Kita sering kali mendengar istilah September hitam, di mana kata hitam
ditambahkan di belakang kata September. Penambahan kata hitam di belakang kata
September sendiri dilatarbelakangi karna banyak peristiwa pilu yang terjadi di
bulan September. Sejarah mencatat banyak sekali catatan kelam tentang
kemanusiaan, bencana alam dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi
di bulan September, mulai dari skala nasional sampai internasional yang membuat
bulan September menjadi istimewa .
Kebakaran Besar London (1666)
Kebakaran besar London adalah suatu
peristiwa kebakaran hebat yang melanda kota London, Inggris pada hari Minggu, 2
September hingga hari Rabu, 5 September 1666. Kebakaran ini memusnahkan
sebagian besar wilayah kota. Kebakaran Besar London menghanguskan sekitar
13.200 rumah, 87 gereja paroki, 6 kapel, termasuk Katedral Santo Paulus dan
sebagian besar bangunan-bangunan penting lainnya di London. Sekitar 100.000
orang, atau 1/6 penduduk London saat itu, kehilangan tempat tinggal karena
peristiwa ini. Jumlah korban yang tewas akibat kebakaran ini tidak diketahui
dan umumnya dianggap kecil, tercatat hanya enam kematian yang diverifikasi.
Namun baru-baru ini muncul teori yang menyatakan bahwa kemungkinan ribuan
kematian penduduk miskin dan kelas menengah tidak tercatat karena sebagian
besar dari mereka telah hangus tanpa bisa dikenali.
Gempa Kanto, Jepang 1923
Gempa menerjang dataran Kanto di
pulau utama Jepang Honshu pada pukul 11.58.44 JST (02.58.44 UTC) pada hari
Sabtu, 1 September 1923. Berbagai laporan menunjukkan durasi gempa itu antara
empat hingga sepuluh menit.
Gempa bumi ini
berkekuatan 7,9 skala besaran momen (Mw),dengan fokusnya jauh di bawah Pulau
Izu ÅŒshima di Teluk Sagami. Penyebabnya adalah pecahnya bagian dari batas
konvergen di mana Lempeng Laut Filipina melakukan subduksi di bawah Lempeng
Okhotsk di sepanjang garis Palung Sagami. Gempa ini menimbulkan kerusakan
massal pada wilayah Kanto: Tokyo, kota pelabuhan Yokohama, dan prefektur di
sekitarnya: Prefektur Chiba, Prefektur Kanagawa, dan Prefektur Shizuoka. Gempa
ini memakan korban meninggal dan korban hilang lebih dari 105.000 orang.
Awal Perang Dunia II (1939)
Awal terjadinya perang umumnya
disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke
Polandia, Britania dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman dua hari
kemudian. Perang ini merambat dan melibatkan banyak sekali negara di dunia
termasuk semua kekuatan besar yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer
yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terluas
dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan
militer. Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar
memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk
keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan
militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian
massal warga sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata
nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai
70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling
mematikan sepanjang sejarah umat manusia.
Pengepungan Leningrad 1941
Pada Perang Dunia II, berlangsung
dari 8 September 1941, sampai 8 Januari 1944, merupakan pengepungan Jerman
terhadap kota Leningrad (sekarang St. Petersburg) di Soviet Rusia. Pengepungan
ini merupakan pengepungan terbesar dan paling berdarah dalam sejarah,
menewaskan lebih dari 1 juta orang. Pihak Jerman menyebutnya Operation
Nordlicht (Operasi Cahaya Utara).
Gerakan 30 September/G30S (1965)
Gerakan 30 September (G30S) adalah
sebuah peristiwa berlatarbelakang kudeta yang terjadi selama satu malam pada
tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 yang mengakibatkan gugurnya enam
jenderal serta satu orang perwira pertama militer Indonesia dan jenazahnya
dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area Lubang Buaya, Jakarta
Timur. Penyebutan peristiwa ini memiliki ragam jenis, Presiden Soekarno
menyebut peristiwa ini dengan istilah GESTOK (Gerakan Satu Oktober), sementara
Presiden Soeharto menyebutnya dengan istilah GESTAPU (Gerakan September Tiga
Puluh), dan pada Orde Baru, Presiden Soeharto mengubah sebutannya menjadi
G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI).
Tragedi Munchen (1972)
Pembantaian München yang juga
disebut dengan nama September Hitam adalah peristiwa saat Olimpiade München
1972. Pada 5 September 1972, kelompok September Hitam (Black September) yang
terdiri dari orang-orang Palestina menyandera dan membunuh 11 atlet Israel dan
seorang polisi. Upaya penyelamatan yang dilaksanakan gagal total dan seluruh
sandera tewas.
