Ilustrasi urgensi kesadaran gender oleh: pacet
 

Diskriminasi gender sampai sekarang masih menjadi isu sosial yang sering dijumpai dan merupakan topik yang layak untuk dibahas. Di tengah zaman yang semakin berkembang pesat, tidak memungkiri bahwa masih banyak permasalahan yang muncul didasarkan pada ketidaktahuan dan sedikit kesadaran masyarakat mengenai kesetaraan gender.

Gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi dari sosial budaya, atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin. Akibat dari ketidaktahuan masyarakat menciptakan kedudukan antar gender yang tidak setara dalam kehidupan. Kebanyakan data menunjukkan bahwa perempuan berada di posisi yang dirugikan daripada laki-laki. Hal ini ditunjukkan adanya budaya patriarki yang mana budaya ini lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan yang menjadikan posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Diskriminasi gender khususnya perempuan, masih sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari hingga dapat mempengaruhi beberapa aspek kedepannya, seperti aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya, baik disadari maupun tidak disadari. Hal ini dikarenakan adanya sedikit peluang untuk perubahan dan inovasi dalam meningkatkan mutu berbagai aspek tersebut, bahkan bisa menjadi hal yang merugikan apabila melewatkan perempuan.

Gender Dalam Lingkup Kampus

Bentuk diskriminasi gender tidak hanya di lingkungan publik, isu ini juga masuk dalam lingkungan kampus. Di lingkungan kampus, perempuan masih saja harus menanggung pedihnya berbagai ketidakadilan gender. Contohnya yakni penomorduaan (subordinasi) perempuan dalam pemilihan ketua sebuah acara ataupun lembaga-lembaga, baik dalam kampus maupun luar kampus.

Masih banyak miskonsepsi yang beredar mengenai isu kesetaraan gender, sehingga berkemungkinan kecil untuk mewujudkan situasi setara bagi perempuan dan laki-laki. Kesetaraan gender adalah kondisi atau situasi setara bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak yang sama di berbagai bidang. Namun, budaya patriarki dan pola pikir inferioritas perempuan di Indonesia juga menghambat terwujudnya kesetaraan gender. Meskipun banyak kasus diskriminasi yang telah terjadi, pihak kampus menganggap hal ini adalah hal yang normal. Hal ini menyebar pada pola pikir masyarakat dalam memandang peranan perempuan lebih rendah daripada laki-laki, seolah-olah hal yang biasa dalam kehidupan.

Dikriminasi gender di kampus tidak hanya menyebabkan ketidakadilan, kekerasan seksual merupakan salah satu hasil dari diskriminasi tersebut. Dikarenakan anggapan suatu gender lebih lemah dibanding gender yang lain. Di lingkungan kampus pelaku bukan hanya dari mahasiswa, namun dosen dan karyawan/staff juga berpotensi menjadi pelaku. Dengan menyalahgunakan kuasanya, seseorang lebih mudah untuk mengeksploitasi yang lain. Contohnya, dengan dalih akan diberikan nilai A atau akan dinaikan jabatan dalam organisasi, pelaku akan meminta “hak khusus” sebagai imbalan atas tindakannya.

Urgensi Mahasiswa Melek Gender

Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa yang biasanya disebut dengan “agen of change”, harus turut memperjuangkan dan mendukung kesetaraan gender. Tidak hanya dengan teori dan diskusi, namun perlu adanya implementasi baik di lingkungan kampus maupun masyarakat.

Banyak cara untuk menumbuhkan dan mewujudkan kesetaraan gender terutama di lingkungan kampus. Sebagai contoh yakni mulai terbiasa menempatkan seseorang dalam jabatan sebuah organisasi, atau dalam struktur kepanitian tanpa memandang rendah salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan.

Dengan adanya penanaman pemahaman dan implementasi yang dilakukan, diharapkan dapat membuka pandangan mahasiswa akan pentingnya kesetaraan gender yang nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mahasiswa harus tanggap mengatasi masalah tentang kesetaraan gender yang ada disekitar.

Penulis: Muhammad Habib Husen 

Editor: Agustin