Ilustrasi mahasiswa banyak tugas (pinterest)

Memasuki gerbang perguruan tinggi bagaikan melangkah ke dunia baru yang penuh dengan petualangan dan kemungkinan. Masa perkuliahan memang identik dengan berbagai penyesuaian dan tuntutan baru. Di sanalah, para mahasiswa dihadapkan pada berbagai penyesuaian dan tuntutan baru yang tak jarang memicu stres dan kecemasan. Beban akademik yang kian kompleks, adaptasi lingkungan yang berbeda, dan pergaulan yang beragam menjadi beberapa faktor utama yang dapat menguras mental para mahasiswa. 

Tak jarang, mereka harus berjibaku dengan tugas-tugas yang menumpuk, beradaptasi dengan budaya dan norma baru di lingkungan kampus, serta membangun pertemanan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Situasi ini memicu munculnya berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan insomnia. Jika tidak dikelola dengan baik, masalah-masalah ini dapat menghambat proses belajar dan pengembangan diri para mahasiswa.

Konsentrasi terganggu, motivasi menurun, dan rasa percaya diri terkikis adalah beberapa konsekuensi yang dapat terjadi akibat kesehatan mental yang terabaikan. Hal ini tentu saja dapat berakibat fatal bagi masa depan para mahasiswa, karena mereka tidak dapat mencapai potensi mereka secara maksimal. Oleh karena itu, penting bagi para mahasiswa untuk memahami dan menjaga kesehatan mental mereka. Dengan memiliki mental yang sehat dan kuat, mereka akan lebih mampu menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dalam masa perkuliahan, serta meraih kesuksesan di masa depan.

Fakta Mencengangkan Krisis Kesehatan Mental di Indonesia

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mengungkap kenyataan pahit bahwa lebih dari 19 juta penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Data ini diperparah dengan tingginya angka bunuh diri, di mana sekitar 1.800 orang mengakhiri hidup mereka setiap tahun, dengan hampir setengahnya berasal dari kelompok usia produktif (10-39 tahun).

Berdasarkan data Kemenkes, prevalensi orang dengan gangguan jiwa di Indonesia mencapai 1 dari 5 orang. Artinya, dengan populasi 250 juta jiwa, sekitar 50 juta orang rentan mengalami masalah kesehatan mental. Lebih memprihatinkan lagi, data World Population Review 2023 menempatkan Indonesia di urutan ke-9 dengan kasus depresi terbanyak di dunia, yaitu 9.162.886 kasus atau 3,7 persen dari populasi. Angka ini diprediksikan akan terus meningkat seiring pertambahan penduduk, dengan potensi mencapai lebih dari 3 juta kasus depresi baru per tahun. 

Dampak Nyata Krisis Kesehatan Mental

Data Our Better World dari Kemenkes 2013 menunjukkan bahwa sekitar 9 juta penduduk Indonesia mengalami depresi, dan 3,4 kasus bunuh diri per 100.000 orang terjadi akibat depresi. Gangguan mental yang lebih parah seperti psikosis dialami oleh sekitar 400.000 orang, dan 57.000 orang di antaranya dipasung oleh keluarga. Depresi juga mengincar remaja Indonesia, dengan 19 persen memiliki ide bunuh diri dan 45 persen pernah melukai diri sendiri. Mengutip laman ITS, menurut Profesor Christian Kieling, MD. PhD, depresi pada remaja diprediksikan meningkat 10-20 persen setiap tahun. 

Menurut WHO (2019) mengatakan 10 sampai 20% anak-anak dan remaja di seluruh dunia mengalami masalah kesehatan mental dan setengah dari semua masalah kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun hingga pertengahan usia 20 tahun. WHO juga mencatat 300 juta orang di dunia mengalami depresi pada tahun 2019, dengan 15,6 juta di antaranya berasal dari Indonesia. Penelitian I-NAMHS 2022, seperti dikutip dari lama tirto.id, menemukan 1 dari 3 remaja Indonesia berusia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Jenis gangguan mental yang paling sering dialami remaja adalah gangguan kecemasan (3,7%), depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), PTSD (0,5%), dan ADHD (0,5%). Gangguan mental ini menghambat aktivitas remaja dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 

Alasan dan Tips menjaga Kesehatan Mental

Fakta-fakta di atas bagaikan lonceng pengingat keras bahwa krisis kesehatan mental di Indonesia bukan isapan jempol, melainkan ancaman nyata bagi masa depan bangsa. Data statistik yang memprihatinkan menunjukkan tingginya prevalensi gangguan mental, terutama pada kalangan remaja. Hal ini bagaikan bom waktu yang siap meledak dan menghambat kemajuan bangsa. Menyadari situasi genting ini, diperlukan upaya serius dan berkelanjutan dari berbagai pihak. Pemerintah perlu mengambil peran sentral dalam membangun sistem kesehatan mental yang komprehensif dan mudah diakses. 