Tragedi Tanjung Priok (1984)
Tragedi ini terjadi pada tanggal 12
September 1984, di mana pasukan Fasis Orde Baru membantai demonstran yang
menentang “Asas Tunggal Pancasila”, mengakibatkan sejumlah korban tewas dan
luka-luka serta sejumlah gedung rusak terbakar. Sekelompok massa melakukan
defile sambil merusak sejumlah gedung dan akhirnya bentrok dengan aparat yang
kemudian menembaki mereka. Sedikitnya, 9 orang tewas terbakar dalam kerusuhan
tersebut dan 24 orang tewas oleh tindakan aparat.
Peristiwa ini merupakan salah satu
pelanggaran HAM berat yang berhasil di bawa ke ranah pengadilan. Yang akhirnya,
pengadilan HAM ad hoc tingkat pertama memutus bersalah terdakwa pelaku
pelanggar HAM, sekaligus memerintahkan negara untuk memberikan ganti rugi
kepada korban dalam bentuk kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Namun para
terdakwa melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi dan berhasil lolos
dari jeratan hukum pidana karena diputus bebas oleh pengadilan. Putusan bebas tersebut
juga sekaligus menggugurkan kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi kepada
korban dalam bentuk kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
Hingga saat ini korban Peristiwa Tanjung Priok belum mendapatkan kompensasi,
restitusi dan rehabilitasi karena putusan pengadilan belum bisa dieksekusi.
Negara juga tidak pernah memiliki arah kebijakan yang berpihak kepada korban
untuk memberikan rasa keadilan dalam bentuk kompensasi, restitusi dan
rehabilitasi.
Garuda Indonesia Penerbangan 152(1997)
Garuda Indonesia Penerbangan GA 152
adalah penerbangan Jakarta – Medan dengan pesawat Airbus A300-B4
yang jatuh di desa Buah Nabar, kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang,
provinsi Sumatra Utara, Indonesia (sekitar 32 Km dari Bandara Polonia dan 45 Km
dari kota Medan) saat hendak mendarat di Bandara Polonia pada tanggal 26
September 1997. Kecelakaan ini menewaskan seluruh orang di dalamnya yang
berjumlah 234 orang (222 penumpang dan 12 awak) dan hingga kini merupakan
kecelakaan pesawat terburuk dalam sejarah Indonesia. Saat kecelakaan terjadi,
kota Medan sedang diselimuti kabut asap tebal akibat pembakaran hutan.
Tragedi Semanggi 1999
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua
peristiwa protes warga terhadap pelaksanaan dan perkara Sidang Istimewa yang
mengakibatkan tewasnya warga sipil. Pada 24 – 28 September 1999, aparat
menembak mahasiswa yang pada saat itu sedang marak aksi demonstrasi menentang
UU PKB (Penanggulangan Keadaan Bahaya) dan Tuntutan mencabut Dwi Fungi ABRI.
Peristiwa pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November
1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga
sipil. Peristiwa kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24
September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang
lainnya di semua Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka.
Tragedi Lampung (1999)
Tragedi Lampung 28 September 1999.
Berawal ketika mahasiswa dari Universitas Lampung berjalan menuju Universitas
Bandar Lampung untuk bergabung dengan rekan-rekan mereka melakukan aksi
menentang RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) serta unjuk rasa solidaritas
bagi rekan mereka yang meninggal di Semanggi Jakarta empat hari sebelumnya.
Hari itu tanggal 28 September 1999 Muhammad Yusuf Rizal, mahasiswa jurusan
FISIP Universitas Lampung angkatan 1997, meninggal dunia dengan luka tembak di
dadanya tembus hingga ke belakang dan juga sebutir peluru menembus lehernya. Ia
tertembak di depan markas Koramil Kedaton, Lampung. Puluhan mahasiswa lainnya
terluka sehingga harus dirawat di rumah sakit. Beberapa hari kemudian Saidatul
Fitriah, Mahasiswa Universitas Lampung yang juga menjadi korban kekerasan
aparat, akhirnya meninggal dunia. Banyaknya korban karena kampus Universitas
Bandar Lampung dimasuki oleh aparat keamanan baik yang berseragam maupun yang
tidak berseragam. Aparat juga melakukan pengejaran dan pemukulan terhadap
mahasiswa, perusakan di dalam kampus yaitu berupa gedung, kendaraan roda dua
maupun empat.
