Penulis : Moh. Aji Firman

Kita semua mengetahui bahwa tanggal 28 Oktober merupakan hari diperingatinya sumpah pemuda. Tanggal itu merupakan tanggal yang bersejarah bagi kita, pemuda Indonesia. Tepat hari ini 91 tahun yang lalu, pemuda dari berbagai daerah berkumpul di Jakarta. Mereka mengesampingkan ego kedaerahan untuk berikrar mengakui hanya bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu Indonesia.

Sejarah Sumpah Pemuda
Pemuda sadar bahwa dibawah kolonialisme Belanda, pemuda harus bergerak menuju perubahan. Namun, perjuangan – perjuangan itu masih bersifat kedaerahan dan tentu masih banyak intervensi serta intimidasi dari kolonial. Kemudian pemuda diberbagai daerah membentuk sebuah wadah berupa organisasi kepemudaan. Di Jawa ada Tri Koro Darmo (Jong Java), di Sumatra ada Jong Sumatranen Bond, di Sulawesi ada Jong Celebes, di Sumatra Utara ada Jong Minahasanen Bond, dan masih  banyak lagi organisasi kepemudaan lainnya.

Selain organisasi yang bersifat kedaerahan, berkembang juga organisasi yang mengkehendaki persatuan Indonesia. Orgnasisasi yang pertama mengkehendaki adalah Perhimpunan Indonesia. Pendirinya adalah mahasiswa-mahasiswa yang sedang belajar di Belanda. Dari sekian banyak organisasi yang ada terlihat semangat nasionalisme yang tinggi, lalu timbul ide untuk melebur dalam suatu wadah sentral yang besar atau yang disebut fusi. Namun, ada juga yang mengkehendaki juga dalam bentuk federasi, artinya masing-masing organisasi akan tetap hidup menjadi organisasi, namun bergabung dalam organisasi yang lebih besar.

Tanggal 30 April – 2 Mei 1926 pemuda dari berbagai organisasi itu berkumpul di Jakarta mengadakan kerapatan besar yang kemudian disebut dengan Kongres Pemuda I, Kongres ini diketuai oleh Mohammad Tabrani. Perwakilan organisasi yang hadir dalam kongres ini diantaranya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, dll. Tujuan utama kongres ini adalah untuk membentuk dan membina perkumpulan-perkumpulan pemuda dalam satu komando dengan maksud memajukan paham persatuan dan kebangsaan seta mempererat hubungan dari berbagai organisasi.

Namun, dalam kongres pemuda I belum menghasilkan keputusan yang mempersatukan pemuda-pemuda Indonesia secara nasional. Karena belum menghasilkan keputusan maka pemuda tidak patah semangat, akhirnya mereka mengadakan kongres pemuda untuk yang kedua kalinya. Kongres pemuda II dilaksanakan tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta. Kongres kedua ini diketuai oleh Sugondo Joyopuspito dan dihadiri kurang lebih oleh 750 orang dari berbagai perwakilan organisasi pemuda daerah. Kongres kedua ini berjalan lebih baik dari pada kongres yang pertama, karena pada kongres ini menghasilkan sebuah sumpah yang kita peringati setiap tahunnya yaitu “Sumpah Pemuda”. Dan pada kongres ini juga seorang wartaman sekaligus musisi, Wage Rudolf Supratman (W.R Supratman) menyanyikan sebuah lagu yang diciptakannya sendiri dengan iringan biolanya. Lagu itu merupakan lagu yang kini menjadi lagu kebangsaan Indonesia, lagu itu berjudul Indonesia Raya.

Nasionalisme Mahasiswa 
Nasionalisme secara umum dapat diartikan sebagai sebuah paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara demi kepentingan nasional. Perwujudan dari nasionalisme ini bermacam-macam diantaranya seperti mematuhi hukum yang berlaku, melestarikan budaya, menciptakan dan mencintai produk dalam negeri, bersedia melakukan aksi nyata membela, mempertahankan, dan memajukan negara.

