Ilustrasi kepala sekolah menggunakan marketplace guru: IStock

Pmiigusdur- Istilah “Marketplace Guru” belakangan ini telah menjadi banyak perbincangan publik. Istilah ini diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim ketika rapat kerja (Raker) bersama Komisi X DPR pada Rabu (24/05/2023) silam. Meskipun namanya “marketplace”, tetapi yang dimaksudkan di sini bukanlah seperti marketplace pada umumnya, yang sering kita gunakan untuk berbelanja online.

Marketplace guru merupakan platform yang di dalamnya memuat data guru yang dirasa telah memenuhi kualifikasi mengajar. Data inilah yang nantinya digunakan oleh seluruh sekolah di Indonesia. Sekolah dapat memilih tenaga pendidik yang tersedia sesuai dengan kebutuhan lembaganya. Semisal, sekolah X membutuhkan tenaga pengajar di kelas musik, maka melalui marketplace ini, sekolah X dapat menemukan informasi calon tenaga pengajar kelas musik yang dicarinya. Melalui markerplace ini, diharapkan segala permasalahan rekrutmen guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dapat terselesaikan.

Menurut Nadiem, terdapat tiga masalah utama atas rekrutmen guru PPPK tersebut. Pertama, kekosongan guru secara tiba-tiba, baik akibat kematian, pensiun, maupun pindah sekolah. Kedua, pemerintah daerah tidak mengajukan formasi guru Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sesuai dan cocok dengan kebutuhan sekolah. Ketiga, kebutuhan rekrutmen guru di setiap sekolah berbeda-beda. Karenanya, rekrutmen terpusat belum mampu menjawab solusi atas permasalahan ini. Untuk itu, kehadiran marketplace guru diharapkan mampu menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut

Permasalahan pertama dan kedua, yakni kekosongan guru di sekolah dan ketidaksesuaian kebutuhan sumber daya bagi sekolah dapat teratasi dengan adanya marketplace yang ditawarkan oleh Nadiem. Pasalnya, melalui marketplace tersebut, proses perekrutan calon guru dapat dilakukan secara mandiri sehingga lebih cepat. Sementara kebutuhan rekrutmen guru yang berbeda-beda di setiap sekolahnya, dapat teratasi dengan peran sekolah yang mendapatkan kontrol lebih dalam mengelola sumber daya yang dimiliki.

Pemilihan calon tenaga pengajar yang dapat terdaftar dalam marketplace guru pun tidaklah sembarangan, melainkan didasarkan pada guru dengan mutu yang terjamin. Hal ini terlihat dari kriteria guru yang dapat mendaftar, yakni guru honorer yang telah lulus seleksi PPPK dan guru yang telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Namun bukan berarti permasalahan tersebut dapat terselesaikan begitu saja.

Perlu diketahui, marketplace merupakan aplikasi modern yang harus terhubung dengan internet dan listrik untuk mengaksesnya. Namun, apakah semua sekolah di Indonesia dapat menjangkau internet dan listrik? Saya kira tidak, coba tengok sekolah yang berada di daerah terdepan, terpencil, dan terluar (3T). Lalu, bagaimana sekolah-sekolah tersebut mengakses marketplace? Apalagi, berdasarkan data Kemendikbud Ristek sebanyak 40 persen sekolah yang belum terjamah oleh internet.

Dengan bentuk perekrutan seperti pada marketplace guru, bukankah justru akan menyusahkan sekolah-sekolah di daerah 3T? Di mana, sekolah tidak diperkenankan lagi merekrut guru honorer. Padahal, kondisi guru ASN di daerah 3T cenderung sedikit.

Permasalahan lain yang menjadi tantangan baru bagi para guru, yakni tidak dapat segera mengajar. Guru-guru yang telah lulus kuliah PPG Prajabatan harus menunggu di-chek out oleh sekolah dulu. Itu pun, kalau beruntung ada yang memilihnya. Kalaupun tidak, ya mau tidak mau harus menunggu sampai ada yang memilihnya.

Sementara masalah yang harus dihadapi oleh para fresh graduate dari jurusan keguruan, mereka tidak dapat masuk dalam marketplace. Bukan karena apa-apa—batasan kriteria yang mengharuskan setidaknya guru lulusan PPK dan lulusan PPG Prajabatan yang boleh mendaftar di marketplace—ternyata menjadi tantangan baru bagi para fresh graduate. Jika dulu guru honorer fresh graduate masih dapat direkrut dengan gaji lebih rendah dari kuli bangungan, yakni kisaran 300 ribu/bulan atau bahkan di bawahnya. Setelah marketplace diterapkan, guru-guru fresh graduate tidak lagi dapat mengajar sebelum memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Bukan hanya itu, permasalahan lain yang harus diantisipasi dengan adanya marketplace, yaitu ketika sekolah tidak menemukan guru yang dibutuhkannya. Apakah artinya, sekolah harus menunggu guru yang dibutuhkannya tersedia di marketplace? Belum lagi semisal tersedia guru yang dibutuhkan, tetapi ia tidak bersedia ditempatkan di lokasi yang bersangkutan. Permasalahan semacam ini, tentu harus disiapkan sebelum benar-benar menerapkan marketplace tersebut. Bagaimana caranya semua guru bersedia di-chek out di seluruh sekolah di Indonesia.

Pola-pola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) juga mungkin timbul dari adanya penerapan marketplace. Sangat mungkin, jika kepala sekolah hanya merekrut orang-orang tertentu yang dikenalnya; keluarga, kerabat, ataupun koleganya. Selain itu, sistem gaji yang dilakukan melalui transfer langsung oleh Kemendikbud Ristek kepada sekolah, bukankah akan membuka celah penyalahgunaan anggaran?

Itu hanyalah beberapa kemungkinan masalah yang terjadi, bukan tidak mungkin pula jika timbul permasalahan lain lagi. Meski kehadiran marketplace ditujukan untuk mengatasi permasahan-permasalahan yang ada. Namun, apakah permasalahan tersebut benar-benar akan teratasi, atau justru mengatasinya dengan masalah-masalah baru? Bagaimana menurutmu?


Penulis: Fathur

Editor: Agustin


Sumber Referensi:

Marketplace Guru ala Nadiem yang Tuai Kritik dan Harapan (cnnindonesia.com)

Marketplace Guru Adalah? Simak Ini Penjelasan Lengkap Berserta Contohnya! - Budak Duit Indonesia

Menilik Rencana "Marketplace" Guru (detik.com)