Serangan 11 September (2001) / Serangan
9/11
Serangan 9/11 adalah serangkaian
empat serangan bunuh diri yang telah diatur terhadap beberapa target di New
York City dan Washington, D.C. pada 11 September 2001. Pada pagi itu, 19
pembajak dari kelompok militan al-Qaeda, membajak empat pesawat jet
penumpang. Para pembajak sengaja menabrakkan dua pesawat ke Menara Kembar World
Trade Center di New York City, kedua menara runtuh dalam kurun waktu dua jam.
Pembajak juga menabrakkan pesawat ketiga ke Pentagon di Arlington, Virginia.
Ketika penumpang berusaha mengambil alih pesawat keempat, United Airlines
Penerbangan 93, pesawat ini jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pennsylvania
dan gagal mencapai target aslinya di Washington, D.C. Menurut laporan tim
investigasi 911, sekitar 3.000 jiwa tewas dalam serangan ini, menjadikannya
sebagai serangan teroris dengan jumlah korban terbanyak sepanjang sejarah.
Tragedi sekolah Beslan (2004)
Pada 1 September 2004, Sekolah
Menengah No. 1 di Beslan, Rusia direbut sebuah kelompok bersenjata. Peristiwa
ini berakhir pada 3 September setelah baku tembak antara para militan dengan
pasukan keamanan Rusia yang mengakibatkan 344 warga sipil meninggal dunia.
Kematian Munir (2004)
Munir Said Thalib merupakan aktivis
yang tidak jauh dari pengawalan berbagai kasus pelanggaran HAM yang dilakukan
ABRI seperti saat operasi militer di Aceh dan Timor Leste. Beliau juga
menangani kasus hilangnya aktivis anti Orde Baru semenjak 1997 – 1998 hingga
insiden Semanggi. Munir wafat setelah diracun menggunakan arsenik saat
penerbangan menuju Amsterdam. Racun berjenis arsenik ditemukan di kandungan
darah, air seni, dan jantungnya, yang melebihi kadar normal.
Peristiwa wafatnya Munir terjadi ketika Munir akan melakukan perjalanan ke
Amsterdam, Belanda menggunakan pesawat untuk melanjutkan pendidikan. Munir
berangkat dari Jakarta pada Senin, 6 September 2004 pukul 21.55 WIB. Menaiki
pesawat dengan nomor penerbangan GA-974 menuju ke Belanda. Ketika hendak masuk
ke kelas ekonomi, Munir bertemu dengan Pollycarpus, mantan pilot Garuda
Indonesia yang hendak pergi ke Singapura, karena pesawat yang ditumpangi Munir
akan transit di Bandara Changi, Singapura. Percakapan keduanya berakhir dengan
pertukaran tempat duduk. Pollycarpus yang seharusnya berada di kelas bisnis
dengan nomor kursi 3K, kemudian bertukar tempat duduk dengan Munir yang
seharusnya berada di kelas ekonomi dengan nomor kursi 40G. Sebelum pesawat
lepas landas, Munir mendapatkan welcome drink dari pramugari
bernama Yeti yang berada di kelas bisnis. Dari dua pilihan yaitu Wine dan jus
jeruk, Munir memilih jus jeruk. Sekitar 15 menit setelah pesawat tinggal
landas, Yeti kembali menyajikan welcome drink kepada penumpang
dengan pilihan yang lebih beragam. Kedua kalinya, Munir memilih jus jeruk.
Selain itu, Yeti juga menawarkan makanan yang masih panas di atas nampan dan
Munir memilih mi goreng. Pesawat tersebut transit di Bandara Changi, Singapura
pada pukul 00.40 waktu setempat. Saat itu, Munir kembali ke tempat duduk di
kelas ekonomi karena Pollycarpus turun di Singapura. Pada tanggal 7 September
2004 pukul 01.50 waktu setempat, pesawat melanjutkan perjalanan ke Amsterdam,
Belanda. Tiga jam setelah pesawat lepas landas dari Singapura, seorang pramugara
senior bernama Najib melaporkan pada pilot Pantun Matondang, Munir yang duduk
di kursi nomor 40G sakit. Ia beberapa kali pergi ke toilet di pesawat. Seorang
penumpang pesawat yang berprofesi sebagai dokter mencoba menolong Munir. Namun,
pada Selasa, 7 September 2004 pukul 08.10 waktu setempat, Munir dinyatakan
meninggal dunia.
