Dok. Internet

Judul : Sejarah Filsafat Kontemporer Jerman dan Inggris (Jilid I)

Penulis : K. Bertens

Penerbit : Gramedia, Jakarta

Cetakan 2014

Tebal : viii + 368 hlm

Ukuran : 14 x 21 cm

Ketika membahas sejarah tentang filsafat, beberapa orang akan membahas dan membaginya menjadi tiga periode. Dimulai dengan filsafat Zaman Yunani kuno lalu filsafat Abad Pertengahan, filsafat Modern. Periode ketiga ini biasanya dianggap berakhir dengan pembahasan pemikiran filsuf Jerman Friedrich Nietzsche. Sesudah itu menyusul lagi Filsafat Kontemporer atau Filsafat zaman ini.

Memang benar, batas waktu antara periode-periode sejarah selalu bisa dipersoalkan dan demikian halnya juga dengan tiga periode sejarah filsafat barat ini. Khususnya bisa dipertanyakan saat berakhirnya periode Filsafat Modern di ambang pintu abad ke-20. Namun, diskusi tentang periodisasi sejarah semacam ini menurut saya kurang bermanfaat. Yang penting ialah kita mempunyai suatu kerangka pembahasan yang jelas dan sekaligus praktis. Hal itulah yang disajikan oleh pembagian dalam buku ini.

Sejarah Filsafat Kontemporer Jerman dan Inggris (Jilid I) ini masih mengikuti pandangan tradisional yang memulai Filsafat Kontemporer langsung sesudah berakhirnya abad ke- 19. Cara menguraikan pemikiran filsafat di sini dengan menurut kawasan bahasa tidak seperti yang sering dilakukan dengan membaginya menurut menurut aliran-aliran filsafat yang melintasi suatu kawasan nasional, misalnya idealisme, positivisme, eksistensialisme, dll. Karena itu, Jilid I ini hanya membahas pemikiran filsafat di wilayah Inggris dan Jerman.

Menurut penulis pembahasan sejarah filsafat Inggris dan Jerman di buku ini sangat praktis. Pembahasannya lebih menjurus ke pola pemikiran para filsuf Inggris dan Jerman. Seperti para filsuf Inggris yang coraknya lebih condong ke empiris dan metafisika pada abad pertengahan yang perlahan muncul aliran idealisme Inggris yang menjadi reaksi atas materialisme dan positivisme. Lalu, kemunculan aliran neo-hegelianisme atau filsafat hegel yang penulis identik dengan kata the truth is the whole. Selain itu juga terdapat cukup banyak pembahasan pemikir yang mengkritik pemikiran-pemikiran hegelianisme ini seperti Bertrand Russell dan George Moore.

Seperti yang saya sampaikan di awal, pola pembahasan buku ini berfokus pada corak pemikiran-pemikiran para filsuf di wilayahnya. Sebagai contoh pembahasan tentang sejarah filsafat Inggris diawali dengan pembahasan tentang George Moore(1973-1958) yang merupakan salah satu filsuf yang terkenal dengan berbagai analisisnya mengenai konsep-konsep akal sehat. Karyanya yang terkenal adalah Principia Ethica(1903) yang menjadi salah satu inspirasi utama gerakan melawan naturalisme etika serta pendapat-pendapatnya seperti kekeliruan naturalistic dan pola pikir yang tidak memperdulikan kebenaran melainkan memusatkan perhatian terhadap makna ucapan-ucapan kita.

Setelah itu, ada pembahasan tentang corak pemikiran Bertrand Russell (1872-1970) dan atomisme logisnya yang menjadi mata rantai perkembangan pemikiran Inggris. Pembahasan tentang corak pemikiran Bertrand Russell yang ingin "menelanjangi" Struktur hakiki bahasa dan dunia dengan cara analisis dan pandangan yang menganggap filsafat bermaksud mencari fakta yang ada melalui bahasa. Kata-kata Bertrand Russell yang paling saya sukai adalah bahasa melukiskan realistas. Selain pembahasan tentang Bertrand Russell dan george Moore ada juga pembahasan tentang tokoh-tokoh lain seperti Alfred ayer, Ludwig Wittgenstein, Gilbert Ryle, Peter Strawson dan tokoh-tokoh lain yang menarik untuk dibaca.

Namun, menurut saya buku ini kurang dalam membahas tokoh-tokoh selain yang saya sebutkan tadi. Tetapi, sangat direkomendasikan untuk menambah pandangan sejarah filsafat selain periodisasi filsafat. 


Penulis : Nur Wahyu Andriano