Ilustrasi dari internet
Pmiigusdur- Perubahan iklim global dan kerusakan lingkungan menjadi isu yang tidak pernah selesai untuk dibahas, bahkan kondisinya semakin memprihatikan. Hal ini juga diperparah dengan adanya penurunan jumlah keanekaragaman hayati di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Indonesia adalah negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang beragam. Data keanekaragaman hayati di Indonesia menurut Kementerian Lingkungan Hidup (MenLH) pada tahun 2013, SDA hayati sebanyak 47 jenis ekosistem, dimana itu merupakan 17 persen spesies flora dan fauna yang ada di seluruh dunia. Tidak hanya itu, menurut Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2017, Indonesia juga memiliki lebih dari 10 persen jasad renik dari seluruh dunia serta 940 jenis tanaman obat tradisional. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2017 merilis data bahwa Indonesia juga termasuk negara dengan kawasan hutan terluas ke-8 di dunia, yaitu seluas 120,6 juta hektare atau sekitar 63 persen dari luas semua daratan Indonesia. Akan tetapi, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) sejak tahun 2015 sekitar 30 persen hutan konservasi rusak akibat penjarahan hutan oleh masyarakat.

Jika keadaan bumi kita sudah rusak, maka bisa dikatakan sekarang keadaan bumi sudah berada di fase kritis. Kerusakan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia yang semakin hari semakin bertambah, akan menimbulkan banyak bencana alam yang membahayakan kehidupan manusiaData terbaru dari University of Maryland yang diterbitkan melalui Global Forest Watch mencatat bahwa tingkat kehilangan tutupan pohon di Indonesia telah menurun sebesar 60 persen. Selain itu, Global Forest Watch juga melaporkan tingkat kehilangan hutan primer di Indonesia terus menurun pada tahun 2021 selama lima tahun berturut-turut, yaitu daerah tropis kehilangan 11% lebih sedikit hutan primer dibandingkan tahun 2020, setelah meningkat sebelumnya sebanyak 12% sejak 2019 hingga 2020 yang sebagian besar disebabkan oleh kebakaran hutan. Hutan primer di lahan gambut yang terlindungi telah menurun 88 persen antara tahun 2016 dan 2017. Pada tahun 2020, Indonesia telah kehilangan 270 ribu hektare lahan hutan primer. Kemudian, kehilangan 200 ribu hektare hutan primer pada 2021. Kasus penebangan hutan, pembakaran hutan, dan alih fungsi lahan yang menyebabkan kegundulan hutan terus melonjak. Kondisi ini semakin diperparah dengan maraknya pelanggaran yang dilakukan manusia, seperti penebangan pohon, membuang sampah tidak pada tempatnya, dan pelanggaran lainnya. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelangsungan lingkungan hidup. Akibat rusaknya lingkungan yang umumnya dilakukan oleh tangan manusia, bencana alam pun semakin sering terjadi seperti banjir, krisis iklim, hingga pemanasan global. Selain itu, kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh negara yang lebih mementingkan kepentingan para pemodal dibandingkan menjaga lingkungan lewat regulasi untuk kepentingan masyarakat seperti keberpihakan kepada korporasi  besar batu bara yang ditampilkan dalam film sexy killer oleh watchdoc yang menceritakan soal silang sengkarut kepentingan elit politik dan pengusaha pada pilpres 2019.

Tidak hanya itu, permasalahan lingkungan di Indonesia juga dapat dilihat dari sudut pandang kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Kepedulian masyarakat Indonesia terhadap isu lingkungan terbilang rendah. Hal ini tercermin dari penggunaan plastik yang sangat banyak di Indonesia. Pertumbuhan industri kemasan plastik dipengaruhi oleh permintaan dari pelanggan. Kemasan plastik kemudian menjadi sampah yang jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. BPS tahun 2018 telah merilis data terkait Indeks Perilaku Ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan (IPKLH) menunjukan angka ketidakpedulian masyarakat di Indonesia terhadap lingkungan sangat tinggi. Contohnya terkait dengan pengelolaan sampah, indeks IPKLH menunjukan angka sebesar 0,72 yang dapat diartikan bahwa tingkat ketidak pedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah sangat tinggi (Red: Semakin mendekati 1 semakin besar). Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh komponen masyarakat.

Ibarat orang yang sakit, bumi yang dalam keadaan kritis ini juga harus segera diobati. Fakta lapangan menunjukan kerusakan lingkungan sudah ditunjukkan di depan mata. Akibatnya juga sudah dirasakan mulai dari perubahan iklim, sampah yang makin menumpuk, hingga kurangnya udara segar akibat banyak pohon-pohon yang ditebang. Memang agak sulit untuk menciptakan gerakan kolektif sadar lingkungan. Masyarakat menganggap bahwa bencana lingkungan adalah hal yang lumrah dan tidak perlu ditangani dengan serius. Bahkan, ada yang menganggap bahwa kerusakan lingkungan adalah azab dari Tuhan (tidak menjalankan syariat agama dengan baik). Sehingga kerusakan lingkungan pun terasa menjadi hal yang biasa saja dan tidak perlu ditanggapi dengan serius. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan perlu dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.

 Berbagai peran tersebut tentu saja tidak dapat terlaksana jika tidak ada dukungan terhadap pendidikan konsumsi berkelanjutan. Perlu adanya dukungan dari seluruh komponen, mulai dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Selain itu, juga diperlukan pemahaman bersama oleh seluruh pendidik di Indonesia akan konsep Pendidikan konsumsi berkelanjutan yang nantinya dapat dimasukan kedalam kurikulum Pendidikan yang ada di seluruh institusi pendidikan kita.

 

Karya: Agustin

Editor: Sajidin