Tenaga kesehatan mental perlu diperbanyak dan didistribusikan secara merata, terutama di wilayah-wilayah yang masih minim akses. Selain itu, peran serta seluruh elemen masyarakat, dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga media massa, juga sangat krusial dalam meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang kesehatan mental. Bagi para mahasiswa, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Masa perkuliahan dengan segala tuntutan dan penyesuaian memang rawan memicu stres dan kecemasan, sehingga perlunya membekali diri sendiri dengan pengetahuan dan strategi untuk menjaga kesehatan mental. Beberapa alasan mengapa kesehatan mental perlu mendapat perhatian serius, antara lain:

1. Meningkatkan Prestasi Akademik

Pikiran yang jernih dan bebas dari stres memungkinkan mahasiswa untuk belajar lebih efektif, fokus, dan berkonsentrasi, sehingga berimbas pada peningkatan prestasi akademik.

2. Meningkatkan Kualitas Hidup

Kesehatan mental yang terjaga tidak hanya berdampak pada prestasi akademik, tetapi juga kualitas hidup secara keseluruhan. Mahasiswa dengan mental yang sehat akan lebih bahagia, percaya diri, dan mampu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain.

3. Membangun Ketangguhan Emosional

Masa perkuliahan penuh dengan tantangan dan rintangan. Mahasiswa yang memiliki kesehatan mental yang baik akan lebih mampu menghadapi stres, tekanan, dan kekecewaan dengan cara yang sehat. Hal ini tentunya akan membantu mereka dalam menjalani kehidupan di masa depan.

4. Mempersiapkan Masa Depan

Kesehatan mental yang terjaga dapat membantu mahasiswa mengembangkan potensi mereka secara maksimal dan mencapai tujuan mereka di masa depan. Dengan mental yang sehat, mereka akan lebih siap untuk menghadapi dunia kerja dan berkontribusi bagi masyarakat.

Meraih kesuksesan di masa perkuliahan tak hanya soal nilai tinggi dan IPK cemerlang. Di balik pencapaian akademik yang gemilang, terkadang tersembunyi perjuangan para mahasiswa dalam menjaga kesehatan mental mereka. Beban akademik, tekanan sosial, dan tuntutan masa depan dapat menjadi sumber stres dan kecemasan bagi para mahasiswa. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat berakibat pada masalah kesehatan mental yang serius. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Kesehatan mental adalah kunci kesuksesan. Beberapa tips jitu yang bisa diterapkan para mahasiswa untuk menjaga kesehatan mental mereka:

1. Menjaga Pola Hidup Sehat

Mahasiswa perlu mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan hindari makanan olahan yang tidak sehat. Kemudian, lakukan olahraga secara teratur, minimal 30 menit per hari. Mahasiswa juga harus istirahat dengan tidur yang cukup, 7-8 jam per malam. Kebutuhan fisik yang terpenuhi dengan baik dapat membantu meningkatkan kesehatan mental.

2. Membangun Hubungan Positif

Mahasiswa perlu meluangkan waktu bersama orang-orang terkasih, seperti keluarga dan teman. Selain itu, mereka juga bisa bergabung dengan komunitas atau organisasi yang sesuai dengan minat. Selanjutnya, bangunlah komunikasi yang terbuka dan positif dengan orang lain. Hubungan sosial yang positif dapat memberikan rasa aman, nyaman, dan terhubung dengan orang lain, sehingga membantu mengurangi stres dan kecemasan.

3. Belajar Mengelola Stres

Melakukan teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau mindfulness dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh saat dilanda stres. Kemudian, luangkan waktu untuk melakukan hobi atau kegiatan yang menyenangkan. Selain itu, mahasiswa juga perlu belajar untuk mengatakan "tidak" pada hal-hal yang membuatnya stres.

4. Mencari Bantuan Profesional

Jika merasa stres, cemas, atau depresi yang berlebihan, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Kunjungi psikolog atau psikiater untuk mendapatkan konseling dan terapi yang tepat. Bantuan profesional dapat membantu mengatasi masalah mental dengan cara yang tepat dan efektif.


Penulis: Agustin Fajariah Asih