Genealogi Aswaja merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang asal usul ahlussunnah wal jama'ah. Sebelum Rasulullah lahir masyarakat Arab suka bertindak semaunya sendiri tanpa aturan sehingga pada zaman itu disebut zaman jahiliyah atau zaman kebodohan. Pada tanggal 12 Rabiul Awal Nabi Muhammad SAW lahir untuk mengajarkan ajaran Islam dan menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Ajaran Islam bersumber dari Al-Quran dan hadist-hadits nabi. Pada 12 Rabiul Awal tahun 11 H Rasulullah wafat. Setelah wafatnya Rasulullah penyebaran ajaran Islam dilanjutkan oleh para sahabat nabi yaitu Abu Bakar As Siddiq (11-13H), Umar bin Khattab (13-23H), Usman bin Affan (23-35H), Ali bin Abi Thalib (35-40H). Pada masa akhir sahabat yaitu masa Abu Hasan Asya'ari dan Abu Mansur Al Maturidi muncul berbagai aliran yaitu Syiah, Islamiah, Mu'tazilah, Qadariyah, Murji'ah, Khawarij. Setiap pengikut aliran tersebut menganggap dirinya sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu sekelompok orang yang mengikuti sunnah nabi.

Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth, ta’adul, dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti yang sangat berdekatan atau bahkan sama. Oleh karena itu, tiga ungkapan tersebut bisa disatukan menjadi “wasathiyah”.Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj. Dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:   Melandaskan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber pokok dan juga kepada sumber-sumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur’an dan As-sunnah seperti ijma’ dan qiyas.   Menjadikan ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab dengan mengikuti salah satu dari mazhab-mazhab yang diyakini penisbatannya kepada ashabul madzahib.

Namun, Nahdlatul Ulama membuka ruang untuk bermazhab secara manhaji dalam persoalan-persoalan yang tidak mungkin dipecahkan dengan bermazhab secara qauli. Pola bermazhab dalam NU berlaku dalam semua aspek ajaran Islam; aqidah, syariah/fiqh, dan akhlaq/tasawwuf, seperti dalam rincian berikut: (a). Di bidang syariah/fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti salah satu dari mazhab empat, yaitu mazhab Imam Abu Hanifah, mazhab Imam Malik ibn Anas, mazhab Imam Muhammad bin Idris as-Syafii dan mazhab Imam Ahmad bin Hanbal. (b). Di bidang aqidah mengikuti mazhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan mazhab Imam Abu Manshur al-Maturidi. (c). Di bidang akhlaq/tasawuf mengikuti mazhab Imam al-Junaid al-Baghdadi dan mazhab Imam Abu Hamid al-Ghazali. Berpegang teguh pada petunjuk Al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau’izhah hasanah, dan mujadalah bil husna. Sebagai salah satu wujud dari watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi’iyyah (realistis), Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan Pancasila sebagai dasarnya sebagai sebuah negara yang sah menurut pandangan Islam dan tetap berusaha secara terus menerus melakukan perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha Esa, mengakui keutamaan dan keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati mereka serta menolak dengan keras segala bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap mereka apalagi menuduh mereka kafir.

Tidak menganggap siapa pun setelah Nabi Muhammad saw sebagai pribadi yang ma’shum (terjaga dari kesalahan dan dosa). Perbedaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari fitrah kemanusiaan. Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il furu`iyyah-ijtihadiyah adalah keharusan. Nahdlatul Ulama tak perlu melakukan klaim kebenaran dalam masalah ijtihadiyyah tersebut.   Menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan seperti tuduhan kafir kepada sesama muslim, ahlul qiblah.   Menjaga ukhuwwah imaniyyah-islamiyyah di kalangan kaum muslimin dan ukhuwwah wathaniyyah terhadap para pemeluk agama-agama lain. Dalam konteks NU, menjaga ukhuwwah nahdliyyah adalah niscaya terutama untuk menjaga persatuan dan kekompakan seluruh warga NU. Menjaga keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani dengan mengembangkan tasawwuf `amali, majelis-majelis dzikir, dan sholawat sebagai sarana taqarrub ilallah di samping mendorong umat Islam agar melakukan kerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

 

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/61776/ahlussunnah-wal-jamaah-menurut-nu

Penulis    : Dewi

Editor    : Finata

Ilustrator : Karisa