Doc. freepic.com


Realitas Pelaksanaan Haji di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan jumlah jemaah haji terbesar di dunia. Namun, pelaksanaan haji di Indonesia dihadapkan pada persoalan kuota yang terbatas. Pemerintah Arab Saudi menetapkan kuota berdasarkan proporsi penduduk Muslim di tiap negara. Indonesia memperoleh sekitar 200.000 kuota tiap tahun, sementara pendaftar bisa mencapai jutaan. Akibatnya, antrean panjang tidak terhindarkan. Di beberapa daerah, waktu tunggu haji reguler bisa mencapai 20–40 tahun (Tempo.co, 2023). Ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sistem pendaftaran dan keadilan dalam distribusi kesempatan ibadah (Kemenag RI, 2024).

Haji Plus dan Furoda: Solusi atau Komersialisasi?

Haji plus adalah program haji dengan biaya lebih tinggi dan masa tunggu lebih pendek, diselenggarakan oleh pihak swasta dengan pengawasan pemerintah. Selain itu, terdapat juga program haji furoda (undangan khusus dari pemerintah Arab Saudi) yang biayanya jauh lebih tinggi namun tanpa antrean (BBC Indonesia, 2023). Realitas ini menegaskan adanya kesenjangan sosial: hanya mereka yang memiliki kekuatan finansial yang bisa "melompati" sistem. Fenomena ini menunjukkan bahwa haji bukan sekadar ibadah, tetapi juga telah menjadi komoditas eksklusif.

Kapitalisasi Ibadah: Ketika Haji Menjadi Komoditas

Kapitalisme menembus ruang-ruang spiritual, termasuk pelaksanaan haji. Jasa travel, hotel, katering, dan layanan VIP menjadi bagian dari rantai ekonomi yang menguntungkan banyak pihak. Negara juga terlibat dalam pengelolaan dana haji yang jumlahnya triliunan rupiah. Ibadah yang sejatinya suci dan egaliter justru terfragmentasi oleh kepentingan ekonomi. Hasyim (2020) menyebutkan bahwa dalam logika kapitalisme, ibadah tidak luput dari proses komodifikasi: diubah menjadi produk yang bisa dibeli dengan uang. Haji hari ini bukan hanya urusan spiritual, tetapi juga transaksi pasar.

Isu Korupsi dan Malpraktik dalam Pengelolaan Haji

Pengelolaan dana dan fasilitas haji di Indonesia beberapa kali terseret dalam kasus korupsi. Misalnya, penyalahgunaan dana haji oleh oknum pejabat atau dugaan mark-up anggaran untuk penyediaan fasilitas (Kompas, 2022). Selain itu, muncul keluhan dari jemaah tentang ketidaksesuaian fasilitas dengan yang dijanjikan. Hal ini menunjukkan lemahnya transparansi dan pengawasan dalam tata kelola ibadah haji. Umat Islam sebagai konstituen terbesar di negeri ini harus lebih kritis terhadap pengelolaan dana umat (Kemenag RI, 2024).

Menimbang Kembali Hakikat Haji

Di tengah sistem yang kompleks dan penuh kepentingan, perlu refleksi ulang tentang makna haji. Apakah haji hari ini masih menjadi ruang untuk pensucian diri dan penguatan solidaritas umat, atau justru menjadi ajang kompetisi status dan kemewahan? Zuhri (2018) mengingatkan bahwa haji adalah sarana penyatuan jiwa dan tubuh dalam kesederhanaan dan kesetaraan. Islam menekankan kesetaraan dalam ibadah. Namun realitas sosial memperlihatkan bahwa dimensi spiritual haji kerap tertutupi oleh aspek-aspek materialistik.

Gagasan Perubahan: Menuju Sistem Haji yang Adil

Pembenahan sistem haji memerlukan keterlibatan banyak pihak: negara, ormas Islam, masyarakat sipil, dan publik secara umum. Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem antrean, distribusi kuota, dan pengawasan penyelenggara. Haji harus dikembalikan pada ruh utamanya: ibadah yang menjunjung kesederhanaan, kesetaraan, dan keikhlasan. Kader PMII harus mengambil peran aktif dalam advokasi keumatan, termasuk mendesak akuntabilitas dalam pengelolaan haji (Hasyim, 2020).

Kajian ini bukan semata mengkritisi sistem, tetapi juga membangkitkan kesadaran akan pentingnya menjaga kemurnian ibadah di tengah dunia yang semakin materialistik. Semoga kajian ini menjadi ruang untuk bertanya, menggugat, dan merumuskan gagasan perubahan yang membumi dan Islami.

 

Daftar Pustaka

BBC Indonesia. (2023). Haji Furoda: Siapa yang Bisa Berangkat Tanpa Antre? Diakses dari: https://www.bbc.com/indonesia

Hasyim, M. (2020). Kapitalisme dan Agama: Studi Kritis atas Komodifikasi Ibadah. Yogyakarta: Pilar Nusantara.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2024). Laporan Penyelenggaraan Ibadah Haji. Jakarta: Kemenag RI.

Kompas. (2022). Dana Haji dan Transparansi: Polemik Lama yang Belum Usai. Diakses dari: https://www.kompas.com

Tempo.co. (2023). Antrean Haji hingga 40 Tahun, Bagaimana Solusinya? Diakses dari: https://www.tempo.co

Zuhri, M. (2018). "Makna Haji dan Relevansinya dalam Masyarakat Modern." Jurnal Pemikiran Islam, 12(1), 45–60.


Oleh: Sahabat M Novan Heromando (Belum Daftar Haji)

Editor: Sabrina