Ilustrasi krisis iklim oleh: pinterest

Climate Crisis, dari namanya saja sudah dapat ditebak bahwa ada sesuatu yang tidak baik dengan iklim. Ya, perubahan iklim menimbulkan kondisi krisis yang tengah kita alami saat ini. Terjadinya perubahan iklim disebabkan oleh meningkatnya suhu bumi yang menyebabkan dampak-dampak buruk bagi lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya. Kondisi ini telah memberikan pengaruh yang signifikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Perubahan iklim ini dapat mengakibatkan efek domino, seperti kekeringan, ancaman ketahanan pangan, bencana alam, dan lain sebagainya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca yang menimbulkan berbagai akibat dan efek. Perubahan suhu dan cuaca tersebut dipicu oleh fenomena pemanasan global, di mana terjadi emisi gas rumah kaca yang berlebihan di atmosfer. Dengan demikian, semuanya bermula dari pemanasan global yang kemudian menyebabkan perubahan iklim dan memicu kondisi krisis yang kita hadapi saat ini, yang dikenal sebagai krisis iklim. Ada banyak penyebab perubahan iklim, tetapi paling tidak ada tiga aktivitas yang memberikan efek cukup signifikan. Aktivitas-aktivitas ini bahkan tanpa disadari turut menyumbang emisi karbon.

1. Penggunaan Batu Bara untuk Pembangkit Listrik

Listrik yang banyak kita gunakan saat ini masih banyak dihasilkan dari pembangkit dengan menggunakan batu bara. Sekitar 65% pasokan listrik di Indonesia saat ini masih bergantung pada batu bara. Namun, pembakaran batu bara menghasilkan karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu, diperlukan upaya transisi menuju penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan.

2. Penggunaan Transportasi

Sebagian besar kendaraan yang digunakan saat ini masih menggunakan bahan bakar fosil. Hal ini menjadikan transportasi sebagai penyumbang utama gas rumah kaca, terutama emisi karbon dioksida. Penggunaan bahan bakar minyak pada kendaraan bermotor, terutama bensin, menghasilkan berbagai senyawa berbahaya seperti CO (karbon monoksida), THC (total hidrokarbon), TSP (partikulat), NOx (oksida nitrogen), dan karbon dioksida atau CO2. Di Indonesia, sektor transportasi sendiri hampir mencapai 30% dari total emisi CO2.

3. Deforestasi

Deforestasi hutan primer di seluruh dunia meningkat sebesar 4,21 juta hektar pada tahun 2020, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 3,75 juta hektar. Brazil menjadi negara dengan tingkat deforestasi tertinggi pada tahun 2020, diikuti oleh Kongo, Bolivia, dan Indonesia. Penurunan luas tutupan hutan menyebabkan peningkatan perubahan iklim dengan berkurangnya penyerapan karbon dioksida, hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya risiko bencana banjir dan tanah longsor, serta penurunan kualitas udara yang mengganggu kesehatan manusia.

Banyak tindakan kecil yang dapat dilakukan untuk mencegah Krisis Iklim. Pembicaraan mengenai krisis iklim tidak selalu berkaitan dengan tindakan besar atau aktivisme. Kesadaran akan pentingnya tindakan kecil dalam aktivitas sehari-hari sangatlah penting. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

1. Mengurangi penggunaan bahan sekali pakai seperti kantong plastik. Plastik, yang sering kali menjadi masalah besar dalam pencemaran lingkungan, juga memiliki dampak langsung terhadap perubahan iklim. Daur ulang limbah dan sampah, termasuk komposisi sampah organik, adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampaknya terhadap pemanasan global.

2. Menggunakan transportasi umum sebagai alternatif untuk mengurangi emisi kendaraan pribadi dan kemacetan.

3. Menanam pohon untuk membantu dalam penyerapan karbon dioksida dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

4. Mengadopsi gaya hidup yang berkelanjutan (sustainable lifestyle), termasuk penghematan energi dalam penggunaan perangkat elektronik. Hal ini mencakup kebiasaan menghemat daya, seperti mematikan perangkat saat tidak digunakan, serta penggunaan perangkat yang hemat energi.

5. Mengikuti Earth Hour, sebuah gerakan internasional yang mengkampanyekan hidup hemat energi dengan mematikan lampu dan perangkat elektronik selama satu jam.

6. Mencabut charger perangkat elektronik setelah penggunaan untuk menghindari pemborosan daya listrik.

7. Mengganti sumber energi dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti panel surya, untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil.

8. Mengganti alat-alat elektronik dengan versi yang lebih hemat energi dan efisien untuk mengurangi konsumsi daya listrik secara keseluruhan.

Tindakan-tindakan ini, meskipun terlihat kecil, dapat memiliki dampak positif dalam mengatasi Krisis Iklim jika dilakukan secara kolektif dan konsisten. Selain itu, organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) juga perlu melakukan beberapa upaya. PMII harus proaktif dalam menghadapi Climate Crisis dengan menyusun dan mengimplementasikan solusi yang efektif untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim. Untuk mencapai tujuan ini, PMII perlu mengembangkan pendidikan dan keterampilan kader melalui pelatihan, seminar, dan workshop tentang pentingnya pemahaman untuk mengurangi dampak Climate Crisis

PMII harus melakukan kajian mendalam dan menerapkan solusi yang efektif, seperti studi kasus dan analisis data, untuk mengatasi tantangan yang dihadapi akibat perubahan iklim. Di samping itu, PMII harus mengikuti perkembangan teknologi yang dapat membantu dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, serta mempelajari dan menerapkan peraturan organisasi yang sesuai. PMII juga harus terus meningkatkan kesadaran dan pengetahuan anggotanya tentang Climate Crisis serta pentingnya mengambil tindakan proaktif. Dengan demikian, PMII dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam menghadapi tantangan global ini dan berperan aktif dalam upaya untuk melindungi lingkungan dan meredakan dampak perubahan iklim.


Penulis: Agustin Fajariah Asih