Munir mengembuskan napas terakhir pada dua jam sebelum mendarat di bandara
Schipol, Amsterdam, Belanda. Akibat kejadian itu, semua penumpang tidak boleh
turun dari pesawat ketika pesawat telah mendarat di bandara Schipol. Seluruh
penumpang menjalani pemeriksaan selama 20 menit. Jenazah Munir kemudian
diturunkan dan dijaga oleh otoritas bandara Schipol. Untuk mengetahui penyebab
kematiannya, pihak Belanda melakukan autopsi terhadap jenazah Munir. Dua minggu
kemudian, Institut Forensik Belanda (NFI) yang melakukan autopsi jenazah Munir
menemukan adanya racun jenis arsenik di dalam tubuhnya. Racun itulah yang
membuat aktivis HAM itu meninggal dunia. Setelah dilakukan autopsi, jenazah Munir
kemudian dikembalikan ke Indonesia.
Konspirasi pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir Said Thalib hingga saat ini
masih belum mendapat titik terang. Negara hanya menghukum pelaku lapangan tanpa
menyentuh aktor intelektual. Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan mantan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono telah selesai bekerja, namun hingga saat ini dokumen
TPF tersebut tidak kunjung dibuka ke publik.
Motif pembunuhannya pun masih misterius hingga saat ini. Ada dugaan beliau
memegang data penting seputar pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia,
seperti pembantaian di Talang Sari, Lampung (1989), referendum Timor Timur,
penculikan aktivis 1998, hingga kampanye hitam presiden 2004.
Tragedi Bom Kuningan 2004
Pengeboman Kedubes Australia 2004
atau yang biasanya disebut Bom Kuningan terjadi pada tanggal 9 September 2004
di Jakarta. Ini merupakan aksi terorisme besar ketiga yang ditujukan terhadap
Australia yang terjadi di Indonesia setelah Bom Bali 2002 dan Pengeboman Hotel
Marriott 2003.
Sebuah bom mobil meledak di depan Kedutaan Besar Australia pada pukul 10.30 WIB
di kawasan Kuningan, Jakarta. Jumlah korban jiwa tidak begitu jelas - pihak
Indonesia berhasil mengidentifikasi 9 orang namun pihak Australia menyebut
angka 11. Di antara korban yang meninggal adalah satpam-satpam Kedubes, pemohon
visa, staf Kedubes serta warga yang berada di sekitar tempat kejadian saat bom
tersebut meledak.
Tragedi Mandala Airlines Penerbangan 91
(2005)
Kecelakaan terjadi pada sekitar
pukul 09.40 WIB saat pesawat jurusan Medan-Jakarta sedang lepas landas di
bandara Polonia Medan. Pesawat tersebut lepas landas dalam posisi yang tidak
sempurna dan lalu menabrak tiang listrik sebelum jatuh ke jalan dan menimpa
rumah warga yang terletak hanya sekitar 100 meter dari bandara. Setelah jatuh,
pesawat meledak beberapa kali dan terbakar sehingga hancur hampir sepenuhnya,
menyisakan ekor pesawat bertuliskan PK-RIM. Sebanyak lima rumah warga yang
tertimpa badan pesawat juga terbakar. Menurut kesaksian seorang penumpang yang
selamat, pesawat baru saja lepas landas dan tiba-tiba oleng ke kiri lalu
mulailah api menjalar. Kobaran api selain menghanguskan pesawat juga
menghanguskan puluhan rumah dan kendaraan bermotor. Api yang terus menyala
menyulitkan usaha penyelamatan jenazah dari bangkai pesawat dan kondisi di
sekitar lokasi pun padat oleh penduduk yang penasaran.
Pesawat tersebut mengangkut 117 orang (112 penumpang dan 5 awak). Penumpang
yang tewas berjumlah 100 orang dan 49 orang di darat turut menjadi korban.
Sedikitnya 17 Penumpang di laporkan selamat.
Operasi Kebun Buah (2007)
Sebuah serangan udara Israel
terhadap sebuah pusat penelitian pertanian di Deir ez-Zor, utara Suriah, lewat
tengah malam 6 September 2007. Menurut berita, serangan ini dilakukan oleh
Skuadron 69 AU Israel (IAF), yang terdiri dari F15I, F-16, dan sebuah pesawat
ELINT, total ada delapan pesawat. Pesawat-pesawat tempur tersebut dilengkapi
rudal AGM-65 Maverick, bom 250kg, dan tangki minyak eksternal. Menurut
suatu laporan, sebuah tim pasukan khusus Shaldag dari AU Israel berada di tempat
tersebut sehari sebelum operasi ini, sehingga sasaran dapat ditandai dengan
sinar laser. Peristiwa ini merenggut 11 korban jiwa.
