Berbicara Hari Perempuan Internasional atau yang biasa disebut International Women’s Day (IWD) pasti tidak lepas dari sejarah yang melatarbelakangi mengapa diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional? IWD ini merupakan capaian dari perjalanan panjang protes perempuan pada masa industrialisasi awal (1900-an). Di belahan Eropa dan Amerika, praktik awal industrialisasi ini berlangsung perempuan miskin hidup dalam kondisi kerja tak layak. Pada 8 maret 1857 di New York, Amerika Serikat puluhan ribu buruh garmen perempuan menuntut keadilan karena upah yang sangat rendah dan jam kerja panjang. Meski direpresif, perempuan tetap mengorganisir diri dan terus membesar. Hingga 50 tahun setelahnya pada 8 maret 1908 sebanyak 15.000 pekerja perempuan turun ke jalan sepanjang kota New York menuntut diberlakukannya jam kerja yang lebih pendek.

Pada tahun 1909 sebanyak 20.000-30.000 pemogokan buruh perempuan pabrik garmen di New York selama 13 minggu menuntut upah layak, jam kerja yang lebih pendek, dan kondisi kerja yang lebih baik. Lalu pada tahun 1911 terjadi insiden tragis “Triangel Fire” kebakaran besar di sebuah pabrik Triangel Shirtwaist yang mengakibatkan hilangnya nyawa sekitar 146 buruh garmen yang mayoritas adalah perempuan. Peristiwa ini memicu jutaan orang turun ke jalan sebagai bentuk protes besar-besaran terhadap kondisi ketenagakerjaan. Pada tahun 1912 muncul pemogokan perempuan pekerja tekstil di Massachusetts, Amerika Serikat. Pemogokan ini menggunakan slogan politik “Bread and Roses” Bread yang merepresentasikan seorang pekerja membutuhkan upah layak, jaminan kerja berupa perbaikan kondisi kerja, penghapusan diskriminasi di dunia kerja. Dan Roses yang merepresentasikan adanya pengakuan, penghargaan kepada pekerja.

Pada tahun 1917, kembali muncul pemogokan di Rusia oleh perempuan pekerja tekstil dengan slogan “Roti dan Perdamaian” dengan jumlah di hari pertama 75.000, dan selanjutnya menjadi 400.000 massa. Gerakan itu melibatkan mahasiswa, pengajar, dan pekerja kerah putih. Pemogokan ini memicu Revolusi Rusia tahun 1917, karena situasi saat itu dilatarbelakangi oleh kelangkaan pangan dan rezim Tsar yang menindas rakyat. Selanjutnya, tahun 1918 buruh perempuan busa dan kereta listrik melakukan mogok untuk menuntut hak yang sama atas peningkatan upah seperti laki-laki. Semangat pemogokan tersebut menyebar ke berbagai daerah di daerah selatan Inggris dan London. Pemogokan tersebut adalah mogok upah setara yang diinisiasi, dipimpin dan dimenangkan oleh perempuan.

Di Indonesia, pada tahun 1926 muncul tuntutan perbaikan kerja dan upah layak dengan demonstran buruh di Semarang, Jawa Tengah. Aksi tersebut mengenakan “Caping Kropak” atau topi bambu, dan menjadi aksi buruh perempuan pertama di Indonesia. Pada tahun 1975, PBB menetapkan “Tahun Perempuan Internasional”. Organisasi-organisasi perempuan dan pemerintah di seluruh dunia juga merayakan IWD setiap tahun-nya pada tanggal 8 Maret dengan mengelar acara-acara dalam skala besar untuk menghormati peran dan prestasi perempuan. Perjalanan panjang perjuangan perempuan menuntut keadilan pencapaiannya yang kita rasakan sekarang ini. Tentu banyak sekali mengajarkan kepada kita bahwa perlawanan dan perjuangan pasti membutuhkan waktu yang panjang. Maka konsistensi merupakan landasan utama untuk melakukan sebuah pergerakan dan perjuangan.

Penulis             : Nurrul

Editor              : Finata

Ilustrator         : Karisa