Oleh: Aziz Afifi
pmiigusdur.com - Virus corona merupakan bagian dari ketakutan saya hari ini. Paling tidak saya cukup membacanya di beberapa artikel mengenai bahaya laten virus tersebut. Dengan begitu, secara cepat pula ketakutan saya menumpuk dan menjadi. Lalu tiba-tiba membayangkan seberapa berdampak setelahnya. Terutama, bagaimana virus ini menekan penggunaan teknologi semakin masif.

Memang tampak sedikit latah membicarakannya. Tapi bagaimanapun, inilah ketakutan saya. Sebelum itu, mari berjalan-jalan melihat kabar baiknya terlebih dahulu. Salah satu dampak positif penggunaan teknologi berupa kerja di rumah atau apapun di rumah.

Memang cukup melegakan melakukan semuanya di rumah. Sesekali dapat meregangkan badan, sesekali kembali serius menatap layar, dan sekali-dua menghisap rokok tepat di luar area kamera ponsel atau laptop kita. Tak terkecuali pula, bangun lebih siang dengan segelas kopi panas dari dapur. Bayangkan saja seperti itu.

Selain itu, dampak teknologi dapat menghemat pengeluaran negara dan perusahaan. Bukankah melakukan pembicaraan pekerjaan melalui jejaring dunia maya mampu memotong biaya operasional, daripada mengirim mereka untuk terbang ke suatu negara tertentu. Kabar baik ini bukan urusan orang macam saya, jadi lupakan saja.

Namun yang lebih besar adalah bagaimana teknologi memberi kesempatan lebih baik bagi kawan-kawan disabilitas dalam menunaikan pekerjaan di rumah. Ataupun mempermudah siapa saja yang jauh dari kantor dengan tanpa kerepotan berangkat pagi sekali bergelut dengan debu sepanjang jalan.

Perubahan-perubahan interaksi yang serba maya inilah banyak diprediksi sebagai cara kita menggunakan teknologi di masa depan. Meskipun benar, hari ini kita masih merasakan banyak ketidaknyamanan. Tapi lambat laun kita akan beradaptasi dengan semua itu. Lantas merasa nyaman dengan pembicaraan dan bekerja dalam jaringan (daring).

Tentu saja ketakutan saya bukan sebatas interaksi yang serba maya itu. Melainkan bagaimana teknologi disalahgunakan untuk merampas data, kebebasan berpendapat, dan ruang pribadi kita.

Demi penanggulangan virus ini, pemerintah di beberapa negara melakukan pencegahan secara besar-besaran. Terutama pengawasan mereka melalui teknologi. Contoh nyata adalah bagaimana Cina menggencarkan penggunaan daring untuk mendeteksi warganyamengawasi dengan saksama gawai setiap orang.

Sedangkan di Israel, Perdana penteri Benjamin Netanyahu memberikan instruksi mengawasi warganya dengan teknologi yang biasa mereka gunakan pada teroris. Mungkin kabar ini tidak lagi mengherankan bagi negara seperti Israel atau warga dunia, sebab pengawasan sampai melacak seseorang  menggunakan teknologi tercanggih telah banyak dilakukan. Jika kita ingat, seperti halnya Hong Kong mampu menangkap dan merepresi beberapa demonstran melalui alat pengenal wajah.
 
Yuval Noah Harari dalam artikel The World after Coronavirus mengatakan selain pemakluman akan interaksi secara daring, virus ini akan memberikan sejarah babak baru yakni pemakluman tentang pelacakan, pemantauan, dan pengawasan umat manusia. Sisi buruknya, ini akan memberikan legitimasi paling mengerikan. Contoh, jika saya lebih suka Kompas TV dari pada Tv One, maka akan memberitahumu dengan mudah pandangan politik saya. Tentu saja tak ada alat pembunuh paling ampuh kecuali politik.

Mungkin inilah yang telah terjadi di Indonesia melalui patroli sibernya. Beberapa orang tertuduh dengan gampang alih-alih penghinaan pejabat. Data ini diperkuat dengan artikel Vice Indonesia tentang Patroli Siber yang memuat Kaporli Jendral Idham Aziz menginginkan polisi menindak tegas penghina penguasa seperti presiden dan penguasa lainnya. Permintaan ini merujuk pada KUHP Pasal 207 serta diperkuat dengan UU ITE Pasal 27 ayat 3. Meskipun apa yang diminta oleh Idham Aziz baru sebatas permintaan, namun telah menyeret banyak orang dalam kenyataannya.

Bisa saja kekhawatiran saya esok akan lebih lagi. Data, kebebasan berpendapat, dan ruang pribadi kita akan ada di dalam genggaman penguasa. Dan di masa depan tidak hanya Tuhan yang mengawasi kita, tapi penguasa pula.

Ketakutan saya yang lebih buruk adalah teknologi akan menggiring kita kembali ke zaman behela dengan kemasan berbeda. Di mana Soeharto mengawasi kita dengan “darah daging” dan Rezim hari ini mengawasi dengan benda kalengan. Lalu merasa berhak akan diri kita.

Dan, virus corona membuat kita maklum.


Editor: Eykaz
Ilustrasi: pmiigusdur.com