Sebagai generasi muda, mahasiswa merupakan orang yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi. Tugas utama selain dituntut untuk menciptakan sebuah karya, Mahasiswa juga memiliki tugas moral yaitu sebagai agen perubahan dan agen kontrol sosial. Maka dari itu Mahasiswa harus memiliki sikap kritis, mencoba menggali permasalahan sampai ke akar-akarnyan dengan belatih melalui membaca buku, berdiskusi dan menulis. Hal ini berfungsi untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat, mengawal isu-isu yang ada dan lainya. Dengan ini maka gerakan mahasiswa merupakan salah satu dari wujud nasionalisme atau cinta tanah air. 

Selain itu, nasionalisme terhadap bangsa juga dapat ditunjukan dengan keseriusan belajar dibangku kuliah. Menekuni bidang keilmuan atau keahlian yang dimiliki agar dapat memberikan sumbangsih terhadap masyarakat dan negara. Terlahirnya generasi-generasi berbagai pakar dibidang keilmuan, peneliti yang berusaha menciptakan sebuah karya juga sangat dibutuhkan oleh banyak orang untuk kemajuan negara Indonesia. 

Masih Adakah Nasionalisme Dalam Diri Mahasiswa?
Hari ini tepat sembilan puluh tahun berlalu sejak 1928 hingga kini 2019, mulut para pemuda masih lantang meneriakkan sumpah setia; bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu bahasa persatuan Indonesia. Namun apakah didalam hati mahasiswa sekarang masih setia dengan sumpah tersebut? Siapa yang bisa menjawab adalah kita sendiri. 

Jika membaca sejarah Indonesia tentu kita menyadari bahwa Indonesia merdeka tidak lain juga karena semangat perjuangan pemuda, runtuhnya rezim orde baru dan orde lama juga berkat gerakan dari para pemuda atau mahasiswa. Namun seiring berjalannya waktu kita patut menanyakan keberadaan dan peran dari mahasiswa diera sekarang.

Mahasiswa yang merupakan agen kontrol sosial, agen perubahan dan basis intelektual bangsa kini kecintaan terhadap Indonesia mulai meluntur. Hal ini dapat dilihat dari berbagai segi kekayaan Indonesia yang kita miliki. Misalkan saja dari segi budaya, barangkali mahasiswa sekarang lebih hafal budaya asing daripada budaya sendiri. Banyak sekali yang menggandrungi budaya Korea, jepang dan lainya. Mereka lebih hafal lagu-lagu barat dari pada lagu khas daerahnya sendiri. 

Kondisi bangsa telah berubah, kondisi pemuda pun ikut berubah, jiwa nasionalisme atau rasa kepedulian terhadap bangsa ini kian memudar. Budaya Mahasiswa dikampus seperti membaca buku, berdiskusi dan menulis sudah sangat jarang, kita semua dimudahkan dengan cepatnya akses internet yang seharusnya bisa memberikan dampak positif namun kita menyalahgunakan untuk hal-hal yang tidak berfaedah. Mereka lebih suka main game dari pada membaca buku, lebih suka menghibah dari pada berdiskusi, dan lebih senang menulis status disosial media yang dimiliki.
Entah faktor apa yang menyebabkan perubahan itu semua, kita tidak bisa menyalahkan waktu. Kita hanya bisa mengintropeksi diri “selama ini kita sudah melakukan apa untuk bangsa ini?”. Melihat kondisi seperti ini mungkin Sumpah itu masih akan kekal, namun Pemudanya akan hilang jika tidak berani bangkit untuk berubah.

Selamat hari sumpah pemuda, 28 Oktober 2019. 

Hidup Mahasiswa!, 
Hidup Rakyat Indonesia!, 
Salam Pergerakan!

Editor: Iftahfia
Ilustrasi: az-ad