanya pemimpin dan jajaran menterinya. Aset-aset negara tetap dalam genggaman borjuasi. Seperti munculnya fasisme di daratan eropa, krisis ekonomi yang disebabkan oleh kekalahan perang dunia pertama. Pengusaha kesulitan mencari laba, maka yang akan dilakukan adalah mengeksploitasi lebih keras lagi kepada buruh-buruhnya. Nahas, kaum buruh sudah terorganisir dengan baik untuk melawan eksploitasi borjuasi. Lalu langkah yang diambil kaum borjuis kala itu adalah memberi dukungan kepada negara untuk mendirikan rezim totaliter, dan yang terjadi adalah kapitalisme tumbuh bersama negara dengan sistem politik otoriter. Lagi-lagi negara mengambil kebijakan atas kepentingan borjuasi.

Terakhir, benar faktanya cengkraman borjuasi dapat tumbuh subur di negara dengan variasi sistem politk apapun, terlebih di negara yang apatisme rakyatnya tinggi. Mereka akan selalu menggunakan negara sebagai alat klas berkuasa.

Mengenai pergolakan politik di negara kita. Indonesia telah melalui derita lama, pengalaman pahitnya bersama sistem politik otoriter yang dinahkodai kaum pemodal. Mahasiswa telah bersama-sama rakyat untuk menjungkirbalikkan Orde Baru. Kita semua telah bersaksi memilih sistem politik demokrasi. Perlu kita sadari dan buktikan bahwa gagasan reformasi kala murni atas kepentingan rakyat tertindas. Katakanlah, sistem demokratis negara kita bukanlah manifestasi kapitalisme, malahan sistem ini bersikeras untuk melenyapkan kapitalisme yang berkuasa. Perjuangan rakyat tertindaslah yang menghendaki terciptanya sistem politik ini. Sekadar saran untuk esok menghadapi kontestasi pemilu mendatang, wajib hukumnya kita menengok kembali sejarah kelam bangsa ini, Hindari permainan uang dalam kontestasi pemilu yang dalam jangka panjangnya justru menghambat negara ini berkembang. Aneh memang, yang katanya demokrasi jika kita ingin merubah sesuatu dipersilahkan untuk menduduki parlemen, tetapi fakta lapangan berkata sebaliknya, dibutuhkan biaya teramat mahal untuk mewujudkan itu.

*Penulis adalah Kader Lokajaya 2017
Sumber Referensi: Madilog, karya Tan Malka dan Teori Negara, karta Arif Budiman.

Editor: Iftahfia