Dok. Google

Apa itu kaderisasi? kata dasar Kaderisasi adalah kader. Pengertian kader dalam hal ini adalah orang yang sudah atau akan dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai kemampuan, keterampilan dan disiplin ilmu. 

Sedangkan kaderisasi adalah serangkaian proses dalam menyiapkan kader sebagai pemegang tongkat estafet  perjuangan dan menghidupkan organisasi. Dalam konteks PMII, dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 12, 13, 14 ART PMII tentang pola kaderisasi, baik formal, non formal maupun informal. Kemudian berlanjut di pasal 15 tentang jenjang kaderisasi Formal. Kaderisasi formal yang dimaksud adalah Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pelatihan Kader Dasar (PKD), Pelatihan Kader Lanjut (PKL), dan Pelatihan Kader Nasional (PKN).

Guna melancarkan kaderisasi tentu membutuhkan kedekatan emosional yang kental antara kader dengan yang mengader. Namun, sangat disayangkan ketika banyak yang kelewat batas wajar kedekatan emosional kader dengan yang mengader. 

Proses kaderisasi yang seharusnya menjadi serangkaian proses untuk membentuk kader agar siap menjadi penerus pejuang organisasi malah disisipi hal-hal yang menjerumus kepada kepentingan pribadi. Kader dijadikan pacar, misalnya. 

Sebagai anggota dari organisasi yang sama, tentu saya tidak akan melarang siapapun untuk memiliki hubungan khusus. Itu hak mereka, tetapi saya juga punya kekhawatiran barangkali jika proses pengkaderan yang dulunya dipersiapkan untuk melanjutkan roda organisasi, susah payah pengurus mendidik dan membekali keterampilan. Namun, ternyata ada oknum pengurus yang membidiknya untuk dijadikan sebagai pacar. Khawatir saya barangkali tujuan awal kaderisasi bakal banyak yang melenceng menjadi proses membina dan membini kader atau biasa disebut dengan “kaderisasi biologis” yang terkadang menjadi penghancur kaderisasi itu sendiri. 

Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada yang salah atau dapat disalahkan jika terjadi kaderisasi biologis dalam berorganisasi. Namanya juga hati, susah dikontrol yang terpenting tidak mengganggu proses atau tujuan kaderisasi tersebut. 

Tetapi yang berbahaya adalah ketika kaderisasi biologis terjadi sedangkan kader maupun yang mengader masih belum selesai visi dirinya. Sehingga ketika kaderisasi biologis terjadi yang mengader bukannya menanamkan apa yang seharusnya ditanamkan dalam kaderisasi, malah membuat kader jauh dari tujuan kaderisasi bahkan menghilang bak ditelan bumi dari organisasi. 

Lebih parahnya lagi, sering terjadi perampasan kebebasan berpikir kader oleh yang mengader dengan ancaman ngambek sampai kelanggengan hubungan mereka. Ketika sebenarnya ada sebuah ruang yang mungkin bisa menunjang tercapainya tujuan kaderisasi, malah kader itu tidak berani untuk masuk ke ruang tersebut karena takut yang mengader tidak setuju dan akan marah jika kader masuk ke ruang tersebut. 

Kader yang seharusnya berkembang baik dalam kemampuan berpikir maupun bergerak di organisasi malah menjadi boneka yang di kontrol oleh yang mengader. Bagaimana mungkin sebuah boneka yang selalu digerakkan oleh sang pemain dapat berpikir sendiri? Apalagi memikirkan kemajuan organisasi. 

Kaderisasi biologis juga rentan akan terjadinya toxic relationship karena tekanan dari kultur organisasi yang membuat serta menganggap tabu jika terjadi drama percintaan antara kader dengan yang mengader.

Tekanan tersebut akan membuat mereka terbebani secara mental yang membuat sering terjadi pertengkaran bahkan pengekangan dalam hubungan itu. Terlebih jika komunikasi mereka kurang baik, tentu dapat menimbulkan kesalah pahaman yang menimbulkan pikiran-pikiran negatif sehingga terjadi kekangan seperti kalimat “kamu kalo rapat sampai larut malam, jangan dekat-dekat sama lawan jenis, aku cemburu nih.” Dan lain sebagainya. 

Penyebab lain kaderisasi biologis dapat menjadi bom dalam kaderisasi adalah ketika mereka putus. Pendewasaan ataupun visi diri yang belum selesai membuat kaderisasi biologis amat berbahaya. Ketika hubungan asmara berakhir, maka berakhir pula hubungan antara kader dan yang mengader. Entah itu salah satu di antara kader atau yang mengader akan menghilang dari organisasi atau bahkan keduanya. 

Mungkin di awal, pemeran kaderisasi biologis akan berpikir tidak mungkin hal itu terjadi, tapi pada kenyataannya memang itu yang sudah sering terjadi. Fine, fine saja jika terjadi kaderisasi biologis jika dibarengi dengan selesainya visi diri mereka dalam berorganisasi. Kemungkinan toxic relationship akan sangat mengecil bahkan akan menghilang jika visi diri mereka selesai dalam berorganisasi. 

Mari saling mawas diri, jika memang belum selesai visi dirinya saran saya jangan menerapkan kaderisasi biologis. Jangan hancurkan proses kaderisasi organisasi atau organisasi itu akan hancur karena jantung itu sendiri.

Penulis : Wahyu