Dokumentasi diskusi oleh: Faricha

Pmiigusdur.com - Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Abdurrahman Wahid Komisariat Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menyelenggarakan Diskusi Mingguan Kader, bertempat di Ruang N8 Kampus 2, Selasa, (05/12/2023).

Acara yang mengusung tema “Menggali Makna Humanisasi dan Dehumanisasi dalam Buku Paulo Freire : Implikasi bagi Pendidikan dan Masyarakat”, menghadirkan Demisioner Direktur LKaP periode 2019/2020, Moh. Aji Firman sebagai pemateri.

Aji membuka diskusi dengan menjelaskan bahwa dehumanisasi dalam pendidikan diartikan sebagai bentuk penindasan.

Dehumanisasi adalah tentang penindasan pendidikan, di mana siswa dianggap sebagai objek. Seolah-olah mereka hanya menabung pengetahuan di bank tanpa mendapatkan nilai atau akhlak. Guru hanya menjadi penyalur ilmu tanpa memperhatikan nilai-nilai keilmuan dan moral,” ujarnya.

Selanjutnya, Ia juga menyampaikan bahwa Paulo Freire menciptakan konsep ini pada masa Perang Dunia II.

Paulo Freire menciptakan konsep ini pada masa Perang Dunia II di Amerika. Di mana krisis ekonomi dan sistem pendidikan saat itu memperburuk keadaan,” ucapnya.

Aji mengatakan bahwa adanya Pendidikan Gaya Bank bisa menyebabkan dehumanisasi.

Pendidikan gaya bank dapat menyebabkan dehumanisasi dalam masyarakat, karena tidak mendorong kesadaran dan perubahan. Masyarakat menjadi pasif dan tidak sadar akan ketidakadilan di sekitarnya,” katanya.

Aji juga menjelaskan bahwa Paulo Freire mengkritik tajam terhadap Pendidikan Gaya Bank. 

Pendidikan Gaya Bank tidak memberikan solusi yang konstruktif. Sebaliknya, pendidikan ini hanya mentransfer ilmu pengetahuan tanpa memberikan dampak yang dapat mengubah masyarakat,” ungkapnya.

Menurut Aji, Pendidikan Gaya Bank siswa hanya sebagai objek.

Siswa dianggap hanya sebagai objek, tidak diberikan kebebasan untuk berpikir dan berkontribusi. Guru hanya berperan sebagai penyedia informasi tanpa memberikan ruang bagi siswa untuk menjadi subjek pembelajaran,” tuturnya.

Selanjutnya, Ia juga menyampaikan bahwa Paulo Freire memberikan solusi berupa Pendidikan Hadap Masalah.

Paulo Freire menyarankan Pendidikan Hadap Masalah, di mana interaksi antara guru dan siswa menjadi kunci. Guru dan siswa dianggap setara, dan kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,” tambahnya.

Lanjut Aji, Ia juga menyatakan bahwa ciri Pendidikan Hadap Masalah adalah adanya komunikasi guru dan siswa.

Ciri Pendidikan Hadap Masalah adalah adanya komunikasi yang dialogis antara guru dan siswa. Siswa tidak hanya sebagai objek pendidikan, tetapi juga menjadi subjek yang aktif berpartisipasi,” pungkas Aji.

Penulis: Agustin