Ilustrasi pengantar pendidikan kritis: Dai

Pendidikan merupakan cerminan gagasan dan tindakan (praktik) dari proses transformasi sosial, dan merupakan bagian dari sejarah umat manusia. Pendidikan membawa tugas mulia untuk memanusiakan manusia yang berhak hidup, bebas ekspresi, tanpa ditindas dan tidak diperlakukan sewenang-wenang. Disamping itu, Pendidikan juga memiliki agenda melepaskan cengkraman hegemoni dari politik ideologi dominan yang telah mengakar.

Hegemoni terjadi saat golongan masyarakat yang tertindas dan tereksploitasi, secara sukarela mengabdikan diri atas penindasnya. Dalam prakteknya, proses pendidikan lebih terlihat sebagai alat hegemoni bagi kelas penguasa. Peserta didik melalui Lembaga Pendidikan telah didesain menjadi mesin penurut yang kemudian disuplai untuk memenuhi kebutuhan pasar modal. Dalam konteks ini, Pendidikan tidak lagi menjadi proses pemberdayaan dan pembebasan, melainkan alat untuk melanggengkan penindasan. Maka, “Pendidikan Kritis” menjadi langkah alternatif, setelah kejenuhan berhadapan dengan dunia baru yang didominasi oleh pemikiran positivistic.  Sehingga, lahirlah sebuah pola pada masyarakat kapitalistik.

Sejak tahun 1960-an, muncullah pemikir pendidikan yang mengusung teori pendidikan kritis. Pada hakikatnya, teori ini dipengaruhi oleh teori kritis yang dibangun dalam ranah ilmu-ilmu sosial dan filsafat oleh kalangan mazhab Frankfurt. Teori kritis merupakan teori yang digagas pada tahun 1920-an. Teori ini mempunyai tujuan untuk mengkritik paradigma positivisme yang mereduksi paradigma dan metode ilmu-ilmu sosial ke arah paradigma dan metode yang dipakai dalam ilmu-ilmu alam. Lebih jauh lagi, teori kritis berani mengkritik berbagai khasanah ilmu pengetahuan yang menurut mereka tidak lagi bersifat kritis. Hal ini disebabkan sulitnya mendeteksi adanya dehumanisasi atau alienasi dalam proses modernisasi yang sedang berlangsung, yang artinya pendidikan humaniora hanya berfungsi untuk mempertahankan status quo. Teori kritis mengingkari jargon demi jargon kebebasan dan kritik konstruktif terhadap sistem sosial yang dominan dan pemahaman intelektual.

Pertumbuhan abadi teori kritis, terus memasukkan teori pendidikan. Teori pemikiran kritis mengkritik teori pendidikan tinggi liberal dan konservatif yang ada. Paradigma baru dalam pendidikan diperkenalkan oleh teori kritis, dan paradigma ini mampu mempersiapkan generasi penerus untuk memahami milenium baru yang akan kita masuki. Dari situlah lahir paradigma baru dalam teori pendidikan yang dikenal dengan paradigma kritis dalam pendidikan. Paradigma kritis pendidikan merupakan kritik terhadap paradigma pendidikan yang sudah ada sebelumnya, yaitu paradigma (konservatif dan liberal). Teori kritis pendidikan memperkenalkan paradigma baru yang, menurut teori, dapat membantu generasi tumbuh dan mempersiapkan mereka untuk milenium baru yang akan kita masuki. Hal ini kemudian menginspirasi paradigma terbaru dalam teori pendidikan, yang dikenal dengan paradigma kritis dalam pendidikan. Kritik terhadap paradigma pendidikan yang telah ada di masa lalu, khususnya paradigma pendidikan liberal dan konservatif, dikenal dengan paradigma pendidikan kritis.

