Rokok itu bahaya, rokok itu beracun, rokok itu sumber penyakit. Kamu jangan merokok! nanti cepet mati!”  Ujar mantan pacarku dulu saat SMA.

Kalimat itu masih teringat betul ketika aku masih mencintainya, padahal aku tak tau sebenarnya apa itu cinta. Entah apa yang membuatku masih mengingat kata-kata itu padahal sekarang aku tak mencintainya, yang kuingat selain kata-kata itu adalah wajahnya yang manis seperti larutan gula campuran es kelapa muda. Ahh.. sudahlah itu masa lalu.

Sedikit cerita, sejak kecil aku memang dididik oleh orang tua untuk tidak merokok, sebagai anak kecil nurut-nurut saja. Dari mulai sekolah dasar (SD) sampai menengah atas (SMA), tak sedikitpun menghisap satu batang rokok. Cerita berlanjut ketika aku masuk kedalam dunia perkuliahan, di sini aku banyak sekali menjumpai teman-teman sejawat yang merokok. Sehingga ketika sedang nongkrong bareng tak khayal sering ditawari rokok, namun aku masih menolaknya.

Hingga pada suatu waktu, tepatnya menginjak semester empat aku memberanikan diri untuk menghisap satu batang rokok, rasanya tak aneh dan tidak ada rasa apapun selain bajuku bau asap rokok. Tapi tak apa itu bisa hilang dengan dicuci dengan air dan deterjen beli di warung pojok pertigaan. 

Bagiku merokok adalah kegiatan yang menyenangkan. Bagaimana tidak? Merokok dapat menjadi teman ketika sepi, maklum karena aku jomblo. Merokok juga membuatku lebih tenang, fokus sehingga memunculkan ide-ide baru. Selain itu menurutku merokok tidak mengenal waktu, mulai bangun tidur, sehabis makan, nongkrong dengan teman, membaca buku, hingga aku menulis tulisan ini pun sambil menikmati rokok. Lebih aneh lagi merokok tak kenal tempat, di laut, di gunung, di kafe,  pun  buang air besar di toilet tanpa rokok ia rela menahannya sampai mendapatkan rokok, luar biasa.

Merokok hampir dilakukan oleh semua kalangan, dari mulai tukang becak hingga pejabat tinggi, tokoh sejarah hingga anak sejarah, tua, muda, laki-laki bahkan perempuan. Hal tersebut mungkin karena begitu mudahnya kita bisa mendapatkan rokok, di supermarket, minimarket, sampai warung kelontong semua hampir menjual rokok, kecuali pemilik warung yang menganggap rokok ‘Haram’. Ditambah lagi dengan muncul banyaknya jenis rokok yang beredar, dari mulai rokok kretek, filter, varian rasa mentol, buah-buahan hingga rokok elektrik. Jadi tak heran jika Kata World Health Organization (WHO) Indonesia menjadi negara ketiga dengan konsumsi rokok terbesar setelah China dan India, dengan jumlah perokok sebesar 36,3% dari 94 juta orang. Dengan demikian itu artinya 1 dari 3 orang Indonesia adalah perokok aktif.

Namun tahukah kalian? Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil tembakau dan cengkeh terbaik di dunia, dengan tanahnya yang subur negara kita dikaruniai berbagai macam tumbuhan, salah satunya tembakau bahan utama pembuat rokok. Namun, produksi rokok Indonesia akhir-akhir ini menurun, data dari Kementrian Perindustrian menyebutkan bahwa jumlah pabrik rokok di Indonesia turun 80,8% dari 2.540 pabrik pada tahun 2011 kini menjadi 487 pabrik pada 2017. Hal ini berakibat pada berkurangnya lapangan pekerjaan dan produksi rokok terus menurun. Meski begitu produksi rokok di Indonesia tidak menurun,  karena memang daya konsumsi rokok masyarakat kita yang tinggi. 

Per- 1 Januari 2020, Presiden kita tercinta (bagi yang mencintai) Bapak Joko Widodo memutuskan menaikkan harga Cukai Hasil Tembakau (CHT) rata-rata 21,56% dengan Harga Jual Eceran (HJE) rokok naik rata-rata 35%. Kebijakan tarif cukai mempertimbangkan antara lain, jenis tembakau (buatan mesin atau tangan), golongan pabrik (kecil, menengah, besar), dan jenis bahan baku lokal atau impor.

Dilansir dari detik.com Menurut keterangan Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementrian Keuangan, Nufransa Wira, latar belakang pemerintah menaikkan harga rokok adalah meningkatnya jumlah perokok secara global dari 32,8% menjadi 33,8%. Perokok pada usia anak dan remaja juga mengalami peningkatan dari 7,2% menjadi 9,1%, demikian juga perokok perempuan dari 1,3% menjadi 4,8%. 

Ia juga menambahkan, pemerintah menyadari sektor rokok banyak keterkaitannya dengan sektor lainnya yaitu industri, petani tembakau maupun cengkeh.  Seperti yang kita ketahui bahwa fungsi pungutan hasil tembakau adalah untuk pengendalian konsumsi rokok (legal maupun ilegal), menjamin keberlangsungan industri dengan menjaga keseimbangan antara industri padat modal dan padat karya, dan untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Dengan pertimbangan di atas maka pemerintah menaikkah tarif cukai rokok. 

Melihat alasan pemerintah menaikkan harga rokok, saya setuju-setuju saja jika harga cukai rokok dinaikkan. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa ada dampak yang menimpa dari kebijakan ini, yaitu petani dan buruh pabrik rokok. Jangan sampai kehidupan mereka terancam hancur pasca kebijakan ini ditetapkan, misalnya harga tembakau anjlok dan buruh pabrik rokok dipecat. Hanya karena negara butuh uang tambahan karena APBN yang defisit pemerintah mengeluarkan kebijakan yang seenaknya sendiri.

Akhirnya aku ingin menyampaikan bahwa rokok tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, begitu banyak manusia yang hidup dari rokok. Petani tembakau, cengkeh, pegawai pabrik rokok dan penikmat sejati rokok, mereka adalah mata rantai yang tidak bisa kita pisahkan. Jika salah satunya rugi maka yang lain akan kena imbasnya. 

Bagiku sebagai salah satu penikmat rokok khususnya eceran, naiknya harga rokok tidak terlalu menjadi masalah, karena memang rokok adalah sebuah kebutuhan sehari-hari. Meski harga rokok naik saya kira masih banyak orang yang merokok, karena itu sudah menjadi budaya dan aktivitas merokok akan ada terus selamanya. Tentunya yang perlu digarisbawahi lagi atas naiknya harga rokok adalah kesejahteraan petani, yaitu nilai harga tinggi terhadap penjualan tembakau atau cengkeh mentah.

Dan yang terakhir saya ingin berpesan kepada perokok, kita sebagai penikmat rokok harus peduli dengan sesama dan lingkungan sekitar. Jadilah perokok yang ramah lingkungan tidak membuang putung rokok dan nyampah sembarangan, jika sekiranya di tempat umum maka carilah tempat yang bebas asap rokok, karena tidak semua manusia suka rokok. 

Oleh: Aji Firman (orang yang baru tau nikmatnya rokok).
Editor: Iftahfia
Ilustrasi: az-ad