Terbunuhnya Salim Kancil (2015)
Pada 26 September 2015, seorang
petani dan juga aktivis lingkungan hidup yang dikenal dengan nama Salim Kancil
dibunuh secara keji. Salim dibunuh sesaat sebelum demo penolakan tambang pasir
di Desa Selo Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang. Kepala Desa
Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Hariyono, menugaskan sejumlah preman untuk
membunuhnya. Salim dikeroyok sekitar 40 orang dengan menggunakan sejumlah
senjata tajam, batu, hingga kayu. Tindakan penganiayaan berlanjut dengan
menyeret Salim sejauh dua kilometer menuju balai desa. Sederet perlakukan keji
pun terus dilakukan hingga Salim Kancil pun meninggal.
Salim Kancil diduga dibunuh terkait aktivitasnya bersama kelompoknya, yaitu
Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Selok Awar-Awar yang memprotes penambangan
pasir di desanya. Kehadiran tambang pasir yang semakin merebak di desanya sudah
dirasakan warga merusak lingkungan setempat. Saluran irigasi persawahan rusak,
padi tak bisa ditanam akibat air laut menggenangi persawahan setelah pesisir
terus dilakukan pengurukan pasir. Salah satu rekan Salim, Tosan, juga
memperoleh perlakukan yang sama. Tosan lolos dari maut setelah massa
menghentikan penganiayaan terhadap Tosan. Pada waktu itu, Tosan berpura-pura
telah meninggal.
Para pelaku penganiayaan Salim Kancil dan Tosan telah ditangkap. Meski begitu,
penegakan hukum atas kasus ini masih tetap menyisakan ketidakadilan. Dua otak
pelaku pembunuhan dan penganiayaan Salim Kancil dan rekannya, yaitu Hariyono
dan rekannya bernama Mat Dasir, yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH) Selok Awar Awar hanya divonis kurungan 20 tahun penjara.
Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan
Berencana. Vonis terhadap keduanya lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang
menuntut penjara seumur hidup. Vonis tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis
Hakim, Jihad Arkanudin, pada 23 Juni 2016 di Ruang Chandra Pengadilan Negeri
Surabaya. Vonis tersebut menurut warga setempat yang peduli akan kelestarian
lingkungan desa dinilai sangat tidak sepadan dengan serangkaian perlakuan yang
berujung pembunuhan yang direncanakan. Bahkan, hingga kini, siapa pemilik
tambang-tambang di desa tersebut juga belum terungkap.
Aksi Mahasiswa menolak Rancangan
Undang-Undang
Dalam detik-detik akhir masa
jabatannya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan beberapa
Undang-undang (UU), diantara-Nya adalah UU KPK dan RKUHP. Namun Undang-undang
tersebut menjadi hal yang kontroversi karena banyak mendapatkan kritik dari
para Mahasiswa dan akademisi.
Melalui kajian-kajian dipojok kampus, Mahasiswa mulai mengkaji dan merancang
aksi untuk menuntut DPR RI agar membatalkan pengesahan RUU yang kontroversial
tersebut. Hingga pada tanggal 23 September 2019, Mahasiswa dari berbagai kampus
mulai turun ke jalan melakukan aksi menolak RUU KPK dan RKUHP. Selain di depan
Gedung DPR RI, berbagai aksi pun digelar oleh mahasiswa dikantor DPRD setempat.
Diantara-Nya yaitu Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya, Sulawesi
Selatan dan kota besar lainnya.
Hingga detik ini tanggal 30 September 2019 tercatat korban aksi demonstrasi ada
tiga orang Mahasiswa meninggal dunia dan ratusan mahasiswa terluka. Dua orang
Mahasiswa itu adalah Randi, seorang Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas
Haluoleo Kendari ditembak peluru panas oleh aparat keamanan yang menjaga aksi
demonstrasi di Kendari, Sulawesi Utara. Sementara La Ode Yusuf Kardawi
mengalami kritis beberapa hari akibat dihantam kepalanya oleh aparat. Selain
dari Mahasiswa, demonstrasi juga diikuti oleh beberapa kelompok pelajar STM dan
SMK. Dari barisan pelajar juga ada korban meninggal dunia yaitu Bagus Putra
Mahendra siswa SMA Al Juhad Tanjung Priok, Jakarta Utara meninggal dunia karena
tertabrak oleh truk kontainer di depan gedung DPR RI.
Penulis: Wahyu
0 Komentar