Paradigma Pendidikan Kritis adalah paradigma pendidikan yang menerapkan pola kritis, kreatif dan aktif kepada peserta didik untuk melanjutkan proses pembelajaran. Dengan kata lain, pendidikan kritis adalah proses pendidikan yang berhak “memanusiakan” mereka yang telah direndahkan oleh struktur dan sistem yang tidak adil. Pendidikan kritis pada dasarnya merupakan kelanjutan dari gerakan pembebasan dari berbagai perspektif akademik. Oleh karena itu, dari sudut pandang pendidikan kritis, 'pembebasan' dan kritik tidak dapat dipisahkan. Selain diilhami oleh pemikiran ideologis kritis yang digagas oleh Jürgen Habermas, semangat pembebasan dalam pendidikan kritis dipelajari oleh berbagai kepribadian lintas disiplin ilmu. Banyak ajaran penting yang diilhami oleh konsep teologi pembebasan yang diproklamasikan oleh Gustavo Guterres dari Guatemala. Dalam konsep teologi pembebasan, Guterres mencanangkan pentingnya teologi bagi pembebasan spiritual dan sosiokultural mereka yang terpinggirkan oleh laju perkembangan dunia modern.

Ada beberapa pemikiran tokoh tentang Paradigma Pendidikan kritis, yaitu:
Paulo Freire, seorang guru yang secara konsisten berfokus pada pemecahan masalah dalam konteks masa kini. Pendidikan kritis mengarahkan peserta didik untuk berani menyelesaikan permasalahan tersebut, serta berani untuk turun tangan langsung dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam lingkungannya. Membebaskan pendidikan bukan hanya bentuk pendidikan yang membuat orang harus memperhatikan ide dan kekhawatiran orang lain. Namun, pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai humanistik pada siswa akan memungkinkan mereka untuk memahami masalah dan penyebabnya serta mengembangkan kepercayaan diri yang diperlukan untuk mengatasi masalah dan penyebabnya.

-     Paulo Freire, Pendidikan yang membebaskan bukanlah model pendidikan yang membuat akal manusia harus menyerah pada keputusan-keputusan yang diambil oleh orang lain. Tetapi, pendidikan yang mampu membangkitkan kesadaran kritis manusia, sehingga mampu memahami bahaya dan masalah yang dihadapinya, serta menumbuhkan kepercayaan diri yang mendalam untuk mengatasi bahaya dan menyelesaikan masalah tersebut dengan baik.

-    Mansour Faqih, menurutnya, paradigma pendidikan diarahkan agar melakukan refleksi kritis terhadap ideologi dominan ke arah transformasi sosial. Pendidikan kritis adalah gaya pendidikan yang berusaha untuk menciptakan ruang di mana siswa dapat mengidentifikasi dan menganalisis potensi apa pun yang mungkin mereka miliki untuk memajukan transformasi sosial.

Menurut pernyataan tersebut di atas, Paulo Freire berfungsi sebagai paradigma berpikir kritis di bidang pendidikan kritistik dan merupakan pengaruh besar terhadapnya. Paulo Freire (tokoh pendidikan asli Brasil) menawarkan lebih banyak dorongan untuk bangkit kesadaran kritis rakyat. Pembebasan masyarakat dalam pandangan Freire tidak saja berarti kebebasan masyarakat dari aspek material, sandang, papan, dan kesehatan saja. Selain itu, itu adalah tempat ibadah di alam spiritualitas, ideologi, sosial budaya, politik, dan hal-hal lain semacam itu. Dikatakan oleh Freire, rakyat tidak saja memerlukan kebebasan dari kelaparan, tapi juga “bebas” untuk mencipta dan mengonstruksi realitas diri dan dunianya, serta bebas untuk bercita-cita tentang masa depan diri dan dunianya.

Paulo Freire, salah seorang penggagas teori pendidikan kritis, sering menyebut paradigma pendidikan kritis dengan nama pendidikan humanis atau pendidikan yang membebaskan. Pendidikan yang membebaskan menurut Paulo Freire adalah pendidikan sebagai proses pembebasan dan humanisasi, serta memandang kesadaran manusia sebagai suatu potensi dalam memandang dunia. Pendidikan kritis adalah pendidikan yang mengarahkan para peserta didik pada pengenalan akan realitas kemanusiaan, realitas alam semesta, dan realitas dirinya sendiri secara holistik, kritis, dan radikal.

Penulis: Naila Silmi Kaffah

Editor: Fathur