Saya heran dengan substansi Women Support Women yang dikampanyekan belakangan
ini oleh beberapa kaum yang mengaku dirinya feminis. Pikiran itu berkecamuk
dala benak
saya.
Beberapa hari yang lalu saya terkejut
dengan postingan salah satu akun bermazhab feminis yang merespost video viral
tiktok. Video yang diunggah oleh perempuan pemilik akun tiktok berinisial D ini
menjadi bully-an akun feminis. Dalam unggahannya tersebut membuat beberapa akun
media bermazhab feminis marah besar. Video yang berdurasi kurang lebih 10 menit tersebut dianggap Playing Victim.
Alasannya karena apa? Pertama, dalam
video tersebut si-D menyalahkan perempuan twerking. Feminis menanggapi bahwa
bisa saja yang twerking itu contsent dengan apa yang ia lakukan. Dia
telah setuju dengan dirinya sendiri. Namun, terlepas dari itu apa pantas mereka
dilecehkan?
Kedua, setelah ia mengunggah
argumennya mengenai perempuan twerking.
Berikutnya ia menyajikan video kumpulan laki-laki yang sedang coli. Feminis
menanggapi bahwa ketika seseorang mengalami coli, yang salah tetap pelaku.
Masturbasi normal dilakukan tanpa ditujukan kepada seseorang apalagi tanpa
persetujuan. Nah, diunggahan berikutnya si D
melakukan klarifikasi mengapa ia mengunggah video tersebut. Dengan rasa tak
bersalah, ia melanjutkan bahwa unggahan tersebut ia tujukan kepada para
perempuan yang dengan sengaja mengunggah video twerking tersebut. Ketika
seseorang melakukan coli, maka ia akan menjadikan orang yang berada disekitar
untuk melampiaskannya. Jika hal itu terjadi, siapa yang bisa disalahkan? Secara
tidak langsung si D ini menyalahkan kaum perempuan yang mengunggah video Twerk
tersebut.
Saya feminis, tapi tidak dengan menyalahkan
secara brutal
pelaku tanpa edukasi setelahnya. Terlebih ketika ia belum
mengetahui betul bagaimana kajian gender. Ia hanya sekedar beropini tanpa tau
istilah-istilah dalam kamus kaum feminis. Lalu atas ketidaktahuan tersebut
apakah seseorang dapat menjadi korban penindasan juga? Seringkali orang mengatakan
orang salah tidak akan mengaku bahwa dirinya salah.
Selagi ia tidak diarahkan untuk menuju hal yang dianggap benar? Ya. Kamu mengaku berjuang untuk kesetaraan, tapi masih
melakukan penindasan terhadap lainnya. Di kasus lainnya juga ditemui penindasan yang
serupa dilakukan oleh perempuan kepada perempuan lainnya. Misalnya saja menilai
penampilan perempuan lainnya dan juga suka mengukur kemampuan dari segi
penampilan. Kemudian ada juga yang saling bersaing untuk menjadi yang terbaik
demi mengalahkan perempuan lainnya. Ketika perempuan lainnya lebih sukses dan
lebih mempunyai power. Bukannya semakin mendukung malah mempertanyakan kenapa
bisa sukses lalu berakhir pada pikiran negatif lainnya.
Cerita diatas baru sebagain kasus dan masih
banyak kasus lainnya yang dapat melunturkan makna Women Support Women. Kejadian yang
dialami oleh pelaku sekaligus korban yang merupakan seorang perempuan ini
sungguh disayangkan sekali ketika responnya jauh dari ekspektasi yang di harapkan. Seorang feminis harusnya dapat
mengingatkan secara baik-baik. Ketika hal itu terjadi di masyarakat. Feminisme
harusnya bukan hanya sebagai trend. Namun, feminisme dapat menjadi sesuatu yang diimani dan
tercermin dalam setiap perilaku para feminis. Feminisme harusnya dapat berupaya
dalam perlawanan untuk membebaskan manusia dari ketertindasan, termasuk
laki-laki dan minoritas gender.
Sangat disayangkan ketika adanya
gerakan women support women tersebut
yang dianggap bagi para perempuan untuk mendukung satu sama lain serta
bersyukur telah terlahir sebagai perempuan. Tak hanya itu, gerakan ini juga
dianggap untuk merayakan pencapaian diri dan mendukung perempuan lain yang
membutuhkan. Berbagai cara yang dilakukan untuk mengikuti trend tersebut.
Namun, pada kenyataanya?
Yang sudah belajar kajian gender
saja terkadang masih belum dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Apalagi yang tidak sama sekali. Seseorang yang telah mengaku
feminis tersebut hendaknya menjadi kiblat bagi lainnya yang belum paham dengan
kajian ini. Saling mendukung, saling membantu, dan saling berempati
itulah yang perlu ada dalam gerakan women
support women, Bukan malah saling menjatuhkan, menghakimi, menyalahkan,
saling bersaing dan
menjadi provokator fanatik untuk mengikuti kelompoknya. Sehingga
pada akhirnya bukan kesetaraan dan kedamaian yang didapat. Namun,
ketidaksetaraan dan kehancuran. Apakah hal itu yang diinginkan?
Penulis : Luq Yana Chaerunnisa
Editor : Finata
Layouter : Nazih
0 Komentar